Cara Menjemput Kebahagiaan di Tengah Kesedihan ala Ibnu Athailah

Ulama tersohor pengarang kitab tasawuf yang sangat masyhur yakni Al-Hikam, Ibnu Athaillah memberikan tips menjemput kebahagiaan di tengah kesedihan.

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Feb 2024, 20:30 WIB
Diterbitkan 14 Feb 2024, 20:30 WIB
Ibnu Athailah as-Sakandari (SS: YT Penerus Para Nabi)
Ibnu Athailah as-Sakandari (SS: YT Penerus Para Nabi)

Liputan6.com, Cilacap - Menjemput kebahagiaan di tengah kesedihan, emang bisa? Demikian pertanyaan yang terlontar dari kebanyakan orang.

Di tengah-tengah rasa tak percaya akan hal ini, tentu saja muncul di benak kita pernyataan yang bernada pesimis, seperti: “mana mungkin!” atau “itu mustahil!” dan beberapa pernyataan sejenisnya.

Memang antara sedih dan bahagia merupakan kondisi yang bertolak belakang. Secara logika juga memang tidak masuk akal. Mana mungkin mengambil sesuatu yang manis dari minuman atau makanan yang rasanya pahit.

Akan tetapi ulama tersohor pengarang kitab tasawuf yang sangat masyhur yakni Al-Hikam, Ibnu Athaillah as-Sakandari memberikan tips menjemput kebahagiaan di tengah kesedihan.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Penyebab Sedih

Ilustrasi sedih, kecewa, patah hati, putus cinta, terluka
Ilustrasi sedih, kecewa, patah hati, putus cinta, terluka. (Photo by Jakob Owens on Unsplash)

Sebelum membahas tentang tips menjemput kebahagiaan dalam kesediahan, penting diketahui penyebab yang menimbulkan rasa sedih. Menurut Ibnu Athaillah, kegelisahan dan kesedihan hati muncul ketika cahaya Allah SWT terhalangi. Tapi jika cahaya Allah SWT menyinari hati, maka hati ini akan terasa senang dan tenang. Hal ini disampaikan Syekh Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam kitab Al-Hikam. 

مَا تَجِدُهُ القُلُوبُ مِنَ الهُمُومِ وَالأَحْزَانِ فَلأَجْلِ مَا مُنِعَتْه مِنْ وُجُودِ العِيَانِ

"Kegelisahan dan kesedihan yang dirasakan hati adalah karena pandangan yang dihalangi." (Syekh Athaillah, Al-Hikam)

Penyusun syarah dan penerjemah Al-Hikam, D A Pakih Sati Lc dalam buku Kitab Al-Hikam dan Penjelasannya yang diterbitkan penerbit Noktah tahun 2017 menjelaskan maksud Syekh Athaillah mengenai kegelisahan dan kesedihan hati jika cahaya Allah SWT terhalangi.

Ketahuilah, bahwa kebahagiaan yang hakiki itu bukanlah terletak dalam jumlah harta yang kamu miliki atau jumlah istri yang kamu nikahi, atau jumlah anak yang kamu tanggung. Tetapi, kebahagiaan itu terletak ketika kamu mampu hidup bersama Sang Khaliq di jalan kebenaran.

Jika kamu sedang atau selalu dirundung kesedihan, maka ketahuilah bahwa hati kamu sedang terhijab dari-Nya. Sehingga, kamu buta dan tidak mendapatkan cahaya-Nya.

Singkaplah tabir hati kamu segera dengan amalan shalih dan ibadah-ibadah yang telah ditunjukkan Allah SWT kepada kamu. Mudah-mudahan hati kamu kembali mendapatkan cahaya-Nya dan hidup dalam kebahagiaan yang hakiki.

Cobalah kamu lihat dan perhatikan kehidupan para sahabat, wali, dan orang saleh. Mereka hidup dalam keadaan miskin dan papa, namun hati mereka selalu dikelilingi kebahagiaan.

Seolah-olah, semua yang ada di dunia ini kecil dan tidak ada artinya sama sekali dalam pandangan mereka. Semua itu tidak akan terjadi, kecuali hati mereka telah mendapatkan cahaya-Nya.

Tips Menjemput Kebahagiaan di Ttengah Kesedihan

Ilustrasi pria bahagia
Ilustrasi pria bahagia. (Photo by bruce mars on Unsplash)

Ibnu Athaillah As-Sakandari merupakan seorang sufi asal Iskandariah atau Alexandria (Mesir) yang menulis kitab Al-Hikam sebagai karya populernya. Dalam kitab tersebut, ia menyebutkan dari penawar pedihnya cobaan agar manusia tidak berlarut-larut dalam rasa kemalangan.

1. Yakin Ujian datangnya dari Allah

“Agar ujian terasa ringan, engkau harus mengetahui, bahwa Allahlah yang memberimu ujian. Dzat yang menetapkan beragam takdir di atasmu adalah dzat yang selalu memberimu pilihan terbaik” (Ibnu Athaillah, Al-Hikam, 2019).

Syekh Abdullah As-Syarqawi Al-Khalwati menjelaskan lebih lanjut perkataan dari penuturan sang master sufi dari tarekat Syadziliyah tersebut. Perlu menanamkan kesadaran tinggi yang menguji manusia itu Tuhan mereka, Allah SWT. Dzat yang menetapkan berbagai perkara yang ditakdirkan untukmu dan memilihkan perkara terbaik sesuai denganmu.

2. Menyadari Hal yang Buruk itu Menurut Allah itu Baik untuk Kita

Dalam fase kehidupan kita tentu mengalami orang yang berbuat baik kepadamu bisa saja sewaktu-waktu bersikap buruk padamu. Sekalipun demikian, seseorang harus tetap sabar menghadapi sikap buruknya karena mungkin saja kekasaran dan keburukan sikapnya didasari oleh niat baik dari lubuk hatinya. Boleh saja harus waspada dengan orang seperti ini, tetapi jika sikapnya mencerminkan niat kebaikan maka sejatinya yang dilakukannya perlu dipikirkan Kembali atas sikapnya yang dinilai tidak baik tersebut.

Sebagaimana yang difirmankan dalam kitab suci umat Islam, Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah maha mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui (QS. Al-Baqarah: 216).

Tetap menjadi kuat dan percaya diri, cobaan, kesedihan, Bahagia, kesedihan, semuanya sementara dan datang secara bergantian seperti waktu siang dan malam. Oleh karena itu, berupaya fokus memperbaiki kualitas personal agar tumbuh dan tidak mudah terombang-ambing ketika badai datang jauh lebih bermanfaat, ketimbang terus berprasangka merasa paling sengsara dan tidak Bahagia. Setiap perkara yang paling baik mengendalikan adalah pikiran kita sendiri, Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (QS. Al-Insyirah: 6). (Sumber: Republika dan IslamRamah.co)

Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya