Liputan6.com, Jakarta - Keberangkatan jemaah haji selalu menjadi momen penuh haru bagi keluarga dan masyarakat sekitar. Biasanya, acara pelepasan dipenuhi dengan pujian terhadap mereka yang berangkat, sering kali tanpa mempertimbangkan perasaan orang-orang yang belum mampu menunaikan ibadah haji.
KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau biasa disapa Gus Baha, pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an LP3IA Rembang, memiliki cara tersendiri saat melepas jemaah haji. Dalam kesempatan tersebut, ia selalu berhati-hati agar tidak menyinggung perasaan orang yang belum bisa berangkat.
Advertisement
“Saya kalau melepas orang haji tetap bilang gini, karena yang datang itu ya banyak yang tidak haji atau tidak mampu haji,” ujar Gus Baha dalam ceramahnya, dikutip dari tayangan video di kanal YouTube @takmiralmukmin.
Advertisement
Dalam video itu, Gus Baha menyampaikan bahwa doa yang diberikan saat melepas jemaah haji harus mencakup semua orang, baik yang berangkat maupun yang belum memiliki kesempatan berhaji.
“Makanya, doakan yang haji menjadi haji mabrur, balasannya surga. Kalau yang tidak berangkat haji, sholatnya mabrur, sholatnya diterima Allah. Yang merawat anak dengan ikhlas, masuk surga. Yang ikhlas dalam segala hal, juga masuk surga,” tambahnya.
Menurutnya, doa tersebut membuat semua orang merasa dihargai dan tidak ada yang merasa tertinggal dalam urusan ibadah dan pahala. Karena dalam Islam, jalan menuju surga tidak hanya melalui ibadah haji, tetapi juga dari amal-amal lain yang dikerjakan dengan keikhlasan.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Jangan Lupakan Pengantar Jemaah Haji
Gus Baha juga menyebut bahwa orang-orang yang mengantar jemaah haji berangkat pun mendapatkan pahala. Bahkan, tetangga yang turut bahagia melihat saudaranya berangkat haji juga bisa mendapatkan keberkahan.
“Tidak berangkat haji tapi senang karena tetangganya haji, ini juga masuk surga,” ujarnya sambil tersenyum.
Sikap ini berbeda dengan kebiasaan sebagian mubaligh yang ketika melepas jemaah haji terlalu berlebihan dalam memuji mereka yang berangkat. Hal ini terkadang justru membuat mereka yang belum mampu merasa tersingkirkan.
“Biasanya, mubaligh-mubaligh itu kalau melepas haji dengan berapi-api, berkisah tentang fadilah ini itu, tentang Multazam, Hajar Aswad, dan lain-lain. Masyaallah, masyaallah,” kata Gus Baha sambil menirukan gaya mubaligh pada umumnya.
Ia kemudian menambahkan dengan nada bercanda, “Mergo disangoni sing ngorder mubaligh itu,” yang disambut tawa jemaah yang hadir.
Perkataan ini menyindir kebiasaan sebagian penceramah yang terlalu memuji jemaah haji karena ada kepentingan tertentu. Padahal, melepas jemaah haji juga seharusnya bisa dilakukan dengan lebih bijaksana agar tidak melukai perasaan orang lain.
Advertisement
Ingat, Membuat Sakit Hati Orang Fakir Dosa Besar
Gus Baha memiliki alasan kuat mengapa memilih cara ini. Ia tidak ingin membuat sakit hati orang fakir atau mereka yang belum mampu menunaikan ibadah haji. Sebab, dalam Islam, menyakiti hati orang fakir merupakan dosa besar.
“Orang fakir juga punya hati. Jangan sampai ibadah yang seharusnya membawa keberkahan justru menjadi penyebab kesedihan bagi orang lain,” jelasnya.
Menurutnya, keberkahan dalam ibadah bukan hanya tentang menunaikan haji, tetapi juga bagaimana seseorang menjaga adab dan empati terhadap sesama.
Sebagai seorang ulama yang dikenal luas, Gus Baha selalu mengedepankan kebijaksanaan dalam menyampaikan ajaran agama. Baginya, agama harus memberikan kenyamanan bagi semua orang, bukan hanya untuk kelompok tertentu.
“Jangan sampai ada yang merasa lebih hebat hanya karena sudah berhaji. Haji itu ibadah, bukan status sosial,” tegasnya.
Ia menekankan bahwa setiap Muslim memiliki jalannya masing-masing dalam mencapai ridha Allah. Ada yang melalui haji, ada yang melalui ibadah lain seperti sholat dan sedekah.
Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan." (QS. Al-Ma’idah: 2)
Ayat ini menjadi pengingat bahwa dalam beribadah, umat Islam harus tetap menjaga kebersamaan dan tidak menimbulkan kesenjangan di antara sesama Muslim.
Cara yang diterapkan oleh Gus Baha dalam melepas jemaah haji patut diteladani. Dengan cara ini, semua orang merasa dihargai dan tetap bersemangat dalam beribadah, tanpa harus merasa rendah diri hanya karena belum mampu menunaikan ibadah haji.
Pada akhirnya, pelepasan jemaah haji bukan hanya tentang mereka yang berangkat, tetapi juga tentang bagaimana menjaga ukhuwah Islamiyah dan menebarkan kebahagiaan bagi semua orang.
“Kalau bisa membahagiakan banyak orang, kenapa harus membatasi kebahagiaan hanya untuk yang berangkat haji saja?” pungkasnya.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul