Liputan6.com, Jakarta - Ustadz Adi Hidayat (UAH) mengingatkan umat Islam agar tidak terlalu risau dengan cacian atau hinaan dari orang lain. Menurutnya, cacian merupakan hal yang biasa dialami setiap orang, bahkan oleh sosok-sosok terhormat dalam sejarah agama.
Hal ini diungkapkannya dalam ceramah yang dikutip dari kanal YouTube @Dakwahislam1222. Dalam ceramah tersebut, UAH mengutip pandangan Imam Syafi'i mengenai cacian yang diterima manusia selama hidupnya.
"Hidup itu tidak akan pernah lepas dari cacian. Allah SWT pun dicaci, malaikat dicaci, nabi dicaci, sahabat dicaci, tabiin dicaci, ulama juga dicaci," ucapnya, mengutip Imam Syafi'i.
Advertisement
Lebih lanjut, UAH menekankan bahwa menghadapi cacian adalah bagian dari kehidupan. Ia juga menyarankan untuk tidak terlalu memikirkan cacian tersebut, apalagi jika itu hanya terjadi di media sosial.
"Lihat saja di media sosial, ada yang mencela ini, ada yang mencela itu. Tapi untuk apa kita merespons? Abaikan saja. Kalau merasa ada yang salah, perbaiki. Kalau tidak merasa, ya tidak usah dipedulikan," katanya.
Menurut UAH, sikap yang diambil ketika menghadapi hinaan atau cercaan sangat penting. Ia menganjurkan umat Islam untuk mencontoh keteladanan Imam Syafi'i, yang tetap tenang dan tidak membalas cacian yang ditujukan kepadanya.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Kisah Imam Syafi
Imam Syafi'i, kata UAH, pernah dihujat oleh seseorang, tetapi tetap bersikap bijaksana dan penuh kesabaran.
Ustadz Adi Hidayat juga mengisahkan bagaimana seorang murid Imam Syafi'i suatu ketika mengadu bahwa ada orang yang menghujat sang imam di belakangnya.
Meski demikian, Imam Syafi'i tetap menghormati orang tersebut karena saat berhadapan langsung, orang itu menunjukkan sikap yang baik.
"Imam Syafi'i hanya menjawab, 'Alhamdulillah, saya masih dihormati karena dia masih senyum-senyum di depan saya. Itu sudah cukup menunjukkan wibawa saya,'" jelas UAH.
Dari kisah ini, UAH ingin menyampaikan pesan bahwa orang yang menjelekkan atau mencaci tidak perlu ditanggapi secara berlebihan.
Sebagai umat Islam, fokus utama haruslah pada perbaikan diri dan tetap menjaga sikap tenang ketika menghadapi fitnah atau cercaan.
Menurutnya, bahkan ketika seseorang dihina, ada nilai tersendiri dalam menerima cercaan dengan lapang dada.
"Jika cacian datang, kita bisa memperbaiki diri jika ada kesalahan. Namun jika kita yakin tidak ada yang salah, maka biarkan saja. Allah-lah yang akan membalas segala amal kita," tutur UAH.
Ustadz Adi Hidayat juga menekankan bahwa fitnah dan cercaan adalah bagian dari ujian dalam kehidupan. Ia mengingatkan bahwa orang-orang terdekat dengan Allah, seperti para nabi dan sahabat, juga tidak luput dari fitnah dan hinaan.
Advertisement
Berikut Ajakan UAH
"Nabi Muhammad SAW, meski dikenal dengan kejujurannya, tetap mendapatkan cacian dan hinaan. Maka dari itu, kita sebagai umatnya harus belajar dari keteladanan beliau dalam menghadapi cercaan," ucapnya.
UAH juga mengajak umat Islam untuk lebih banyak melakukan introspeksi diri daripada merespons cacian dengan kemarahan. "Jika kita selalu sibuk membalas setiap cercaan, kapan kita punya waktu untuk memperbaiki diri?" tegasnya.
Lebih jauh, UAH juga mengingatkan bahwa orang yang mencaci sebenarnya lebih merugikan dirinya sendiri.
"Orang yang mencaci hanya menunjukkan kekurangan dirinya. Maka janganlah kita ikut terlibat dalam keburukan tersebut dengan meresponsnya secara negatif," ujarnya.
Dalam menutup ceramahnya, UAH menyarankan agar umat Islam tetap istiqamah dalam berbuat kebaikan, meskipun sering kali menghadapi berbagai fitnah dan cercaan.
"Hiduplah dengan tenang, fokus pada ibadah, dan jangan biarkan cacian orang lain mengganggu kebahagiaan kita," pungkasnya.
Pesan ini menjadi pengingat penting bahwa kesabaran dalam menghadapi cacian adalah bagian dari akhlak yang harus dimiliki setiap Muslim.
Mengutip kembali Imam Syafi'i, UAH menegaskan bahwa wibawa seseorang tidak berkurang hanya karena hinaan dari orang lain, melainkan justru semakin terlihat saat mampu bersikap bijak dalam menghadapi segala ujian
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul