Liputan6.com, Semarang - Kesenian gambang merupakan salah satu kesenian tradisional khas Kota Semarang. Kesenian ini lekat dengan akulturasi budaya Jawa dan Tionghoa.
Gambang Semarang menampilkan unsur musik, vokal, tari, dan lawakan ini sudah dikenal masyarakat Semarang sejak 1930. Setiap pertunjukan gambang digelar dengan tahapan tertentu.
Dikutip dari berbagai sumber, kesenian Khas Semarang ini biasanya dibuka engan lagu Cepret Payung, Kicir-kicir, dan Jangkrik Genggong. Selanjutnya, ditampilkan seni tari dengan iringan lagu Empat Penari. Kesenian ini memiliki unsur gerak yang disebut lambeyan, genjot, ngondek, dan ngeyek.
Advertisement
Baca Juga
Lawakan atau guyonan akan diselipkan di tengah pementasan yakni dengan menyelipkan kata-kata lucu, mengejek, menyindir, atau bermuatan kritik dalam syair lagu. Tema lawakan disesuaikan dengan kondisi aktual.
Pertunjukan gambang Semarang akan ditutup dengan lagu-lagu penutup atau lagu-lagu yang memuat kata “pamit” seperti Walang Kekek , Keroncong Kemayoran, dan Jali-jali.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Asal-Usul Gambang Semarang
Ada dua pendapat yang menyebutkan asal- usul kesenian gambang khas Semarang ini.
Pedapat pertama menyebutkan bahwa kesenian gambang Semarang berasal dari gambang Kromong asal Jakarta yang dibawa oleh Lie Ho Sun pada awal 1930. Tidak lama setelah itu Oe Yok Siang menciptakan sebuah lagu berjudul Ampat Penari yang menjadi trademark Stasiun Tawang.
Sejak saat itu, Gambang Semarang dijuluki kesenian “gado-gado”. Komunitas seni Gambang Kromong di Semarang juga terbentuk di era tersebut.
Namun pendapat kedua justru sebaliknya, gambang Semarang lah yang menjadi asal muasal kesenian gambang kromong khas Jakarta. Pendapat kedua ini diperkuat dengan hadirnya seniman- seniman tua yang mengenal irama-irama gambang Semarang.
Bagi masyarakat Semarang kesenian gambang bukan hanya hiburan semata. Gambang Semarang dianggap sebagai ikon atau identitas budaya khas Semarang yang sudah mendarah daging.
Kesenian gambang Semarang juga berfungsi sebagai media edukasi yang memuat ajaran luhur bagi kaum muda. Tidak heran apabila keberadaan kesenian gambang Semarang terus dijaga kelestariaannya.
Advertisement
Puncak Ketenaran
Kesenian gambang Semarang berhasil mencapai puncak ketenarannya pada 1970-an. Namun kesenian ini mulai meredup pada 1990-an.
Kemunduran perkembangan kesenian ini mulai terlihat pada 1980 ketika pertunjukan gambang Semarang tak sesering dulu. Pada era ini, gambang Semarang hanya dipentaskan dalam acara-acara kebudayaan lokal saja.
Perkembangan gambang Semarang mengalami kemunduran karena tergeser oleh kesenian modern yang lebih di minati oleh generasi muda. Selain itu, pada 1990-an muncul pandangan negatif terhadap kebudayaan Tionghoa.
Kesenian gambang Semarang yang merupakan produk akulturasi kebudayaan Tionghoa dan Jawa, turut mendapatkan pandangan negatif tersebut. Kemudian kesenian ini mulai kehilangan peminat.