Telur atau Ayam Duluan Mana? Ini Makna Filosofisnya dalam Perspektif Islam

Salah satu tebak-tebakan yang cukup populer ialah perihal ayam atau telur duluan mana. Hingga kini tebak-tebakan itu belum mendapatkan jawaban yang pasti. Seandainya jika telah ada jawabannya, maka semuanya bersifat spekulatif.

oleh Liputan6.com diperbarui 06 Apr 2024, 10:30 WIB
Diterbitkan 06 Apr 2024, 10:30 WIB
Jelang Hari Raya Lebaran atau Idul Fitri 2024, kebutuhan daging ayam dan telur terus meningkat (Istimewa)
Jelang Hari Raya Lebaran atau Idul Fitri 2024, kebutuhan daging ayam dan telur terus meningkat (Istimewa)

Liputan6.com, Cilacap - Salah satu tebak-tebakan yang cukup populer ialah perihal ayam atau telur duluan mana. Hingga kini tebak-tebakan itu belum mendapatkan jawaban yang pasti. Seandainya jika telah ada jawabannya, maka semuanya bersifat spekulatif.

Tentu kita pernah membaca kisah Abu Nawas yang berhasil menjawab pertanyaan sang Raja dengan memuaskan, perihal telur atau ayam yang lebih dulu ada.

Demikian juga dengan ulama kontemporer asal Rembang, KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha, juga pernah menjawab perihal itu dengan jawaban yang tak kalah logis dan rasional.

Meski demikian, di balik tebak-tebakan yang mana yang lebih dulu ada, telur atau ayam, di dalamnya terkadung makna filosofis yang mendalam. Berikut ini ulasannya.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Telur Butuh Induk

Suhu dan Kelembapan Mesin Penetas
Ilustrasi telur ayam/credit: unsplash.com/morgan

Menukil almuhtada.org, meski hanya tebak-tebakan, kalau kita cermati lagi ternyata menyimpan pesan yang begitu mendalam. Bahwa setiap manusia membutuhkan orang tua, layaknya telur yang membutuhkan ayam. Maka wajiblah kita berbakti kepada kedua orang tua.

Manusia yang menghindar untuk berbakti kepada orang tuanya, seperti telur yang menghindar untuk dierami oleh induknya tentu ia akan mati. Dalam hal manusia bukan berarti usianya yang mati, bisa saja keberkahan dalam hidupnya yang mati.

Apabila semakin kita perdalam lagi, manfaat jika sebutir telur bersungguh-sungguh menerima pengeraman dari induknya, tentu kelak ia akan menetas menjadi seekor ayam. Kemudian pada waktunya nanti, ayam itu akan menghasilkan telur (keturunan).

Makna Filosofisnya Perpektif Islam

Anak dan ibu
Orangtua harus mengontrol konsumsi gula pada anak agar tidak berlebihan. (Foto: Pexels/cottonbro studio)

Dari sini bisa kita tarik kesimpulan, kesungguhan seorang anak untuk berbakti kepada kedua orang tuanya, salah satu manfaatnya adalah menjadi penyebab anak itu akan memperoleh keturunan yang berbakti juga kepada kedua orang tua nantinya, sesuai dengan firman-Nya :

بِرُّوا آبائكم تبرُّكم أبنائكم

Berbaktilah kepada kedua orang tuamu, niscaya anak-anakmu akan berbakti kepadamu”.

Bahkan ulama menambahkan lagi manfaat berikutnya yang juga tersimpan dalam pemahaman hadist di atas. Bahwa mereka yang berbakti kepada orang tuanya, insya Allah akan diberikan nikmat berupa panjang umur.

Karena seseorang harus menempuh usia yang cukup panjang hingga ia memiliki anak, lalu anaknya cukup dewasa, sampai anak itu dapat menunjukkan sikap bakti kepadanya.

Setelah menyelami kandungan hadits Rasulullah tersebut, alangkah merugi bagi mereka yang mengabaikan ketaatan kepada orang tua.

Seperti meruginya telur yang mengabaikan pengeraman dari induknya. Semoga artikel ini bermanfaat dan menjadi pengingat bagi diri kita bahwa dimana dan kapan pun kita harus tetap berbakti kepada kedua orang tua.

Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya