Liputan6.com, Jakarta - Tobat adalah momen penting yang membawa perubahan besar dalam kehidupan seseorang. Namun, cara menjalani tobat sering menjadi bahan diskusi menarik, terutama ketika menyangkut peran seseorang di masyarakat.
KH Ahmad Bahauddin Nursalim, atau yang lebih dikenal sebagai Gus Baha, memberikan pandangan unik mengenai hal ini. Dalam ceramahnya, Gus Baha mengingatkan bahwa tobat harus sesuai dengan peran dan tanggung jawab seseorang di tempat asalnya.
Dikutip dari tayangan video di kanal YouTube @asepsadhili3081, Gus Baha menyampaikan bahwa seorang preman pasar yang tobat tidak seharusnya meninggalkan pasarnya untuk menyapu masjid.
Advertisement
"Makanya saya sering cerita, kalau preman pasar itu tobat jangan nyapu masjid," ujar Gus Baha dengan nada ringan namun penuh makna. Menurutnya, seorang preman pasar yang tobat tetap harus berkontribusi di pasar, tempat ia sebelumnya sering membuat orang takut.
Gus Baha menekankan bahwa tobat yang sejati adalah menyeimbangkan peran dan tanggung jawab yang pernah dilanggar. Dalam kasus preman pasar, ia seharusnya mengubah pasar yang sebelumnya tidak aman menjadi lebih damai.
"Pasar itu dulu nggak aman karena dia. Jadi, sekarang harus aman karena dia juga," lanjutnya. Gus Baha menegaskan bahwa tobat bukan berarti lari dari tanggung jawab, melainkan memperbaiki apa yang telah dirusak.
Baca Juga
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Sitir Kasus Umar bin Khattab
Cerita ini menjadi relevan ketika Gus Baha menghubungkannya dengan kisah Umar bin Khattab. Saat masih kafir, Umar dikenal membuat orang Islam takut. Namun setelah masuk Islam, ia justru menjadi pelindung umat Islam dan membuat orang-orang kafir segan.
"Pertama dia Islam, langsung Abu Jahal pulang. Awas kalau ganggu Rasulullah, ngadepin saya," ujar Gus Baha mencontohkan. Baginya, hal tersebut adalah contoh tobat yang seimbang dengan peran yang sebelumnya dijalani.
Gus Baha mengingatkan bahwa tobat tidak boleh hanya berakhir pada perubahan individu semata, tetapi juga harus membawa dampak positif bagi lingkungan sekitarnya.
"Jangan tobatnya bikin orang takut setelah tobat ke masjid nyapu, sementara di pasar tetap gaduh," tambahnya. Hal ini, menurut Gus Baha, adalah contoh tobat yang tidak adil atau tidak seimbang.
Dalam pandangan Gus Baha, keadilan dalam tobat adalah ketika seseorang memperbaiki kesalahan di tempat yang sama dengan konteks kesalahannya. Ini yang disebutnya sebagai "tobat yang seimbang."
Dengan nada bercanda namun tetap sarat pesan, Gus Baha menyebutkan bahwa pasar harus menjadi tempat yang aman, berkat perubahan perilaku sang preman yang tobat.
Ceramah ini mengingatkan bahwa tobat bukan hanya soal perubahan pribadi, tetapi juga tanggung jawab sosial. Sebagai bagian dari masyarakat, setiap individu memiliki kewajiban untuk menciptakan harmoni di sekitarnya.
Â
Advertisement
Islam Mengajarkan Keseimbangan
Gus Baha juga menggarisbawahi bahwa Islam mengajarkan keseimbangan dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam proses tobat.
Poin penting lainnya adalah bahwa perubahan yang terjadi harus terlihat nyata dan dirasakan oleh orang lain. Tobat bukanlah sekadar ritual individu, tetapi sebuah komitmen untuk memperbaiki kehidupan bersama.
Gus Baha mengajak para pendengarnya untuk merenungkan hal ini. "Kalau lama bikin pasar takut, ya sekarang lama bikin pasar aman. Itu tobat yang seimbang," katanya dengan tegas.
Pesan ini juga relevan untuk kehidupan sehari-hari. Setiap individu yang ingin memperbaiki diri harus memastikan bahwa perubahan tersebut memberikan manfaat bagi lingkungannya.
Gus Baha menutup dengan harapan bahwa setiap proses tobat dapat membawa kebaikan yang luas. Perubahan yang dimulai dari diri sendiri harus mampu menciptakan dampak positif yang dirasakan oleh masyarakat.
Ceramah ini menjadi pengingat bahwa Islam tidak hanya berbicara tentang hubungan individu dengan Tuhan, tetapi juga hubungan manusia dengan sesamanya.
Melalui pandangannya yang khas, Gus Baha kembali menunjukkan bahwa ajaran agama dapat diterapkan secara praktis dalam kehidupan sehari-hari.
Kisah ini menginspirasi banyak orang untuk tidak hanya berubah menjadi lebih baik, tetapi juga menjadi agen perubahan bagi lingkungan sekitarnya.
Tobat, menurut Gus Baha, bukan hanya soal meninggalkan kesalahan, tetapi juga memperbaiki apa yang telah rusak, sehingga tercipta keseimbangan yang hakiki.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul