Cerita Ustadz Salim A Fillah Dakwah di 50 Dusun eks-PKI, Sempat Takut ke Kaum Santri

Dakwah secara bertahap pernah dilakukan Ustadz Salim saat mengenalkan ajaran dan nilai-nilai Islam di dusun yang ditinggali oleh mantan pengikut Partai Komunis Indonesia (PKI).

oleh Muhamad Husni Tamami diperbarui 05 Sep 2024, 00:30 WIB
Diterbitkan 05 Sep 2024, 00:30 WIB
Ustadz Salim A Fillah
Ustadz Salim A Fillah (YouTube Abdel Achrian)

Liputan6.com, Jakarta - Pendakwah asal Yogyakarta, Ustadz Salim Akhukum Fillah memandang bahwa proses dakwah kepada masyarakat harus dilakukan secara bertahap, tidak bisa inqilabi atau revolusioner langsung seperti membalikkan telapak tangan. Kata dia, dakwah itu harus berproses.

Dakwah secara bertahap pernah dilakukan Ustadz Salim A Fillah saat mengenalkan ajaran dan nilai-nilai Islam di dusun yang ditinggali oleh mantan pengikut Partai Komunis Indonesia (PKI). Ustadz Salim mengakui jika perjuangan dakwahnya di daerah eks-PKI tidaklah mudah. 

“Kebetulan di 50 dusun binaan kami itu dulu daerahnya Merapi-Merbabu Complex (MMC). Daerah Merapi-Merbabu Complex itu di tahun 66 adalah tempat pelarian dari teman-teman kita yang terlibat atau dituduh terlibat dalam G30S/PKI,” tutur Ustadz Salim, dikutip dari YouTube Abdel Achrian, Rabu (4/9/2024).

Ustadz Salim mengatakan, saat terjadi penumpasan G30S/PKI, Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) yang dipimpin oleh Edhie Wibowo menggandeng kalangan santri seperti Banser. Banser dilatih untuk ikut melakukan penumpasan PKI.

“Nah mereka yang ketakutan ini baik yang betul-betul terlibat ataupun tertuduh terlibat meskipun mereka tidak mengerti apa apa larinya ke daerah sini (Merapi-Merbabu Complex). Mereka kemudian mendirikan dusun-dusun di situ. Beranak-pinak, berketurunan di situ,” katanya.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

Trauma Anak Keturunan eks-PKI

Ustadz Salim A Fillah dan Abdel Achrian
Ustadz Salim A Fillah dan Abdel Achrian (YouTube Abdel Achrian)

Menurut Ustadz Salim, secara sosiologis anak keturunan mereka punya trauma kepada orang yang bersarung. Secara khusus, mereka trauma kepada kalangan santri atau orang-orang yang punya label Islam kuat.

Mereka pun akhirnya kurang mengenal Islam, bahkan kebanyakan tidak punya agama.

“Nah sementara di situ mereka dulu awalnya kebanyakan memang agamanya itu setrip, gak ada di KTP. Itu kemudian mereka mengikuti aliran-aliran kepercayaan,” terangnya.

Sejak tahun 1978, di zaman Presiden Soeharto mulai ada pembinaan kerohanian. Mulailah eks-PKI dan keturunannya dikenalkan dengan Islam. Secara perlahan mereka menerima Islam.

Strategi Dakwah

Ustadz Salim A Fillah
Ustadz Salim A Fillah (YouTube Abdel Achrian)

Strategi dakwah yang dilakukan Ustadz Salim adalah dakwah yang membawa manfaat. Erupsi Merapi tahun 2010 menjadi pintu dakwah dia kepada mereka. Ustadz Salim dan timnya pun gencar memberikan bakti sosial.

Sejak saat itu, Ustadz Salim sering melakukan pembinaan. Sampai akhirnya punya gerakan ekonomi tanpa riba dengan membentuk simpan pinjam tanpa riba. Sebanyak 1.000 kepaal keluarga menjadi nasabah gerakan ini. 

“Kita punya projek pipanisasi air untuk dusun-dusun. Kita punya projek-projek pembinaan. Nah akhirnya kan masyarakat mulai menerima karena dengan manfaat-manfaat yang mereka dapatkan,” kata Ustadz Salim.

Ketika mereka sudah mulai terbuka, Ustadz Salim mengutus santri-santrinya setiap pekan untuk menghidupkan masjid dan taman pendidikan Al-Qur’an (TPA). Santri-santrinya juga ikut bersosialisasi dengan mereka sambil berdakwah. 

“Sehingga kehadiran santri kita itu diterima. Masyarakat mendapatkan manfaat dan dari situ akhirnya mereka ikut mau dibimbing,” cerita Ustadz Salim.

Menurut Ustadz Salim, kehadiran pesantren sejatinya harus bisa berkontribusi kepada masyarakat sekitarnya. “Insya Allah pesantren salah satu modal sosial luar biasa bagi bangsa Indonesia untuk pemberdayaan masyarakat,” katanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya