Liputan6.com, Jakarta
Biji kopi telah menjadi komoditas penting di Indonesia. Apalagi Indonesia menjadi negara penghasil kopi terbesar ke-empat dunia. Namun demikian, daya dukung pemerintah daerah masih kurang terhadap industri dan budidaya kopi. Hal ini setidaknya diungkapkan Sumijo, seorang petani kopi di Sleman, kepada Liputan6.com beberapa waktu lalu.
Ia berharap pemerintah setempat hingga pusat lebih memperhatikan petani kopi. Petani kopi belum mendapatkan perhatian dari pemerintah mulai dari pembiayaan hingga regenerasi petani kopi.
"Kendala saat ini petani kopi kan kena erupsi lalu tinggal di tempat relokasi antara kebun dan rumah kan jauh sehingga sulit ke kebun, anak-anak muda lebih banyak terjun ke sektor wisata dan pertambangan," ujar Sumijo.
Terlebih di bisnis kopi menurutnya petani kopi juga diperlakukan secara tidak adil. Karena kebanyakan petani menjual ke tengkulak yang membuat nilai tawar petani rendah.
"Jadi yang menentukan harga adalah tengkulak. Lalu petani maunya mendapatkan harga panen yang tinggi dengan tentukan harga dari petani," katanya.
Sumijo menyebut usai erupsi 2010 lalu, saat ini tinggal 100 petani kopi di Merapi Sleman dari 800 petani kopi. Bahkan lahannya dari 850 hektare menyusut menjadi 350 hektare dampak dari erupsi.
"Sudah produksi 150 hektare. Ini tahun awal panen jadi belum banyak, sebelum erupsi per hektar sekitar 800 kilogram sekarang baru 400 kilogram per hektare," ujarnya.
Keluhan Petani Kopi Lokal
Sementara itu, Rohmad petani kopi di dusun Madigondo Kulonprogo mengatakan, berbagai masalah masih dihadapi petani kopi di wilayahnya. Padahal jika ditotal produksi kopi di Kulonprogo setiap tahunnya mencapai 25 ton.
"Petani kopi menginginkan bibit bagus dari pemerintah dengan sistem sambung. Pemerintah itu mencarikan bibit yang bisa disambung berbuah banyak dan berkualitas," ujar Rohmad.
Rohmad mengatakan, petani kopi di Kulonprogo ingin selalu didampingi pemerintah karena pemerintah yang mengetahui mana bibit yang bagus. Termasuk dengan menyalurkan pemeliharaan panen dan pasca panen yang bagus.
"Petani itu tidak tau apa-apa. Kita meniru orangtua seperti apa," ujarnya.
Ia menyebut perlu ada pelatihan bagi petani juga pembinaan pengelolaan kopi. Sementara saat ini perhatian dari pemkab Kulonprogo tidak ada.
"Boleh dikatakan mereka hanya memantau saja petani butuh peralatan pas panen mengupas dan mengolah biji kopi," ujarnya.
Advertisement
Kurangnya Peralatan
Saat ini peralatan bagi petani kopi masih kurang. Sementara jika minta bantuan alat itu susah harus lewat kelompok tani yang belum berjalan baik.
"Ketika mengadakan pelatihan yang di ambil orang bukan orang yang kompeten, jadi yang disukai saja, yang punya kopi banyak malah tidak diikutkan," katanya.
Ia berharap agar kedepannya pemerintah dapat membuka mata agar petani lebih diperhatikan. Terutama dalam pembibitan yang berkualitas.
"Penjualan lebih tinggi sementara petani harganya segitu aja. Kalau ada pemerintah memberikan modal dengan bunga yang lunak maka kopi akan berjalan dengan baik karena kita larinya ke tengkulak kopi 90 persen makanya tidak berjalan baik," ujarnya menambahkan.
Lanjutkan Membaca ↓