Timwas DPR Minta Jemaah Tak Punya Visa Haji Segera Pulang ke Tanah Air

Penggunaan visa non-haji berdampak buruk pada penyelenggaraan ibadah haji, terutama terkait melebihi kapasitas di Arafah dan Mina.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 15 Jun 2024, 16:11 WIB
Diterbitkan 15 Jun 2024, 16:09 WIB
Haji
Masjidil Haram kembali dipadati jemaah setelah rangkaian puncak ibadah haji berakhir. Jemaah berjubel melaksanakan sai dari bukit Safa ke Marwa. (Liputan6.com/Nafiysul Qodar)

Liputan6.com, Jakarta - Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR RI meminta jemaah calon haji 1445 Hijriah yang tidak memiliki visa haji agar segera kembali ke tanah air.

Ketua Komisi VIII DPR RI Ashabul Kahfi mengungkapkan, jika jemaah yang tidak memiliki visa haji tetap memaksakan diri bakal terancam sanksi berat dari Pemerintah Arab Saudi.

"Termasuk denda 10.000 rial dan larangan masuk ke Arab Saudi selama sepuluh tahun," kata Ashabul Kahfi di Kantor Daerah Kerja Bandara Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, Bandara Internasional King Abdul Aziz, Jeddah, dilansir dari Antara, Sabtu (15/6/2024).

Ashabul mengonfirmasi, meski ada yang telah ditangkap dan dideportasi, masih terdapat jemaah calon haji Indonesia tanpa visa haji yang berada di Makkah.

Di sisi lain, pemerintah setempat menegaskan akan menindak mereka yang menggunakan visa non-haji, termasuk visa ziarah dan umrah.

"Berdasarkan informasi yang kami dapatkan, cukup banyak jemaah calon haji yang masih berusaha melaksanakan ibadah haji dengan visa non-haji," ucap Ashabul.

Menurut dia, penggunaan visa non-haji berdampak buruk pada penyelenggaraan ibadah haji, terutama terkait melebihi kapasitas di Arafah dan Mina.

"Jika jemaah sudah overcapacity (melebihi kapasitas), akan mengganggu kenyamanan, ketertiban, dan bahkan keselamatan jemaah," tambah Ashabul.

Ia mencontohkan kejadian pada 2023 lalu. Ketika itu, tenda di Mina yang seharusnya diisi oleh 200 orang, justru diisi hingga 400 orang oleh jemaah yang tidak menggunakan visa haji.

"Ini membuat Kementerian Agama terlihat bertanggung jawab atas kekacauan tersebut, padahal ini ulah oknum-oknum tidak bertanggung jawab," ungkap Ashabul.

Untuk memasuki Armuzna (Arafah, Muzdalifah, dan Mina), tambah dia, jemaah haji harus memiliki tasrih. Menurut Ashabul, banyaknya jemaah visa non-haji yang memiliki tasrih ini menunjukkan adanya pihak-pihak tak bertanggung jawab yang membantu mereka secara ilegal.

Di sisi lain, dia mengatakan bahwa masalah ini muncul akibat tingginya animo umat Islam di Indonesia untuk berhaji dan lamanya masa tunggu.

"Karena antrean panjang hingga 40 tahun, muncul upaya-upaya lain untuk berhaji dengan visa non-haji," katanya.

Setelah penyelenggaraan ibadah haji tahun ini, Komisi VIII DPR akan mengadakan rapat kerja dengan Kementerian Agama dan mengundang Pemerintah Arab Saudi serta Kementerian Perhubungan untuk mencari solusi atas persoalan tersebut.

"Kami perlu menemukan solusi bersama untuk mengatasi masalah penggunaan visa non-haji ini," ucap Ashabul.

Pansus Haji Akan Fokus Pada Anggaran Hingga Kuota Haji

Anggota Komisi VIII DPR RI sekaligus Timwas Haji, Diah Pitaloka saat berbincang dengan wartawan di Arab Saudi. (Istimewa)
Anggota Komisi VIII DPR RI sekaligus Timwas Haji, Diah Pitaloka saat berbincang dengan wartawan di Arab Saudi. (Istimewa)

Tim Pengawas Haji DPR RI, berencana membuat panitia khusus haji atau pansus. Anggota Komisi VIII DPR RI sekaligus Timwas Haji, Diah Pitaloka, mengatakan bahwa pansus dibentul lantaran DPR melihat banyaknya kebijakan yang perlu dievaluasi.

Beberapa kebijakan yang dimaksud Diah mulai dari manajemen kuota haji, manajemen anggaran haji, hingga manajemen petugas haji.

"Ini bukan hanya sifatnya normatif. Banyak sekali yang sifatnya praktis. Misalnya manajemen kuota haji, manajemen petugas haji, manajemen keuangan haji. Sistem-sitem ini kita hampir tiap tahun, waktu sangat terbatas,” kata Diah di Makkah, Arab Saudi, Kamis (14/6/2024).

Menurut Diah, dengan dibentuknya Pansus Haji, pendekatan yang dilakukan dalam mengatasi permasalahan bisa lintas sektor. Sebab, masalah kebijakan haji, melibatkan banyak kementerian.

"Untuk perubahan kebijakan, kita butuh masukan dari berbagai variabel dan ruang untuk penyelenggaraan haji. Bisa jadi masukan untuk Kemenlu dalam diplomasi. Kemendag, apa yang membuat makanan Indonesia kalah kompetisi dengan makanan Indonesia. Masukan-masukan ini yang perlu kita telaah,” ucap dia.

Nantinya dengan adanya pansus tersebut, Diah mengatakan evaluasinya akan sampai ke titik efisiensi anggaran.

Bisa jadi masukan untuk UU perubahan haji, tentunya evaluasinya akan sampai ke titik-titik efisiensi anggaran atau juga kita bisa melihat lebih dalam kalau sifatnya pansus,” tutur Diah.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya