Menyelami Riuh Kerumunan di Novel Terbaru Okky Madasari

Di hari ketiga Asean Literary Festival 2016, Okky Madasari meluncurkan novel terbarunya yang berjudul Kerumunan Terakhir.

oleh Ahmad Apriyono diperbarui 08 Mei 2016, 13:01 WIB
Diterbitkan 08 Mei 2016, 13:01 WIB
Novel Kerumunan Terakhir
Di hari ketiga Asean Literary Festival 2016, Okki Madasari meluncurkan novel terbarunya yang berjudul Kerumunan Terakhir.

Liputan6.com, Jakarta Hadirnya sebuah novel, di tengah bangsa yang melek bukunya berada pada tingkat di atas 50 di antara bangsa-bangsa di dunia, merupakan obat penawar yang ditunggu-tunggu. Hal tersebut diungkapkan Nirwan Dewanto, saat menjadi pembicara dalam peluncuran novel Kerumunan Terakhir karya Okky Madasari, dalam rentetan acara Asean Literary Festival 2016 di Teater Kecil, Sabtu (7/5/2016).

Kerumunan Terakhir merupakan novel ke-lima karya Okky Madasari, setelah novel perdananya yang berjudul Entrok terbit pada 2010. Berbicara tentang Jaya Negara, yaitu tokoh utama yang mengganti identitasnya dengan mengubah namanya menjadi Mata Jaya di media sosial, novel ini tak hanya membicarakan sekelumit persoalan domestik rumah tangga, tapi juga melebar pada persoalan si tokoh utama sebagai warga dunia.

“Judul Kerumunan Terakhir jelas menyuratkan, novel ini hendak bersuara lantang di tengah kecenderungan tiap individu yang selalu ingin berkerumun di tengah bendera uang, suku, golongan, kedaerahan, partai, bangsa, aliran, mazhab, dan terutama agama,” kata Nirwan.

Lebih jauh dirinya menjelaskan, tokoh utama dalam novel ini berusaha lari dari kerumunan yang dibangun ayahnya, berupaya menggusur otoritas ayahnya yang mencampakkan ibunya di dunia nyata dengan berbagai peralatan yang ada di dunia maya. Bagi Nirwan, yang menarik dari novel ini adalah ketidakcocokan antara tindakan tokoh dengan hasil atau situasi yang didapat. Si tokoh utama gegap gempita melawan otoritas sang ayah, namun tak jarang sang ayah kerap menjadi juru selamatnya.

“Novel tentu saja tidak mungkin berbicara melulu tentang garis-garis besar, Kerumunan Terakhir juga memenuhinya dengan lanturan. Seks dan seksualitas, erotika dan erotisme, politik dan gosip politik, semua menjadi bumbu. Sama halnya dengan dunia maya, mulanya memang hanya menjadi bumbu bagi dunia nyata, namun bumbu itu bisa menjadi sangat berbahaya. Pada akhirnya yang virtual membedol yang real, menjadikan dirinya lebih nyata dari kenyataan itu sendiri,” ungkap Nirwan.

Sementara itu Okky Madasari sendiri mengatakan, Kerumunan Terakhir merupakan novel ambisius yang sejak lama ingin dituliskannya. Membicarakan kerumunan generasi wifi yang hidup di zaman internet, sekaligus mengkritisi kerumunan dan suara-suara dominan patriarki di dalam rumah tangga.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya