Yang Terjadi ketika Seorang Pemuda Hasud kepada Mbah Hamid Pasuruan, Kisah Karomah Wali

Salah satu kisah yang menariknya adalah tentang Mbah Hamid dengan seorang pemuda. Kisah ini diceritakan langsung oleh Habib Umar Muthohar.

oleh Muhamad Husni Tamami diperbarui 02 Des 2024, 12:30 WIB
Diterbitkan 02 Des 2024, 12:30 WIB
kiai hamid 2
Kiai Abdul Hamid Pasuruan (Nu Online)

Liputan6.com, Jakarta - KH Abdul Hamid Pasuruan atau yang lebih dikenal dengan Mbah Hamid merupakan salah satu ulama kharismatik di zamannya. Banyak kisah karomah tentang beliau yang penuh hikmah dan dapat menjadi pelajaran bagi muslim masa kini.

Salah satu kisah karomah yang menarik adalah tentang Mbah Hamid dengan seorang pemuda. Kisah ini diceritakan langsung oleh Habib Umar Muthohar yang ditayangkan di YouTube NU Online, dinukil pada Ahad (1/12/2024).

"Ini cerita Kiai Hamid Pasuruan, beliau sudah mu'tabar, beliau waliyullah, gak ada pertentangan dari kalangan kiai mana pun. Setahu saya bahwa Kiai Hamid Pasuruan ini waliyullah," kata Habib Umar Muthohar.

Mbah Hamid Pasuruan mempunyai kebiasaan membaca wirid setelah tuntas melaksanakan sholat Subuh. Ia tidak keluar dari masjid kecuali setelah sholat Dhuha. Antara masjid dan rumah kediaman Mbah Hamid terhalang oleh rumah-rumah penduduk.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Kisah Mbah Hamid dan Pemuda Hasud

kiai hamid 1
Kiai Abdul Hamid Pasuruan (Nu Online)

Suatu ketika, Mbah Hamid keluar dari masjid hendak menuju rumahnya. Namun, di luar masjid sudah banyak orang yang menunggunya untuk bermushafahah atau bersalaman kepada Mbah Hamid dengan niat tabarruk kepada waliyullah.

Karena terlalu banyak orang yang ingin bersalaman, sehingga Mbah Hamid meminta untuk tidak usah bersalaman. "Sudah tidak perlu salaman, saya doakan saja," ucap Mbah Hamid.

Di antara orang yang berkerumun itu, ada seorang pemuda yang mungkin tidak tahu kehidupan sesungguhnya kiai dan ulama. Pemuda itu hasud dan menganggap jadi seorang tokoh agama enak karena banyak yang menghormati.

"Jadi kiai enak ya, baru turun dari masjid saja yang menunggu salaman begitu banyaknya. Kalau begini, satu orang memberi satu amplop jadi sudah berapa yang didapat," kata batin pemuda tersebut.

Mbah Hamid yang memiliki keistimewaan (kasyaf) dari Allah diberikan penglihatan atau pengetahuan yang orang lain tidak tahu. Dengan karomahnya, ia mengetahui isi hati pemuda tersebut.

Kemudian pemuda yang membatin itu dipanggil oleh Mbah Hamid. "Sini… sini… ikut saya," ajak Mbah Hamid.

Buktikan jadi Ulama Tidak Mudah

Pertemuan kali ini digelar usai Gus Ipul dan KH Idris Hamid berziarah ke makam KH Abdul Hamid yang berada tepat di belakang masjid Jami Pasuruan.
Pertemuan kali ini digelar usai Gus Ipul dan KH Idris Hamid berziarah ke makam KH Abdul Hamid yang berada tepat di belakang masjid Jami Pasuruan.

Singkatnya, pemuda tersebut diajak jalan-jalan dengan mengendarai mobil keliling kota Pasuruan. Sebelum menaiki mobil, pemuda tersebut diperintahkan Mbah Hamid membawa gelas yang penuh dengan air.

"Bawa gelas ini dan jagalah jangan sampai tumpah," perintah Mbah Hamid. Karena perintah Mbah Hamid, pemuda itu hanya mengiyakan saja. Ia menjaga airnya agar tidak tumpah sepanjang jalan yang bergelombang.

Selesai keliling kota, pemuda itu diajak duduk oleh Mbah Hamid. "Kamu tadi saya suruh jaga air yang penuh di gelas jangan sampai tumpah itu kamu laksanakan?" tanya Mbah Hamid.

"Ia saya laksanakan," jawabnya.

"Susah nggak?" tanyanya lagi.

"Ya tentu susah Mbah. Itu sudah saya jaga begini saja masih ada yang tumpah," jawab pemuda tersebut.

"Nah, ulama menjaga keimanannya masyarakat itu jauh lebih susah daripada kamu jaga air supaya gak tumpah," jelas Mbah Hamid.

Perbincangan ini sekaligus menyinggung batin pemuda tadi yang berpikiran bahwa para ulama itu hanya tentang menerima amplop atau hadiah saja.

"Para kiai, para ulama, para solihin, para auliya, para habaib punya tugas jaga keimanannya masyarakat. Bisa melalui pengajian, majelis dzikir, majlis maulid, majlis manaqib, majelis nariyah. Itu semua dalam rangka menjaga keimanan, itu gak gampang," tutur Habib Umar Muthohar.

Wallahu a’lam.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya