Perdana Menteri Palestina Minta Parlemen Eropa Hadapi Israel yang Melarang UNRWA Beroperasi di Gaza

Ia mendesak delegasi tersebut untuk "berhadapan dengan keputusan Israel yang melarang UNRWA beroperasi, yang secara politis bertujuan menghapus hak pengungsi Palestina untuk kembali dan memperburuk kondisi kemanusiaan di wilayah Palestina."

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 04 Nov 2024, 22:30 WIB
Diterbitkan 04 Nov 2024, 22:30 WIB
Resmi, Israel Umumkan Putus Kerja Sama dengan UNRWA
Pengumuman tersebut disampaikan Duta Besar Israel untuk PBB Danny Dannon. Ia mengumumkan bahwa negaranya telah memutuskan kerja sama dengan Badan Bantuan dan Pekerjaan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi Palestina (UNRWA). (Zain JAAFAR/AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Perdana Menteri Palestina, Mohammad Mustafa, pada Minggu (3/11) mendesak Parlemen Eropa menghadapi keputusan Israel yang melarang Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) beroperasi di wilayah pendudukan Palestina.

Mustafa bertemu delegasi Parlemen Eropa di kantornya di Ramallah, wilayah pendudukan Tepi Barat, menurut pernyataan kantor perdana menteri.

Ia mendesak delegasi tersebut untuk "berhadapan dengan keputusan Israel yang melarang UNRWA beroperasi, yang secara politis bertujuan menghapus hak pengungsi Palestina untuk kembali dan memperburuk kondisi kemanusiaan di wilayah Palestina."

Melansir Anadolu via Antara, pada 28 Oktober, sebanyak 92 dari 120 anggota Knesset (parlemen Israel), memberi suara mendukung larangan kegiatan UNRWA di wilayah pendudukan Palestina, sebuah langkah yang dikecam banyak negara Eropa dan Barat serta organisasi internasional.

 

 

Simak Video Pilihan Ini:

Tuduhan Tanpa Dasar Israel

Israel menuduh beberapa karyawan UNRWA terlibat dalam serangan lintas batas oleh kelompok Palestina Hamas pada 7 Oktober 2023, dengan dalih bahwa program pendidikan badan tersebut “mempromosikan terorisme dan kebencian.”

UNRWA, yang berkantor pusat di Sheikh Jarrah, Yerusalem Timur, membantah tuduhan tersebut dan menegaskan bahwa mereka tetap netral, dan hanya berfokus pada dukungan untuk pengungsi.

Sejak serangan Hamas pada Oktober lalu, Israel terus melancarkan serangan dahsyat di Gaza, meskipun ada resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera.

Lebih dari 43.300 orang tewas, sebagian besar adalah wanita dan anak-anak, dan lebih dari 102.000 lainnya terluka, menurut otoritas kesehatan setempat.

Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) atas tindakannya di Gaza.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya