Berbakti pada Orangtua, Apakah Anak Wajib Menafkahi? Ini Penjelasannya

Manusia diperintahkan untuk senantiasa berbakti pada orangtua. Adapun kebaktian anak terhadap orangtua dapat berupa nafkah kepada mereka. Lantas kapan waktunya dan berapa besaran nafkah tersebut?

oleh Putry Damayanty diperbarui 24 Jul 2024, 18:30 WIB
Diterbitkan 24 Jul 2024, 18:30 WIB
Ilustrasi orang tua, lanjut usia, lansia
Ilustrasi orang tua, lanjut usia, lansia. (Image by Lifestylememory on Freepik)

Liputan6.com, Jakarta - Sudah menjadi kewajiban seorang anak untuk berbakti pada kedua orangtuanya. Sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah dalam surah Luqman ayat 14-15.

Dalam surat tersebut, Allah meminta manusia untuk berbakti kepada orangtua dalam segala hal. Kaih dan sayang orangtua terhadap anaknya tak akan pernah terbalas.

Demi menghidupi anak-anaknya mereka rela bekerja dan melakukan apa pun siang dan malam. Tanpa memikirkan rasa lelah dan hanya mengharapkan agar anak-anaknya bisa menjadi seseorang yang sukses di kemudian hari.

Lantas, bagaimana jika orangtua sudah menua, dan anak-anaknya telah sukses, apakah anak memiliki kewajiban untuk menafkahi kedua orangtuanya?

Apa ukuran orangtua harus dibantu oleh anak-anaknya dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari? Berikut ulasannya melansir dari laman NU Online.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan ini:


Kewajiban Berbakti kepada Orangtua

Ketidakstabilan mental orangtua
Ketidakstabilan mental orangtua. (Foto: Freepik)

Manusia diperintahkan untuk membantu kedua orangtua baik selagi hidup maupun ketika keduanya sudah wafat. Adapun kebaktian anak terhadap orangtua dalam bentuk nafkah berupa makanan pokok adalah wajib selagi anak itu mampu membantu orangtuanya.

وإنما تجب نفقة الوالدين بشروط منها يسار الولد والموسر من فضل عن قوته وقوت عياله في يومه وليلته ما يصرفه إليهما فإن لم يفضل فلا شيء عليه لإعساره 

Artinya: Kedua orangtua wajib dinafkahi oleh anaknya dengan syarat antara lain kelapangan rezeki anak yang bersangkutan. Batasan kelapangan rezeki adalah mereka yang memiliki kelebihan harta setelah menutupi kebutuhan makanan pokok dirinya dan anak-istrinya sehari-semalam itu di mana kelebihan itu dapat diberikan kepada kedua orangtuanya. Jika anak itu tidak memiliki kelebihan harta, maka ia tidak berkewajiban apapun atas nafkah kedua orangtuanya lantaran kesempitan rezeki yang bersangkutan (Lihat Taqiyudin Abu Bakar Al-Hushni, Kifayatul Akhyar, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah, 2001 M/1422 H, halaman 577).

Meski demikian, tentunya tidak setiap orangtua memerlukan bantuan nafkah dari anaknya. Orangtua yang berhak menerima bantuan nafkah dari anak adalah mereka yang memenuhi dua syarat mustahik nafkah. 


Orangtua yang Wajib Dinafkahi oleh Anak

Dompet Kontinental
Ilustrasi Dompet Kontinental. (Shutterstock/Inna Vlasova)

Secara rinci kedua orangtua yang berhak menerima nafkah anaknya adalah mereka yang tidak kaya, tidak sehat, dan tidak waras.   

الْفَقْر وَالزَّمَانَة) فالزمن الغني او الفقير القوي لا تجب نفقته (أَوْ الْفَقْر وَالْجُنُون) فالمجنون الغني او الفقير العاقل لا تجب نفقته

Artinya: [Adapun orangtua wajib dinafkahi keturunannya dengan dua syarat atau salah satunya, yaitu (pertama kefakiran dan penyakit kronis) penderita penyakit kronis yang kaya atau orang fakir yang sehat-gagah tidak wajib dinafkahi, (atau kedua kefakiran dan kegilaan), orang gila yang kaya atau orang fakir yang waras tidak wajib dinafkahi (KH Afifuddin Muhajir, Fathul Mujibil Qarib, Situbondo, Al-Maktabah Al-As‘adiyah, cetakan pertama, 2014 M/1434 H, halaman 169). 

Tetapi bagaimanapun, seorang anak tetap diharuskan untuk berbakti kepada kedua orangtuanya sesuai dengan kondisi keuangannya, tidak perlu memaksakan diri secara rutin dengan besaran tertentu. 

ونفقة القريب لا تقدر، بل هي بقدر الكفاية وتختلف بالكبر والصغر والزهادة والرغبة... فلو ترك الإنفاق على قريبه حتى مضى زمان لم تصر دينا سواء تعدى أم لا لأنها شرعت على سبيل المواساة بخلاف نفقة الزوج لأنها عوض والله أعلم

Artinya: Nafkah untuk kerabat (baik usul yaitu ayah-ibu dan kakek-nenek ke atas maupun furu’ yaitu anak-cucu ke bawah) tidak ditentukan batasannya, tetapi sewajarnya. Nafkah untuk kerabat itu berbeda ukurannya sesuai dengan usia dewasa atau di bawah dewasa, kezuhudan atau kekurangzuhudannya... Kalau seseorang tidak menafkahi kerabatnya hingga beberapa waktu baik karena kelalaian atau bukan, maka tidak dihitung utang karena nafkah kerabat disyariatkan untuk membantu saja sifatnya, berbeda dari nafkah istri karena nafkah istri merupakan semacam imbalan. Wallahu a‘lam (Taqiyudin Abu Bakar Al-Hushni, Kifayatul Akhyar, Beirut, Darul Fikr, 1994 M/1414 H, juz II, halaman 115).

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya