Liputan6.com, Jakarta - Seluruh orang beriman memiliki cita-cita masuk surga, dan tenang saat dihisab. Hisab adalah istilah dalam Islam yang merujuk pada proses perhitungan atau penilaian yang dilakukan oleh Allah atas amal perbuatan manusia.
Ini mencakup evaluasi dan penghitungan terhadap tindakan, niat, dan perbuatan seseorang selama hidup mereka.
Pendakwah Ustadz Adi Hidayat (UAH), dalam 7 golongan orang yang kelak masuk surga dan akan tenang sat dihisab salah satunya adalah orang yang mencintai karena Allah.
Advertisement
Mengutip Youtube Kanal @Ediherdian, UAH menyatakan, ada tujuh golongan dijamin oleh Allah bukan hanya masuk surga tapi akan tenang saat di hisab.
"Saat orang lain kesulitan dihisab, dan orang sudah ga peduli surga atau neraka yang penting cepat dihisab. Maka ada 7 golongan yang santai. Di antara tujuh itu dua orang yang istimewa," kata UAH.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
2 Orang yang Dimaksud UAH
Orang yang dimaksud UAH adalah, orang yang saling mencintai karena Allah. Bertemu karena Allah, berpisah karena Allah.
"Ini beda antara saling mencintai saja, dengan mencintai karena Allah. Kalau mencintai karena Allah dia akan saling mengingatkan apa yang Allah sukai," paparnya.
Ia mencontohkan misalnya hubungan suami istri. "Anda mengatakan, ya istriku, yuk tahajud yuk mudah-mudahan dengan tahajud kita bersama masuk surga. Ayo berhijab ya aku takut berpisah dengan kamu di surga," ujarnya.
Selain itu ajakan lainnya bisa mengajak membaca Al-Qur'an, begitu terbiasa demikian dan anda mengingatkan pula untuk saling menjaga dan menghindari maksiat.
"Kalau satu di antara kita wafat duluan kita sering doakan ya. Yang seperti itu kalau dia dihisab duluan kemudian masuk ke surga," tandasnya.
Advertisement
7 Golongan yang Masuk Surga dengan Mudah
Menukil almanhaj.or.id,
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ فِيْ ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ: اَلْإِمَامُ الْعَادِلُ، وَشَابٌّ نَشَأَ بِعِبَادَةِ اللهِ ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْـمَسَاجِدِ ، وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللهِ اِجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ ، وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ ، فَقَالَ : إِنِّيْ أَخَافُ اللهَ ، وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِيْنُهُ ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ
Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tujuh golongan yang dinaungi Allâh dalam naungan-Nya pada hari dimana tidak ada naungan kecuali naungan-Nya: (1) Imam yang adil, (2) seorang pemuda yang tumbuh dewasa dalam beribadah kepada Allâh, (3) seorang yang hatinya bergantung ke masjid, (4) dua orang yang saling mencintai di jalan Allâh, keduanya berkumpul karena-Nya dan berpisah karena-Nya, (5) seorang laki-laki yang diajak berzina oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan lagi cantik, lalu ia berkata, ‘Sesungguhnya aku takut kepada Allâh.’ Dan (6) seseorang yang bershadaqah dengan satu shadaqah lalu ia menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfaqkan tangan kanannya, serta (7) seseorang yang berdzikir kepada Allâh dalam keadaan sepi lalu ia meneteskan air matanya.
Imam an-Nawawi RA memasukkan hadits ini dalam kitabnya, Riyâdhush Shâlihîn pada bab “Keutamaan Cinta karena Allâh”.
Mencinta seseorang hanya karena Allâh Azza wa Jalla adalah cinta yang tidak dapat dinodai oleh unsur-unsur keduniaan, ketampanan, harta, kedudukan, fasilitas, suku, bangsa dan yang lainnya.
Akan tetapi dia melihat dan mencintai seseorang karena ketaatannya dalam melaksanakan perintah Allâh Azza wa Jalla dan kekuatannya dalam meninggalkan larangan-Nya. Al-Hâfizh Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, “Disebut dengan dua orang yang saling mencintai di jalan Allâh, di mana ia berpisah dan berkumpul karena-Nya, yaitu apabila keduanya saling mencintai karena agama, bukan karena yang lainnya. Dan cinta agama ini tidak putus karena dunia, baik dia berkumpul secara hakiki atau tidak, sampai kematian memisahkan keduanya.”
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh al-Humaidi disebutkan bahwa yang dimaksud yaitu dia berkumpul di atas kebaikan. Kemudian sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
تَفَرَّقَا عَلَيْهِ
Keduanya berpisah karena-Nya.
Yaitu keduanya berkumpul dan berpisah hanya karena Allâh Azza wa Jalla , badannya terpisah karena safar atau kematian tetapi ruhnya tetap berkumpul di atas manhaj Allâh Azza wa Jalla .
Sebagaimana yang disebutkan pada sebuah hadis dari ‘Aisyah Radhiyallahu anha, ia berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اَلْأَرْوَاحُ جُنُوْدٌ مُجَنَّدَةٌ فَمَا تَعَارَفَ مِنْهَا اِئْتَلَفَ، وَمَا تَنَاكَرَ مِنْهَا اِخْتَلَفَ
Ruh-ruh itu selalu terkumpul dan terhimpun, siapa yang kenal ia akan berkumpul; dan siapa yang tidak saling mengenal, maka ia berpisah[14]
Hal ini juga berlaku bagi dua orang wanita Muslimah yang saling mencintai karena Allâh Azza wa Jalla , yaitu cinta dalam rangka melaksanakan ketaatan kepada Allâh Azza wa Jalla.
Oleh sebab itu, apabila kita mencintai seseorang karena ketaatannya dalam melaksanakan ketaatan kepada Allâh Azza wa Jalla dan kesungguhannya dalam menjauhi larangan-Nya, maka dianjurkan oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar kita memberitahukan kepadanya.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda Cingebul