Tradisi Unik, Masak Bubur India di Masjid Pekojan Tiap Ramadan

Bubur India menjelang buka bersama. Lalu, dibagikan secara gratis buat masyarakat yang datang ke masjid si kawasan Pecinan Semarang.

oleh hidya anindyati diperbarui 01 Jun 2017, 15:28 WIB
Diterbitkan 01 Jun 2017, 15:28 WIB
Untuk mendapatkan ini tiap hari warga sekitar rela antri. Bubur yang melegenda selama bulan Ramadhan ini juga sebagai menu khas bagi jamaah yang datang ke masjid
Untuk mendapatkan ini tiap hari warga sekitar rela antri. Bubur yang melegenda selama bulan Ramadhan ini juga sebagai menu khas bagi jamaah yang datang ke masjid

Liputan6.com, Semarang Anda ingin menemukan sensasi yang benar-benar beda di saat puasa? Sesekali datanglah ke masjid Jami' Pekojan, Semarang, Jawa Tengah. Ada tradisi unik yang selalu dilakukan saat menjelang berbuka puasa di sana. Takmir masjid selalu memasak Bubur India menjelang buka bersama. Lalu, dibagikan secara gratis buat masyarakat yang datang ke masjid si kawasan Pecinan Semarang itu.

Untuk mendapatkan ini tiap hari warga sekitar rela antri. Bubur yang melegenda selama bulan Ramadhan ini juga sebagai menu khas bagi jamaah yang datang ke masjid. “Ini tradisi bagus yang bisa menjadi atraksi wisata religi dan budaya,” kata Menpar Arief Yahya di Palembang, 31 Mei 2017 lalu.

Bubur India diambil dari nama asal pedagang Koja dan Gujarat yang berdagang di Semarang sejak tahun 1900 an. Terbuat dari beras dengan bumbu rempah seperti jahe, salam, kapulaga, sereh, manisan, cengkeh dan bumbu lainnya dan diaduk jadi satu. Rasanya? Hmmm bikin ketagihan.

"Kaya akan rasa sehingga tak usah dicampur dengan lauk sudah enak, apalagi kita tambahkan gulai khusus sebagai kuah bubur India, sehingga warna jadi kuning buburnya," kata Anas Salim Harun, sesepuh Masjid Jami Pekojan Semarang.

Dia menceritakan, awalnya di masjid Pekojan hanya berbuka puasa seadanya berupa air putih dan bubur biasa. Lantas para pedagang Gujarat kala itu merasa terpanggil untuk menyempurnakan hidangan berbuka puasa di masjid.

"Para pedagang menawarkan menu bubur spesial, warga menerima dan senang karena rasa lebih enak. Saat itu para pedagang Koja dan Gujarat selalu memberikan hidangan bubur ini dengan sumbangan patungan," terangnya.

Kebiasaan itu sampai saat ini terjaga. Beberapa saudagar keturunan Arab, Koja, dan India (Gujarat) yang menikah dengan warga lokal selalu bersedekah untuk memasak bubur India selama Ramadhan. Mereka adalah yang biasa terlihat berjualan sarung, kacamata, jam dan peci di Pekojan.

"Sekarang lebih komplit ada susu, kurma, buah dan air zam-zam. Tiap sore kita bagi-bagi warga sekitar antara 50-100 porsi bubur. Untuk jamaah buka puasa kita sediakan 200 porsi bubur India," ujarnya.

Setiap hari, bersama takmir mereka masjid memasak sejak siang pukul 13.00 wib. Membutuhkan 20kg beras dan 20 kelapa, bumbu rempah, dan dimasak dalam kuali ukuran besar. Tukang masaknya pun khusus secara turun temurun dari yang mewarisi orang Koja.

Bubur akan siap dibagi pukul 15.00-16.00 Wib untuk warga sekitar di belakang masjid. "Tradisi ini sebagai rasa kebersamaan, antara pendatang dengan warga lokal, tapi sekarang sudah menjadi kebiasaan dengan berbagi untuk semua yang membutuhkan," katanya.

Bubur pun disajikan dengan mangkuk plastik yang telah ditata rapi saling berhadapan. Berada di serambi masjid sebelah kanan ruang shalat utama. Dilengkapi dengan menu lainnya seperti kurma, susu, air zam-zam dan buah semangka.

"Kita berkumpul, berdoa dan menikmati bersama hidangan berbuka puasa ini. Tradisi ini hanya ada di bulan Ramadhan saja, siapa saja silahkan datang ke masjid untuk bersama-sama berbuka puasa dengan bubur India," katanya.

(*)

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya