Liputan6.com, Jakarta - Manusia mana yang tak memerlukan air bersih setiap hari? Setidaknya untuk minum dan membersihkan diri. Namun, ketersediaannya makin menipis, terutama saat musim kemarau seperti ini.
Peneliti LIPI sekaligus anggota Ikatan Ahli Geologi Indonesia Rachmat Fajar Lubis menyebut, ketersediaan air di Indonesia sebenarnya melimpah, mencapai tiga miliar kubik per detik. Tapi, penyebarannya tak merata.
Advertisement
Baca Juga
Di Pulau Jawa, keadaan defisit air bersih nyaris merata terjadi. Sementara di daerah Sumatera, Lampung lah jadi provinsi yang paling parah. Di beberapa wilayah di NTT-NTB juga demikian, seperti di Sumba.
"Nah, setiap rumah semestinya mulai menghitung kebutuhan air sebenarnya," kata Fajar dalam jumpa pers Mizuiku di Jakarta, Senin (22/7/2019).
Setelah menghitung kebutuhan air, barulah bisa diketahui titik pemborosan. Yang paling jamak adalah penggunaan air untuk menyiram tanaman dan membersihkan kendaraan seperti mobil, motor, dan sepeda. "Cuci piring juga, apakah airnya harus terus ngalir?" ucapnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Ubah Pola Pikir
Fajar menyarankan, air bekas cuci sayuran dimanfaatkan ulang untuk menyiram tanaman. Sementara, mencuci kendaraan bisa menggunakan ember agar lebih terkontrol.
Selain program penghematan air bersih, hal lain yang tak kalah penting adalah mengubah pola pikir. Jika selama ini Anda meyakini air sebagai sumber daya alam yang dapat diperbarui, faktanya ketersediaan air bersih makin menipis.
"Jumlah air yang dihasilkan tetap. Buktinya, curah hujan 100 tahun terakhir sama saja, tapi kebutuhan terus meningkat, sementara kualitasnya makin menurun," kata Fajar.
Bila sudah menyadari air bersih sebagai sesuatu yang berharga, orang akan lebih mudah diajak untuk menjaga sumber air. Pendekatannya tentu disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah.
"Jakarta itu punya 13 sungai, tapi nggak pernah dipakai (sebagai sumber air bersih). Malah dipakai untuk mengalirkan sampah ke laut," ucapnya menyayangkan.
Advertisement