Liputan6.com, Jakarta Istri Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, Devi Pandjaitan, dan putrinya, Kerri Na Basaria, menggagas pameran Ulos, Hangoluan & Tondi. Pameran diselenggarakan Tobatenun di bawah Yayasan DEL. Kegiatan ini berlangsung di Museum Tekstil, Jakarta, pada 20 September hingga 7 Oktober 2018.
Ide untuk menyelenggarakan pameran tersebut berasal dari rasa prihatin keduanya terhadap krisis regenerasi penenun Kain Ulos. Mereka pun ingin pariwisata budaya Ulos dapat bangkit kembali.
Baca Juga
Sektor Pariwisata diyakini bisa membantu melestarikan budaya Kain Ulos. Selain itu, pariwisata juga bisa membantu meningkatkan perekonomian para penenun.
Advertisement
"Anak Saya, Kerri, lahir di Amerika. Sekolahnya juga banyak di luar negeri. Tapi Saya selalu mengingatkan dia agar jangan pernah lupa dengan jati diri. Begitu destinasi Danau Toba mulai berkembang, dia akhirnya terpanggil pulang. Kerri ingin mengembangkan Ulos sesuai keinginannya," ujar Luhut, Rabu (19/9/2018).
Dirinya pun mengaku bangga dengan putrinya karena mampu mengemas pameran Ulos secara milenial. Sasarannya pun anak-anak muda.
"Sebelumnya, Ulos mendekati kepunahan karena minimnya jumlah penenun aktif. Orang Batak banyak yang menganggap menenun itu identik dengan kemiskinan, sehingga banyak orang tua tak mengizinkan anak-anaknya menjadi penenun. Sekarang sudah lain cerita sejak Danau Toba berkembang pesat," ucap Luhut.
Ia menjelaskan, kain khas Sumatera Utara ini sudah mendunia. Ulos digunakan oleh para petinggi dari berbagai negara pada Pertemuan Tahunan IMF-World Bank Group 2018 di Washington, Amerika Serikat.
"Kebanggaan tak terhingga saat melihat Ulos Harungguan menyentuh bahkan melingkari leher para petinggi asing di acara pertemuan bergengsi," kata Luhut.
Devi Pandjaitan mengaku rela puluhan koleksi berharganya dipamerkan demi tujuan baik. Terlebih lagi, pameran ini sifatnya kegiatan sosial. Tujuannya untuk melestarikan dan meregenerasi penenun Ulos.
"Yayasan DEL memang aktif berpartisipasi dalam pameran kain tradisional. Tujuannya sebagai upaya pelestarian kekayaan warisan budaya. Kali ini, kami menaruh perhatian pada kain Ulos, budaya Batak," ujarnya.
Devi sendiri memiliki ratusan koleksi Ulos. Hampir semuanya berusia tua. Setelah diskusi panjang, akhirnya hanya kain berusia 50 tahun ke atas yang dipamerkan.
"Bahkan penenun Ulos berpengalaman belum tentu mampu menenun motif yang sama dari Ulos langka itu. Maka, kami rasa revitalisasi tradisi. Pengetahuan menenun seperti itulah yang ingin kami kembalikan, sehingga tipe-tipe Ulos yang dihasilkan di kemudian hari bisa luar biasa. Tidak melulu seperti sekarang," ucapnya.
Menteri Pariwisata, Arief Yahya, mengatakan bahwa tenun Ulos mesti diinkubasi agar bisa menjadi industri kreatif. Menurutnya, Ulos tidak mudah lekang dengan panas dan tidak lapuk dari hujan.
"Ulos tidak hanya menyimpan tradisi Batak yang kental dan sarat makna. Tapi juga prestise dari modernisasi dan proses akulturasi," kata Arief.
Selain itu, Ulos juga bisa membantu Danau Toba untuk menjadi destinasi utama kelas dunia dan UNESCO global Geopark. Pasalnya, ada tiga buah penilaian, di antaranya biodiversity, geodiversity, dan culture diversity yang menilai Ulos memiliki sejarah sangat panjang.
"Poinnya untuk membantu Danau Toba jadi UNESCO Global Geopark. Oleh karena itu kita harus melestarikan Ulos. Saya sarankan Ulos didaftarkan pada UNESCO. Saya akan bantu mendapatkan itu," ujarnya.
Arief menambahkan, kalau serius Indonesia bahkan bisa mendapatkan UNESCO heritage ulos. Imbasnya nanti makin mudah menjual Danau Toba sebagai destinasi utama dunia.
"Dalam pembangunan pariwisata berkelanjutan, harus ada nilai ekonominya. Karena kalau tidak, maka tidak akan berkelanjutan. Nanti ujungnya budaya semakin dilestarikan semakin menyejahterakan masyarakat. Begitu juga dengan Ulos," pungkasnya.
(*)