Liputan6.com, Jakarta - Menemui orangutan di habitat aslinya seperti mimpi yang menjadi nyata. Sekitar tujuh orangutan dewasa yang asyik makan bisa diamati dengan mata telanjang dari jarak sekitar lima meter di Tanjung Harapan.
Bersama rombongan Sriwijaya Air Group, saya berangkat dari Pelabuhan Kumai menggunakan kapal klotok Prince Kumai pada Sabtu siang, 28 September 2019. Karena menggunakan mesin truk, suaranya tak terlalu bising seperti kapal klotok konvensional. Interiornya juga ditata sedemikian rupa dengan meja makan panjang dan sofa yang membuat tamu nyaman.
Fitria, pemandu wisata kami menerangkan bahwa destinasi yang kami tuju adalah Tanjung Harapan. Tempat itu merupakan salah satu dari tiga lokasi konservasi orangutan di Taman Nasional Tanjung Puting yang dibuka untuk umum. Dua lainnya adalah Pondok Tanggui dan Camp Leakey yang sudah populer.
Advertisement
Baca Juga
Perjalanan ke sana membutuhkan waktu sekitar 1,5 jam dengan menumpang kapal klotok, atau setengah jam saja dengan speed boat. Kami menyusuri Sungai Sekonyer menuju tempat yang dituju.
Patung orangutan dan papan bertuliskan Selamat Datang menjadi penanda bahwa kami sudah memasuki kawasan Tanjung Puting yang posisinya berada di sebelah kanan arah kami datang. Di seberangnya merupakan buffer zone Jerumbun yang sempat terbakar beberapa waktu lalu.
Baik sisi kiri maupun kanan tumbuh pohon nipah dengan daun hijau runcing yang rimbun. Keberadaan nipah menunjukkan bahwa air di wilayah itu termasuk payau.
Semakin masuk ke dalam, air semakin tawar yang ditandai dengan vegetasi pandanus atau disebut randau oleh warga setempat. Di sana, Anda berkesempatan melihat gerombolan bekantan atau monyet ekor panjang. Bila beruntung, Anda bisa bertemu dengan buaya muara.
Ria berkata, sebelum tercemar limbah dari tambang emas, air Sungai Sekonyer sangat jernih hingga warnanya telihat kehitaman. Namun kini, air sungai itu berwarna kecokelatan meski praktik tambang sudah lebih dari 20 tahun ditutup.
"Ditutupnya sudah sejak 1990an tapi dampaknya masih terlihat sampai sekarang," kata dia.
Feeding orangutan alias memberi makan orangutan menjadi atraksi wisata utama di Tanjung Harapan. Menurut Ria, peminatnya mayoritas turis asing dari Eropa. Spanyol lah yang paling dominan, diikuti warga Jerman dan Belanda.
"Waktu itu pemain Madrid pernah ke sini. Update di Instagram, akhirnya viral di sosmed. Jadinya banyak orang Spanyol ke sini," ujar Ria.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Hal-Hal Terlarang
Sekitar sepuluh menit jelang merapat di dermaga Tanjung Harapan, Fitria meminta kami berkumpul. Ia menjelaskan hal-hal terlarang yang tak boleh kami lakukan sebelum benar-benar menemui orangutan.
Hal pertama adalah tidak boleh menyentuh orangutan. Menurut Helmi, Kepala Balai Taman Nasional Tanjung Puting yang ikut dalam rombongan, mamalia yang kekerabatannya dekat dengan manusia itu lebih sensitif dari manusia.
Sentuhan berisiko menularkan penyakit kepada orangutan, begitu pula sebaliknya. Jaga jarak hingga minimal lima meter.
Larangan kedua adalah menggunakan flash. Kilatan cahaya dari kamera berisiko membuat mata orangutan katarak. Walau kasus itu jarang terjadi, Anda semestinya tidak melanggar aturan tersebut.
Larangan ketiga adalah memberi makan orangutan. Menurut Ria, hal itu untuk menjaganya tetap liar dan mencegah keracunan. "Apalagi, orangutan termasuk hewan yang ramah. Kalau terus diberi makan, nanti dia jadi tergantung pada manusia dan susah meliarkannya lagi," kata Helmi.
Anda juga dilarang untuk berisik. Suara-suara keras akan membuat orangutan tak nyaman dan akhirnya kabur menjauh ke dalam hutan. Padahal, tujuan utama Anda ke sana adalah untuk mengamatinya dari dekat.
Seusai penjelasan itu, kami pun turun di dermaga. Tapi, kami tak boleh langsung masuk ke hutan tanpa pemandu. Sembari menunggu rombongan siap, saya singgah ke kantor pusat informasi yang berada tak jauh dari dermaga.
Dari petugas di tempat itu, saya memperoleh informasi tambahan, yakni soal durian kesukaan orangutan. Jenis durian lokal yang disukainya adalah kerantungan, buahnya lebih kecil dan baunya kurang menyengat dari durian pada umumnya.
Advertisement
Saat Pengamatan
Saat yang dinanti tiba, kami diajak berjalan kaki menyusuri rerimbunan pohon tinggi menuju lokasi feeding. Udara saat itu hangat dan lembap, membikin gerah dan pakaian basah.
Ria kembali menunjukkan keterampilannya sebagai pemandu. Ia menunjukkan sejumlah spot menarik di Tanjung Harapan, termasuk keberadaan demplot yang ditanami beragam tanaman obat dan anggrek hitam.
"Anggrek hitam itu benar-benar ada. Tapi ini masih belum berbunga," kata dia.
Sekitar 15-20 menit berjalan kaki, kami tiba di titik yang dituju. Sejumlah wisatawan yang didominasi orang asing duduk rapi di bangku panjang yang tersedia. Pandangan mereka fokus mengamati seekor induk orangutan yang sedang menggendong anaknya merambati pohon menuju makanan yang disediakan ranger.
Jadwal makan di Tanjung Harapan adalah pukul 15.00 WIB. Saya benar-benar terpukau, pertama kalinya melihat orangutan di alam bebas. Saya pun buru-buru mencari tempat berdiri yang strategis lantaran tak lagi tersedia tempat kosong di bangku panjang.
Tempat pengunjung berdiri dibatasi tali tambang, jaraknya sekitar lima meter. Di depan kami terdapat bangku lainnya yang diduduki seorang ranger dan Dr. Birute Galdikas, pendiri Camp Leakey yang menjadi tempat konservasi orangutan tertua di Tanjung Puting.
Satu per satu orangutan datang. Ranger juga berusaha memanggil dengan lolongan khas. Di atas panggung kayu sudah disediakan sejumlah makanan, seperti singkong dan pisang, dan susu di baskom besi.
Sesekali wisatawan tertawa melihat pola orangutan makan. Ada hierarki ditunjukkan di sana. Saat orangutan dominan sedang makan, mamalia yang tak dominan menunggu giliran sambil bergelantungan.
Jenis makanan pun menentukan. Singkong yang tersedia rupanya kurang diminati. Ranger pun mengambil makanan lain agar orangutan berselera, yakni jagung dan mangga. Sajian itu disambut baik oleh orangutan. Dengan semangat, induk orangutan itu kemudian mengambil jagung dan langsung memanjat pohon.
Namun, bintang utama yang ditunggu adalah si pejantan. Nyaris dua jam berlalu, yang dinanti akhirnya terlihat. Orangutan jantan itu bernama Gundul.
Pariwisata Menyelamatkan
Feeding yang disiapkan, kata Ria, bukanlah sumber makanan utama orangutan. Makanan mereka tetaplah ada di dalam hutan, sementara feeding hanya bersifat sebagai suplemen sekaligus indikator kondisi hutan di Tanjung Puting.
Bila saatnya musim buah tiba, tetapi feeding tetap habis dilahap, itu pertanda ada yang tak beres dengan kondisi hutan. Feeding juga untuk mengabsen populasi orangutan. Jika sudah tak datang lagi, ranger akan mencari tahu kondisi si orangutan.
"Di sini kebanyakan orangutan liar, tapi bukan berarti mereka tak mau makan feeding juga," kata Helmi.
Sementara itu, Dr. Birute menyebut pariwisata membantu menyelamatkan hidup orangutan dengan membantu menjaga tempat konservasi sekaligus menambah pemasukan untuk membiayai gaji para pekerja. Data kasar menyebut ada 25 ribu wisatawan berkunjung ke Tanjung Puting dalam sebulan. Sementara, terdapat 250 orang lokal bekerja di sana.
"Selama teratur, tidak ada dampak jelek pada orangutan. Kita pakai contoh Rwanda dan Uganda yang mendirikan pariwisata untuk gorila gunung. Mereka mulai berkembang biak setelah pariwisata berlangsung teratur," katanya.
Perjalanan itu pun ditutup dengan penyerahan donasi untuk konservasi orangutan dari Bank Kalteng dan Sriwijaya Air Group.
Advertisement