Muda Mudi Datang ke Pengajian Gus Iqdam, Bagaimana Hukum Pacaran Sambil Majelisan?

Pergi ke pengajian sambil pacaran? Berikut hukumnya dalam Islam.

oleh Liputan6.com diperbarui 06 Feb 2024, 11:30 WIB
Diterbitkan 06 Feb 2024, 11:30 WIB
Ilustrasi pacaran, sepasang kekasih
Ilustrasi pacaran, sepasang kekasih. (Photo by Brooke Cagle on Unsplash)

Liputan6.com, Jakarta - Beberapa kali Gus Iqdam marah gara-gara di tempatnya menggelar pengajian maupun rutinan ada yang curi kesempatan untuk pacaran.

Kini sudah menjadi tren banyak anak muda pergi ke majelisan, termasuk sholawatan. Namun sangat disayangkan, ada sebagian yang jika majelisan digunakan untuk aksi tidak terpuji yaitu pacaran.

Seperti diketahui, pacaran adalah tahap dalam hubungan asmara di mana dua individu saling mengenal dan menjalin ikatan emosional dengan tujuan untuk membangun hubungan yang lebih serius.

Gambaran pacaran dapat beragam tergantung pada budaya, nilai-nilai, dan norma sosial di masyarakat tertentu. Dalam banyak kasus, pacaran melibatkan kegiatan bersama, komunikasi intensif, dan saling memahami satu sama lain.

Pertama-tama, pacaran seringkali dimulai dengan tahap "getting to know each other" atau saling mengenal. Pasangan akan menghabiskan waktu bersama untuk berbicara, berbagi minat, dan memahami nilai-nilai serta tujuan hidup masing-masing. Ini adalah fase di mana keduanya mencoba menentukan kesesuaian dan keterlibatan emosional yang mereka miliki.

Lalu bolehkah peri pengajian sambil pacaran, atau bisa dengan bahasa lain pacaran di pengajian?

 

Simak Video Pilihan Ini:

Pacaran Secara Fikih Hukumnya Haram

Ilustrasi sepasang kekasih, pacar
Ilustrasi sepasang kekasih, pacar. (Foto oleh Josh Hild: https://www.pexels.com/id-id/foto/siluet-manusia-yang-melompat-di-lapangan-pada-malam-hari-4606770/)

Menukil Bincangsyariah.com, dalam literatur fikih ditemukan beberapa keterangan bahwa melakukan hubungan pendekatan, ngobrol, pergi bareng dan berduaan dengan lawan jenis hukumnya adalah haram. Hal ini sebagaimana telah disabdakan oleh Rasulullah SAW sebagai berikut:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِي اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ وَلاَ تُسَافِرَنَّ امْرَأَةٌ إِلاَّ وَمَعَهَا مَحْرَمٌ

Artinya: “Dari Ibnu Abbas ra. ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw berkhutbah, ia berkata: Jangan sekali-kali seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang perempuan kecuali beserta ada mahramnya, dan janganlah seorang perempuan melakukan musafir kecuali beserta ada mahramnya.” (HR Al-Bukhari).

Larangan berkhalwat dengan lawan jenis ini, tentunya untuk menjaga mereka berdua dari godaan setan yang dapat menjerumuskan kepada tindakan yang dilarang keras oleh agama islam seperti zina. Sebagaimana firman Allah SWT sebagai berikut:

وَلاَ تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلاً

Artinya;“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk” (QS Al-Isra: 32).

Penjelasan Haramnya Berkhalwat

Mengulang Kembali Masa Pacaran
Ilustrasi Pacaran Credit: pexels.com/pixabay

Keharaman berkhalwat tersebut juga berlaku kepada orang tua kedua pasangan. Mereka harus melarang anaknya untuk pergi untuk bergaul dengan pacarnya, berduaan tanpa pengawasan, dan melakukan perbuatan lain yang dapat menyebabkan fitnah dan hal hal yang tidak diinginkan.

Sebagaimana telah dijelaskan oleh Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqh al-Sunnah berikut,

درج كثير من الناس على التهاون في هذا الشأن فأباح لابنته أو قريبته أن تخالط خطيبها وتخلو معه دون رقابة وتذهب معه حيث يريد من غير اشراف. قد نتج عن ذلك تعرضت المرأة لضياع شرفها وفساد عفافها واهدار كراماتها.

Artinya :“Lambat laun, banyak orang mengentengkan persoalan ini, sehingga mereka membolehkan putrinya, keluarganya untuk berbaur dengan tunangannya dan berduaan tanpa pengawasan, dan bebas keluyuran kemana saja tanpa arahan. Ini menyebabkan perempuan kehilangan kemuliaan, rusak akhlaknya, dan hancur kehormatannya.”

Dengan demikian pergi mengikuti majelisan bareng pacar dalam Islam sangatlah dilarang dan hukumnya haram. Kecuali jika ditemani oleh mahram si perempuan, agar ada yang mengawasi dan mereka berdua tidak terjerumus untuk melakukan hal-hal yang diharamkan.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya