Telusur Imajinasi Fesyen Didi Budiardjo di Pameran `Pilgrimage`

Didi Budiardjo menggelar pameran fesyen 25 tahun berkarya yang diselenggarakan di Museum Tekstil.

oleh Bio In God Bless diperbarui 16 Jan 2015, 20:05 WIB
Diterbitkan 16 Jan 2015, 20:05 WIB
Pilgrimage Didi Budiardjo - Fashion Exhibition 2015 6

Liputan6.com, Jakarta Dengan dandanan yang apik dan rupawan, para tamu berkumpul di taman depan Museum Tekstil Jakarta, Kamis malam, 15 Januari 2015. Seperti tertera di undangan, awal acara pembukaan pameran fesyen bertema `Pilgrimage` dari desainer Didi Budiardjo adalah cocktail. Teh serai dan sebuah kudapan khas Jawa menjadi beberapa pilihan menu untuk tamu menanti dibukanya gedung peninggalan Belanda yang kala itu cantik berpendar warna-warni lampu sorot.

Akhir video projection mapping yang diputar di awal acara berakhir pada tampakan siluet sang desainer. Tirai jatuh dan Didi Budiardjo sudah berdiri di depan pintu masuk museum. Di sampingnya terdapat tim yang mengenakan jas putih layaknya orang laboratorium. Didi sendiri mengenakan sebuah jas yang cukup unik dengan padanan dasi kupu-kupu kotak-kotak serta celana capri.

“Dalam Rumah Mode, saya adalah seorang Ibu. Anda akan menyaksikan putri-putri saya. Yang sulung lahir di tahun 1989 dan yang bungsu lahir pada Oktober 2014 lalu”. Kalimat ini yang pertama kali diucapnya dalam sambutan pembukaan pameran dari perjalanannya selama 25 tahun di dunia fesyen. Bagai sebuah pesan penting tentang bagaimana ikatan pertalian dirinya dengan rancangan-rancangannya.

Disusul dengan sambutan dari Veronica Tan, istri dari Basuki Tjahaja Purnama Gubernur DKI Jakarta, yang dengan memakai sebuah midi circle dress hitam menekankan pentingnya memakai produk hasil karya anak bangsa, Didi kemudian memandu para tamu untuk menyusuri 14 ruang yang memamerkan hasil rancang busananya selama berkarir di dunia fesyen.

 

(Fotografer: Panji Diksana - Liputan6.com)

Pengembaraan Alam Fantasi Didi Budiardjo

Pengembaraan Alam Fantasi Didi Budiardjo

Manekin serupa sang desainer hadir di tengah tumpukan-tumpukan buku dan beberapa mood board di ruang yang salah satu dindingnya bertuliskan `Fashion is my constant beating heart`. Bernama `Atelier`, ruang ini merepresentasikan bagaimana ide-ide muncul di benak Didi untuk diolah menjadi sebuah busana. Di seberang ruang ini Anda bisa melihat beberapa mesin jahit terpajang dan sketsa-sketsa fesyen tertempel di dinding. Rasanya seperti sebuah appetizer yang crunchy kala melihat hasil torehan tangan Didi yang teknikal pada lembar-lembar tersebut; menimbulkan rasa ingin mengunyah suguhan ruang-ruang berikutnya.

Luring surprise as the delicious sweet white cakes come early. Tiga ruang hadir berisi busana-busana dominan putih. Di `Boudoir` yang ruangnya digambar berupa kamar dari istana eropa klasik, 3 busana bermotif royal floral terpajang anggun nan aristokrat di depan meja yang diduduki oleh beberapa boneka. Melangkah ke ruang di hadapannya, dimensi spiritual Didi memancar dari 3 gaun yang ada di antara susunan lilin-lilin kecil. Terapit oleh kedua ruang ini adalah `White` di mana fringe dress dari koleksi Curiosity Cabinet (2014), jumpsuit koleksi Claire de Lune (2012), hingga chiffon dress dari Rajasthan (2007) bisa dilihat.

Jelas ada rasa berbeda kala melihat koleksi busana dari jarak yang sangat dekat. Sebuah pengalaman yang begitu engaging dalam menikmati karya busana selain dari fashion show. Ini merupakan tema diskusi fesyen yang menarik untuk dibahas. Yakni tentang bagaimana pada format statis seperti ini, konsep kreatif dan imajinatif sebuah busana mendapat eksposisi maksimal layaknya karya seni murni. Pertanyaannya, bukankah ini yang justru menjadi identitas dari sebuah work of fashion dan membedakannya dari sekadar sepotong busana. Bahwa fashion selain art of wearing tapi juga wearable art sebagai hasil dari art of designing.

Pengembaraan art of designing seorang Didi Budiardjo ke penuru-penjuru Asia di pameran yang berlangsung pada 16-25 Januari 2015 ini dapat dilihat di ruang `Voyage`, `Gula Kelapa`, `Orient`, dan `The East`. Di sini nyata terlihat bagaimana busana sebagai bagian budaya terus-menerus mendapat cita rasa baru. Sebuah pembacaan yang delicate dari budaya yang dinamis bergerak seiring waktu. Baik itu tentang Indonesia, Jepang-Tiongkok, dan lainnya. Baju beserta aksesori etnik Indonesia yang dipasangkan dengan sneakers adalah sebuah cara pandang budaya yang canggih dari desainer lulusan Lembaga Pengajaran Tata Busana Susan Budihardjo dan Atelier Fleuri Delaporte, Paris, ini.

Sekumpulan busana hitam di ruang gelap `Nocturne` menyemburatkan wajah parisian fashion yang sartorial. Sebuah busana model leotard beraksesori kalung lebar dari koleksi Nocturne (1994) berada di deretan terdepan dari 3 baris busana di ruang tersebut. Bagai paradoks, bait-bait puisi `Cet Amour` karya sastrawan Prancis Jacques Prevert yang terkesan getir menjadi latar pengunjung dalam menikmati karya-karya di ruangan yang terhubung dengan sebuah ruang kecil dan gelap dimana sisi fesyen yang lebih gemerlap ditampilkan melalui 3 midi-dress penuh kilau yang berputar di bawah pancaran lampu disko. Di depannya, ada ruang `Paradisaea` yang berisi karya-karya Didi yang bermaterialkan bulu-bulu dan aksesori-aksesori berwujud sayap.

 

(Fotografer: Panji Diksana - Liputan6.com)

Sesi Penutup

Sesi Penutup

Malam itu, para tamu yang di antaranya adalah desainer Sebastian Gunawan, penyanyi Andien, aktris Laura Basuki, menikmati penghujung acara yang diadakan di ujung ruang pameran. Iringan beberapa alat musik gesek mengisi gala dinner nan romantis di bawah tenda putih berhias vas tanaman besar berbentuk gelas champagne flute dan lilin-lilin.

Sebanyak 300 benda-benda terwujud dalam 70 set busana dan berbagai aksesori dalam pameran yang dapat dikunjungi secara gratis itu merupakan sebuah hal yang menakjubkan tentang fashion pilgrimage dari Didi Budiardjo. Bagaiman semua benda itu berada di tempatnya menciptakan efek yang membuat pengunjung seperti sungguh masuk ke dalam atau bahkan jadi satu dengan alam fantasi sang desainer. Didi hidup dalam fantasi. Dan merupakan satu berkah bahwa ia dengan mahirnya mewujudnyatakan imajinasi itu secara detil dalam busana.

Untuk semua yang sudah disuguhkan, nama Felix Tjahyadi sebagai Art Director dari pameran `Pilgrimage` ini patut diberi apresiasi spesial dan mendalam. Melalui skema kreatif yang diset olehnya, dunia fesyen Didi Budiardjo tergambarkan secara cantik, konseptual, dan hidup. Ruang `Backstage` dan `Finale` ditempatkan Felix sebagai penutup dari rangkaian ruang di pameran ini. Busana-busana warna merah tergantung di sebuah rak dekat dengan layar yang mempertontonkan kesibukan persiapan sebuah pagelaran busana. Sebuah event yang menjadi seremoni sakral dari kerja kreatif tiap desainer fesyen, termasuk di dalamnya Didi Budiardjo.

 

(Fotografer: Panji Diksana - Liputan6.com)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya