Menurut Rasulullah Jika Terjadi Hal Ini Maka Kiamat Tinggal Tunggu, Sudah Banyak di Sekitar Kita

Hadis yang menerangkan ‘jika suatu perkara atau urusan yang bukan ahlinya maka tunggulah kiamat’ ini cukup populer di kalangan umat Islam.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Des 2023, 03:00 WIB
Diterbitkan 15 Des 2023, 03:00 WIB
Bisa melihat Nabi Muhammad SAW dalam mimpi
Ilustrasi (Sumber: Pinterest.com/kalbarsatu id)

Liputan6.com, Cilacap - Hadis yang menerangkan ‘Jika suatu perkara atau urusan yang bukan ahlinya maka tunggulah kiamat’ ini cukup populer di kalangan umat Islam.

Dalam hadis ini, Rasulullah SAW menggunakan kata as-saa’ah yang merupakan nama lain dari hari kiamat. Tentunya tidak mungkin tanpa alasan jika Rasulullah SAW menggunakan kalimat super bombastis ini.

Kiamat sendiri merupakan peristiwa dahsyat berkenaan dengan hancurnya seluruh jagad raya ini dan merupakan awal dari kehidupan di akhirat.

Lalu apa maksud kiamat dalam hadis ini, Padahal jika ditelisik, saat ini banyak juga seseorang memegang suatu urusan atau perkara yang memang bukan ahlinya.

Ia hanya modal dekat atau kenal, lantas ia memiliki jabatan tertentu. Kalau demikian, tentu saja akan menimbulkan kiamat-kiamat di berbagai tempat dan sangat membahayakan.

Lantas apa maksud kata as sa’ah atau kiamat dalam hadis Rasulullah ini?

 

Simak Video Pilihan Ini:

Redaksi Hadis

FOTO: Benda Peninggalan Rasulullah Dipamerkan di Parung Bogor
Pengunjung menangis melihat serban Nabi Muhammad SAW saat Pameran Artefak Rasulullah dan Sahabat Nabi di Padepokan Welas Asih, Parung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Minggu (26/7/2020). Sebanyak 20 benda peninggalan Nabi Muhammad dan sahabatnya dipamerkan dalam acara ini. (merdeka.com/Arie Basuki)

Hadis yang menjelaskan tentang hal di atas adalah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari. Adapun redaksi lengkapnya hadis ini adalah sebagai berikut:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سِنَانٍ قَالَ حَدَّثَنَا فُلَيْحٌ ح و حَدَّثَنِي إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْمُنْذِرِ قَالَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُلَيْحٍ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي قَالَ حَدَّثَنِي هِلَالُ بْنُ عَلِيٍّ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ بَيْنَمَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَجْلِسٍ يُحَدِّثُ الْقَوْمَ جَاءَهُ أَعْرَابِيٌّ فَقَالَ مَتَى السَّاعَةُ فَمَضَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحَدِّثُ فَقَالَ بَعْضُ الْقَوْمِ سَمِعَ مَا قَالَ فَكَرِهَ مَا قَالَ وَقَالَ بَعْضُهُمْ بَلْ لَمْ يَسْمَعْ حَتَّى إِذَا قَضَى حَدِيثَهُ قَالَ أَيْنَ أُرَاهُ السَّائِلُ عَنْ السَّاعَةِ قَالَ هَا أَنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ فَإِذَا ضُيِّعَتْ الْأَمَانَةُ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ قَالَ كَيْفَ إِضَاعَتُهَا قَالَ إِذَا وُسِّدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ

"Telah menceritakan kepada kami (Muhammad bin Sinan) berkata, telah menceritakan kepada kami (Fulaih). Dan telah diriwayatkan pula hadits serupa dari jalan lain, yaitu Telah menceritakan kepadaku (Ibrahim bin Al Mundzir) berkata, telah menceritakan kepada kami (Muhammad bin Fulaih) berkata, telah menceritakan kepadaku (bapakku) berkata, telah menceritakan kepadaku (Hilal bin Ali) dari (Atho' bin Yasar] dari [Abu Hurairah] berkata: Ketika Nabi SAW berada dalam suatu majelis membicarakan suatu kaum, tiba-tiba datanglah seorang Arab Badui lalu bertanya: "Kapan datangnya hari kiamat?" Namun Nabi SAW tetap melanjutkan pembicaraannya.

Sementara itu sebagian kaum ada yang berkata; "beliau mendengar perkataannya akan tetapi beliau tidak menyukai apa yang dikatakannya itu, " dan ada pula sebagian yang mengatakan; "bahwa beliau tidak mendengar perkataannya." Hingga akhirnya Nabi SAW menyelesaikan pembicaraannya, seraya berkata: "Mana orang yang bertanya tentang hari kiamat tadi?" Orang itu berkata: "saya wahai Rasulullah!". Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apabila sudah hilang amanah maka tunggulah terjadinya kiamat". Orang itu bertanya: "Bagaimana hilangnya amanat itu?" Nabi SAW menjawab: "Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka akan tunggulah terjadinya kiamat."

Maksud Kiamat dalam Hadis Tersebut

Ilustrasi hari akhir, kiamat
Ilustrasi hari akhir, kiamat. (Image by kjpargeter on Freepik)

Maksud kata kiamat dalam hadis tersebut berdasarkan keterangan ulama ialah kerusakan di muka bumi. Saat ini juga sudah tampak kerusakan-kerusakan bumi karena tangan-tangan manusia. Jadi, kata kiamat dalam hadis itu menunjukan kepada peristiwa kerusakan di muka bumi.

Menukil NU Online, Syekh Mutawalli al-Sya’rawi dalam tafsirnya al-Khawatir ketika menjelaskan ayat 27 surat Al-Baqarah terkait lafaz yufsiduna fil ardh (membuat kerusakan di muka bumi), Beliau mengatakan bahwa awal mula kerusakan adalah ketika suatu perkara diserahkan pada orang yang tidak kompeten, sebagaimana disebutkan oleh hadits Nabi saw di atas.  

Menurutnya, alamat kiamat yang demikian disebabkan karena masyarakat dibangun dengan asas hipokrit dan ketidakseimbangan, bukan keikhlasan dan kompetensi. Orang-orang munafik yang bodoh itulah yang naik ke panggung kekuasaan, sedang orang-orang kompeten tidak menjadi apa-apa di tengah masyarakat.

Lebih lanjut lagi, Syekh Mutawalli al-Sya’rawi menjelaskan, ketika orang-orang kompeten itu mengerjakan sesuatu tanpa basic keilmuan yang seharusnya, maka terjadilah kehancuran yang dimaksud. Kehancuran tersebut adalah hilangnya kebenaran dan nilai-nilai, sehingga masyarakat seolah-olah hidup di hutan rimba. Beliau berkata:  

 . كل إنسان يريد أن يحقق هواه بصرف النظر عن حقوق الآخرين. ويحس من يعمل ولا يصل إلى حقه أنه لا فائدة من العمل، فيتحول المجتمع كله إلى مجموعة من غير المنتجين.  

Artinya: “Setiap manusia ingin mencapai keinginannya tanpa menghiraukan hak orang lain. Orang yang bekerja dan tidak menemukan haknya, akhirnya merasa tidak ada gunanya bekerja, sehingga seluruh masyarakat berubah menjadi sekelompok manusia yang tidak produktif.” (Syekh Mutawalli al-Sya’rawi, al-Khawathir, [Mesir: Muthabi’ Akhbar al-Yaum], jilid I, hal. 220).  

Kemudian, apabila kita melihat dari hukum fikih, ada larangan untuk menyerahkan suatu amanah kepada seseorang yang tidak kompeten. Apalagi sekelas memimpin negara, maka dibutuhkan keahlian dalam siasat, mengambil keputusan penting, mengelola militer, mengatur hukum dan mengolah intelektualitas politik. (Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaytiyyah, [Kuwait: al-Wizarah. T.t.], jilid 45, hal. 142-144).

Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

  

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya