Liputan6.com, Brebes - Telur asin menjadi salah satu kuliner popular khas Brebes, Jawa Tengah. Bahkan telur asin khas Brebes ditetapkan menjadi warisan budaya tak benda baru-baru ini.
Bagi sebagian masyarakat Brebes, telur asin bukan sekadar kuliner. Di dalam telur asin Brebes terangkum pengetahuan dan keterampilan tradisional, filosofi kegotongroyongan, serta identitas sosial masyarakat Brebes.
Dikutip dari berbagai sumber, sejarah telur asin di Brebes berawal dari tradisi warga keturunan Tionghoa dalam mengawetkan bahan makanan, termasuk telur. Awalnya, warga Tionghoa atau keturunan Tionghoa selalu mengawetkan bahan makanan bila bepergian jauh sebagai bekal.
Advertisement
Tidak hanya telur, banyak jenis makanan lain juga diasinkan agar awet. Selain sebagai bekal saat bepergian jauh, telur asin juga kerap dibuat sebagai pelengkap sesaji kala ritual sembayangan kepada Dewa Bumi.
Baca Juga
Namun, lambat laun telur asin pun mulai dikomersialkan sejak 1950-an. Pasangan etnis Tionghoa bernama In Tjiauw Seng dan Tan Polan Nio lah yang memulai sejarah industri telur asin di Brebes untuk dikomersialkan pada 1959.
Kala itu pasangan suami istri ini memasarkan telur asin menyusul produksi telur bebek pelari cukup melimpah. Cangkang telur bebek pelari memiliki warna khas biru kehijauan.
Tak mengherankan jika saat ini yang membedakan telur asin khas Brebes dan lainnya adalah warna biru kehijauan pada cangkang telur. Agar telur bebek pelari itu tidak mudah busuk dan terbuang, maka telur-telur bebek itu dibuat tahan lama atau diawetkan.
Sedangkan, bau amis dari telur bebek juga harus dihilangkan agar lebih nikmat dikonsumsi. Maka terbesitlah ide untuk mengawetkan telur bebek itu dengan memberikan garam agar telur tidak busuk meski disimpan dalam waktu cukup lama.
Awalnya pasangan keturunan Tionghoa itu memproduksi telur asin secara terbatas. Namun, seiring banyaknya permintaan mereka pun mempekerjakan warga lokal Brebes. Lambat laun telur asin menjadi salah satu kuliner khas Brebes, Jawa Tengah.