Liputan6.com, Jakarta - Dalam kehidupan beragama, banyak orang memahami bahwa ibadah merupakan kunci utama dalam meraih ridha Allah. Namun, ada aspek lain yang tak kalah penting, yakni berpikir secara mendalam tentang kehidupan dan penciptaan.
Pemikiran yang tajam dan reflektif ternyata bisa bernilai lebih tinggi daripada sekadar beribadah bertahun-tahun.
Advertisement
Konsep ini mungkin terdengar mengejutkan bagi sebagian orang. Bagaimana mungkin berpikir bisa lebih utama daripada ibadah? Bukankah ibadah merupakan bukti nyata dari ketakwaan seseorang?
Advertisement
Namun, dalam beberapa riwayat dan pandangan ulama, disebutkan bahwa berpikir dengan baik bisa menghasilkan dampak yang lebih luas bagi umat.
Sebagai contoh, banyak tokoh Islam yang memberikan kontribusi besar karena pemikiran mereka. Para ilmuwan Muslim di masa keemasan Islam, seperti Ibnu Sina dan Al-Farabi, bukan hanya ahli dalam ilmu agama, tetapi juga dalam sains dan filsafat. Mereka tidak hanya beribadah secara pribadi, tetapi juga berpikir untuk kemaslahatan banyak orang.
Pemikiran mendalam tentang agama, ilmu, dan kehidupan tidak hanya memberikan manfaat bagi diri sendiri tetapi juga bagi orang lain. Oleh karena itu, berpikir dengan bijak dan mencari hikmah dalam setiap kejadian menjadi bagian penting dalam perjalanan seorang Muslim.
Ulama alim alamah asal Rembang KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau yang lebih dikenal sebagai Gus Baha menjelaskan tentang pentingnya berpikir dalam kehidupan seorang mukmin. Menurutnya, seseorang yang mampu berpikir dengan baik dapat memiliki derajat yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang hanya beribadah secara rutin tanpa pemahaman yang mendalam.
Dikutip dari video di kanal YouTube @santrigayeng, Gus Baha menyampaikan bahwa berpikir sejenak dengan benar bisa lebih utama daripada ibadah yang dilakukan selama puluhan tahun.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Jika Berpikir Secara Serius, Bisa Samai Ibadah Selama Ini
Menurut Gus Baha, seorang yang berpikir sesaat dengan serius dapat menyamai nilai ibadah selama 60 tahun. Ia mencontohkan bahwa jika seseorang berpikir dengan benar sebanyak dua kali dalam hidupnya, maka ia seakan-akan telah beribadah selama 120 tahun.
"Jadi, kalau kamu berpikir sesaat, dua kali, sudah seperti ibadah 120 tahun. Itu umurmu pasti ada kembaliannya. Umur kalian berapa sih rata-rata? Paling 60-an tahun, bisa kurang atau lebih," ujarnya dalam video tersebut.
Lebih lanjut, Gus Baha menyampaikan bahwa usia manusia adalah sesuatu yang tidak bisa dipastikan. Oleh karena itu, jika seseorang hanya mengandalkan ibadah sepanjang hidupnya tanpa disertai pemikiran yang mendalam, ia bisa kehilangan kesempatan untuk memberikan manfaat lebih luas kepada masyarakat.
Ia menegaskan bahwa orang yang berpikir sesaat dengan serius bisa memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang kehidupan. Bahkan, hal-hal sederhana sekalipun dapat menjadi bahan renungan yang menghasilkan hikmah besar.
Dalam pembahasannya, Gus Baha menyoroti perbedaan antara ahli ibadah dan orang yang berpikir. Ia mengungkapkan bahwa ada kecenderungan egoisme dalam ibadah, di mana seseorang hanya berorientasi pada pahala pribadi dan masuk surga tanpa memikirkan kemaslahatan yang lebih luas.
"Orang ibadah itu, ya tetap saleh. Bagaimanapun, masuk surga itu bukti kesalehan. Tapi, tetap tidak bisa dibandingkan dengan orang yang berpikir dengan serius dan mendalam, misalnya, ia berpikir tentang mengabdi pada Islam, pada umat dan kehidupan," jelasnya.
Dalam penjelasannya, Gus Baha mengutip pendapat Ibnu Hajar Al-Asqolani. Menurut ulama tersebut, seorang alim yang berpikir sesaat lebih utama dibandingkan seorang abid yang beribadah selama 60 tahun.
Advertisement
Berpikir Bisa Hasilkan Solusi untuk Banyak Orang
Ia mencontohkan bagaimana seorang yang berpikir bisa memberikan solusi bagi kehidupan banyak orang. Misalnya, ketika melihat anak-anak kecil di lingkungan sekitar yang belum memahami thaharah (bersuci), seseorang yang berpikir akan mencari cara agar mereka mendapatkan ilmu dengan membuka pengajian atau mendirikan madrasah.
Sebaliknya, seorang ahli ibadah yang tidak terbiasa berpikir akan cenderung hanya memikirkan keselamatan dirinya sendiri. Ia akan fokus pada ibadahnya sendiri tanpa berusaha memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitar.
Gus Baha menegaskan bahwa inilah letak keunggulan orang yang berpikir dibandingkan dengan sekadar ahli ibadah. Berpikir dengan baik akan menghasilkan solusi yang lebih luas untuk kemaslahatan umat.
Oleh karena itu, seorang mukmin sebaiknya tidak hanya beribadah secara rutin tetapi juga melatih diri untuk berpikir kritis dan mendalam. Dengan demikian, mereka bisa memberikan manfaat yang lebih besar bagi banyak orang.
Pemikiran yang mendalam juga menjadi modal utama dalam menyebarkan kebaikan. Jika seseorang mampu memahami kondisi masyarakat dan memberikan solusi yang tepat, maka ia telah menjalankan peran penting dalam kehidupan beragama dan sosial.
Kesimpulannya, berpikir secara serius dan mendalam bisa menjadi ibadah yang nilainya lebih tinggi dari sekadar beribadah selama puluhan tahun. Pemahaman ini mengajarkan bahwa Islam bukan hanya soal ritual, tetapi juga tentang bagaimana memikirkan kemaslahatan umat secara keseluruhan.
Gus Baha mengajak umat Islam untuk terus belajar dan berpikir agar bisa memahami Islam dengan lebih baik. Dengan begitu, ibadah yang dilakukan tidak hanya sekadar rutinitas, tetapi juga memiliki makna yang lebih dalam bagi kehidupan.
Berpikir bukan hanya sekadar aktivitas otak, tetapi juga ibadah yang bisa memberikan manfaat luas. Maka dari itu, sudah saatnya umat Islam membiasakan diri untuk tidak hanya beribadah, tetapi juga berpikir tentang bagaimana memberikan manfaat bagi orang lain.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
