Liputan6.com, Jakarta Sejak Gunung Agung memperlihatkan tanda-tanda aktif, Tim Crisis Center Kementerian Pariwisata (Kemenpar) terus merapatkan barisan. Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya sendiri yang memimpin rapat antisipasi terhadap semua kemungkinan terburuk yang bakal terjadi.
Tim Crisis Center pun memantau kondisi menit per menit dari erupsi Gunung Agung di Bali, sejak Kamis (28/9/2017). Semua perkembangan terus dipantau. “Customers kita adalah wisatawan, baik mancanegara maupun nusantara. Kita harus menyiapkan banyak skenario, termasuk kalau harus escape dari Pulau Dewata ketika erupsi sudah mengganggu penerbangan di Ngurah Rai Airport,” ujar Arief.
“Hari ini, 3 Oktober 2017, kami sudah dapat info, penerbangan ke Bali mulai banyak cancel, laporannya sekitar 30%, jadi kita harus menyiapkan semua skenario dan langkah-langkah cepat,” lanjutnya.
Advertisement
Sebenarnya, Arief sedang berbunga-bunga, karena angka wisatawan mancanegara (wisman) pada Agustus 2017 naik tajam. BPS mencatat, pertumbuhan Januari-Agustus 2016 naik sebesar 25,68% dibandingkan Januari-Agustus 2017. Dari 7.356.310 wisman, naik fantastis ke 9.245.589.
Pada Agustus 2017 sendiri naik 36,11% dibandingkan Agustus 2016. Dari angka 1.031.986 menjadi 1.404.664 wisman. “Kenaikan yang perlu disyukuri,” ucap Arief.
Aktifnya Gunung Agung Bali pun memang sangat memukul dirinya. Bagaimana tidak? 40 persen wisman masuk dari pintu Bali. “Karena itu, kami harus responsif, dengan semua skenario yang pas,” kata Arief.
Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Mancanegara, I Gde Pitana, ditugaskan Menpar Arief Yahya untuk turun langsung berkolaborasi dengan industri, pelaku bisnis, asosiasi, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali, BUMN, dan semua komunitas pariwisata.
Kepala Dinas (Kadis) Pariwisata Provinsi Bali, Agung Yuniarta, turut dalam rapat ini. Begitu juga Pimpinan BNPB Pusat, Dinas Pariwisata Kabupaten se-Bali, Dinas Perhubungan Provinsi Bali, asosiasi pariwisata (GIPI, Asita, PHRI, Gahawisri, PATA) Bali, Angkasa Pura I, Pelabuhan (Gilimanuk, Benoa dan Padangbai), KPI Bali, dan STP Bali.
Hasilnya? Muncullah tiga output utama untuk menangani bencana. Pertama, mendapatkan informasi yang updated tentang Gunung Agung sebagai modal untuk menyampaikan informasi keluar.
Poin kedua, mendapatkan gambaran strategi komunikasi yang bisa dilakukan untuk memitigasi kepanikan dan pertanyaan, termasuk menentukan pesan kunci dan channel diseminasi.
Ketiga, menyusun ancang-ancang dan strategi mitigasi alur ketika erupsi. Terutama jika bandara terganggu, harus escape dari mana saja, berapa banyak armada, industri membantu diskon kamar hotel berapa, agar wisman tidak merasa panik.
"Kami masih terus melakukan pendataan, memantau informasi, menghubungi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dan membahas penanganannya bersama instansi terkait, serta asosiasi dan pelaku bisnis pariwisata Bali,” ujar Pitana, Selasa (2/10/2017).
Sekecil apapun hal yang bersentuhan dengan Gunung Agung, hampir pasti langsung direspons Kementerian Pariwisata. Kemenpar tidak ingin isu ini menimbulkan kepanikan yang tidak jelas.
“Di pameran pariwisata terbesar Jepang, (JATA) kita banyak menerima pertanyaan seakan-akan Gunung Agung sudah meletus. Begitu pula Visit Indonesia Tourism Officer (VITO) kita di beberapa negara. Semua menerima pertanyaan senada. Ini yang ingin kita manage. Kita langsung memitigasi isu yang menimbulkan kepanikan itu agar wisatawan tidak takut datang ke Bali,” ucap Pitana.
Lantas bagaimana dengan sejumlah negara yang mengeluarkan travel advisory terkait status Awas Gunung Agung? “Suasana di Bali masih sangat kondusif. Travel advisory ini hanya ditujukan untuk daerah bencana, bukan untuk Bali secara umum. Banyak daerah pariwisata di Bali aman dikunjungi untuk wisatawan. Dan sampai minggu ini, kami belum menerima informasi adanya cancellation flight,” kata Pitana.
Sebagai antisipasi, Kemenpar saat ini sudah menyusun strategi mitigasi ketika Gunung Agung erupsi. Misalnya, hotel yang akan terkena dampak ancaman wajib menyiapkan masker. Hal lain yang disiapkan, memastikan sumber air bersih yang memadai dan memastikan airnya dijaga dengan baik agar tidak terkontaminasi debu. “Kami juga sudah menyiapkan genset, dan memastikan BTS tidak terganggu karena debu,” ujar Pitana,
Menpar Arief Yahya juga terus memantau aktivitas Tim Crisis Center Kemenpar. Sejak erupsi Gunung Agung, semua perkembangan ikut dipantaunya setiap saat. “Kami sudah punya standar operating procedure yang kami adopsi dari United Nation World Tourism Organization dan kami selalu menggunakan global standard," kata Arief Yahya.
Saat membuka Rakornas III Pariwisata 2017 di Jakarta baru-baru ini, dia juga pernah mengatakan, rencana antisipasi penanganan bencana akan fokus pada faktor akses, amenitas, dan atraksi (3A).
“Seandainya terjadi erupsi, ketiga faktor tersebut harus diperhatikan. Rumusnya 3A. Atraksi harus ada. Akomodasi, industri mau beri apa. Apa wisatawan mesti bayar 50%-40% dari normal price. Aksesnya, kalau bulan ini erupsi ke barat berarti kita harus ke timur ke Lombok. Itu yang kita atur," ujar Arief.
Ia pun memberikan contoh gamblangnya. “Kita tentukan bandara mana saja yang bisa digunakan. Busnya siapa yang menyediakan. Kalau mereka harus tertunda kepulangannya, apa yang bisa diberikan oleh hotel? Tidak fair kalau hotel men-charge 100% karena mereka tidak berniat berlama-lama. Ini yang sedang dibuat," ucap Arief.
Kemenpar menggunakan pola dan SOP yang sudah biasa dilakukan oleh UNWTO dalam mengelola Crisis Center. Pola ini sudah diterapkan di bom Thamrin dulu, juga erupsi Gunung Raung dan Gunung Barujari, Lombok. (*)