Liputan6.com, Jakarta - Menjaga kedisiplinan waktu dalam bekerja sering kali dianggap hal sepele. Padahal, ketepatan waktu memiliki dampak besar, termasuk terhadap keberkahan gaji yang diterima.
KH Yahya Zainul Ma'arif, yang lebih dikenal sebagai Buya Yahya, pengasuh Lembaga Pengembangan Da'wah dan Pondok Pesantren Al-Bahjah di Cirebon, memberikan pandangan tegas mengenai hal ini.
Advertisement
Dalam penjelasannya, Buya Yahya menyoroti pentingnya disiplin sebagai cerminan iman seseorang. “Orang yang beriman mestinya memiliki kedisiplinan tinggi. Jangan anggap remeh keterlambatan, meskipun hanya sepuluh menit,” ujar Buya Yahya, dikutip dari kanal YouTube @dechannel_12.
Advertisement
Ia menegaskan, sepuluh menit yang hilang setiap hari akan berdampak besar jika diakumulasikan. Hitungan waktu yang terbuang itu bisa menjadi bagian dari gaji yang tidak halal.
Menurutnya, gaji yang diperoleh dengan mengabaikan tanggung jawab waktu kerja mengandung unsur kezaliman. Hal ini karena gaji diberikan untuk kerja yang sesuai kesepakatan, termasuk hadir tepat waktu.
Buya Yahya juga menyampaikan kritik terhadap kebiasaan sebagian orang yang sering terlambat hingga dianggap wajar. “Jika keterlambatan sudah menjadi kebiasaan, maka itu bukan lagi hal yang bisa dimaafkan,” tegasnya.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Tidak Disiplin Sama dengan Kezaliman
Ia mengingatkan bahwa urusan ini memiliki hitungan tersendiri di sisi agama. Ketidaktepatan waktu dapat menyebabkan hak orang lain terganggu.
“Orang yang membayar gaji, seperti majikan atau pemberi kerja, tentunya mengharapkan hasil kerja yang sesuai dengan waktu yang disepakati. Jika waktu tersebut diabaikan, maka ada tanggung jawab moral dan agama yang harus dipertanggungjawabkan,” lanjutnya.
Buya Yahya menjelaskan bahwa kedisiplinan waktu tidak hanya mencerminkan profesionalisme, tetapi juga integritas seseorang sebagai Muslim.
Ketidakdisiplinan waktu juga dianggap sebagai bentuk kezaliman. Hal ini disebabkan karena waktu yang tidak digunakan sesuai perjanjian bisa merugikan pihak lain, baik secara materi maupun non-materi.
Buya Yahya menambahkan, “Anak yang belajar kepada gurunya, misalnya, berhak mendapatkan waktu penuh sesuai pembayaran yang dilakukan. Jika guru datang terlambat, maka hak anak tersebut dirugikan.”
Ia mengajak umat Islam untuk lebih waspada terhadap hal-hal yang sering dianggap remeh. Ketidakdisiplinan waktu tidak hanya berdampak pada hubungan profesional, tetapi juga pada hubungan dengan Allah.
Kedisiplinan waktu dalam bekerja, menurut Buya Yahya, harus menjadi perhatian utama. Mengabaikan hal ini berpotensi mengurangi keberkahan dari penghasilan yang diperoleh.
Advertisement
Ada Gaji yang Tidak Halal
Buya memberikan contoh sederhana, yaitu perhitungan waktu kerja yang hilang akibat keterlambatan. Jika sepuluh menit diabaikan setiap hari, dalam satu bulan jumlahnya bisa mencapai beberapa jam.
“Bayangkan, jika waktu tersebut dihitung dan gaji dibayarkan penuh, padahal ada jam kerja yang terbuang, maka ada bagian dari gaji itu yang tidak halal,” ungkap Buya Yahya.
Kesadaran akan pentingnya kedisiplinan waktu, menurutnya, harus ditanamkan sejak dini. Hal ini menjadi cerminan tanggung jawab dan penghormatan terhadap hak orang lain.
Buya Yahya juga mengingatkan bahwa bekerja dengan penuh kedisiplinan adalah bagian dari ibadah. Setiap langkah yang dilakukan dengan niat baik akan menjadi amal yang dicatat di sisi Allah.
Ia menegaskan bahwa gaji yang halal adalah gaji yang diperoleh dari kerja keras yang sesuai dengan waktu dan tugas yang telah disepakati.
Buya Yahya berharap umat Islam semakin peka terhadap pentingnya menjaga waktu, baik dalam pekerjaan maupun aktivitas sehari-hari.
Kesadaran akan tanggung jawab waktu, menurutnya, akan membawa keberkahan dalam hidup dan pekerjaan. Hal ini juga menjadi bukti nyata ketaatan seorang Muslim terhadap ajaran agama.
Ceramah Buya Yahya ini menjadi pengingat bahwa kedisiplinan waktu bukan hanya soal profesionalisme, tetapi juga bentuk keimanan yang diwujudkan dalam tindakan nyata.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul