Bali Jadi Pilot Project Destinasi Wisata yang Terapkan Program CHS Kemenparekraf

Kemenparekraf secara spesifik menunjuk satu area untuk menguji coba program CHS di Bali. Di manakah itu?

oleh Dinny Mutiah diperbarui 15 Mei 2020, 20:03 WIB
Diterbitkan 15 Mei 2020, 20:03 WIB
Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali. (Dewi/Liputan6.com)
Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali. (Dewi/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Bali ditetapkan sebagai pilot project penerapan program  Cleanliness, Health, and Safety (CHS) yang diluncurkan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).

Program itu nantinya bakal diterapkan di setiap destinasi maupun lokasi lain terkait pariwisata dan ekonomi kreatif sebagai strategi mempercepat pemulihan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif pascapandemi COVID-19.

Sekretaris Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Ni Wayan Giri Adnyani mengatakan, saat ini Kemenparekraf sedang menyiapkan sejumlah langkah pemulihan antara lain menyusun SOP yang mengacu pada standar kesehatan, kebersihan dan keselamatan.

Rincian program pemulihan akan dibahas dan dikomunikasikan ke seluruh pemangku kepentingan pariwisata dan ekonomi kreatif.

"Kemenparekraf bekerja sama dengan Kemenkes dan lembaga terkait dalam melakukan survei, verifikasi implementasi SOP CHS dengan baik, juga benar sesuai standarisasi yang ditetapkan," kata Giri saat menggelar rapat dengan Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati, Kamis, 14 Mei 2020.

Ia mengatakan, implementasi CHS itu jadi tak terelakkan karena pandemi COVID-19 telah membuat perilaku manusia yang baru (new normal). Masyarakat dinilai jauh lebih peduli terhadap faktor-faktor kebersihan, kesehatan, dan keamanan, termasuk untuk destinasi pariwisata.

"Gerakan CHS ini bertujuan meningkatkan kepercayaan wisatawan terhadap destinasi dan industri pariwisata Indonesia usai COVID-19 sehingga mendorong peningkatan pergerakan dan kunjungan wisatawan di Indonesia, yang pada tahap awal pasti akan didominasi wisatawan domestik," kata Ni Wayan Giri Adnyani di kantor Gubernur Bali.

Secara umum, Giri menjelaskan, konsep CHS mengacu pada protokol kesehatan yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan dan konsep pembangunan kepariwisataan berkelanjutan, serta secara spesifik mengimplementasikan Sapta Pesona yang merupakan jiwa pariwisata Indonesia.

 

Program CHS

Ilustrasi
Ilustrasi travel. (dok. Pexels/Artem Beliaikin)

Secara spesifik, konsep Cleanliness (kebersihan) merujuk pada keadaan bebas dari kotoran, termasuk di antaranya debu, sampah, dan bau. Selain itu, kebersihan juga sangat mungkin berarti bebas dari virus, bakteri patogen, dan bahan kimia berbahaya.

Sementara, Health (kesehatan) adalah layanan yang menerapkan aturan atau ketentuan kesehatan terhadap manusia dan lingkungan melalui kegiatan pencegahan, perawatan, pemantauan, serta pengendalian. Selain itu, juga menjalankan peran dengan mempromosikan peningkatan parameter lingkungan dan mendorong penggunaan teknologi, serta perilaku yang ramah lingkungan dan sehat.

Sedangkan, Safety (keselamatan) mencakup faktor keamanan, yakni keadaan bebas dari risiko, bahaya, pencemaran, ancaman, gangguan yang bersifat permanen dan nonpermanen, fisik dan nonfisik di suatu tempat dan waktu tertentu untuk mengelola, melindungi dan meningkatkan kewaspadaan masyarakat, pengunjung dan kualitas lingkungan.

Yang tidak kalah penting adalah zero waste management, yakni pengelola destinasi harus memiliki strategi dan penerapan kebijakan pengelolaan sampah yang baik.

"Perlu dilakukan uji coba dari penerapan SOP CHS ini, yang nantinya akan jadi panduan bagi pemerintah daerah, pengelola destinasi pariwisata dan pengelola usaha pariwisata, serta pemangku kepentingan pariwisata dan ekonomi kreatif lainnya," kata Giri.

"Setelahnya baru dilakukan verifikasi, audit, dan sertifikasi CHS dengan melibatkan lembaga sertifikasi," kata Giri.

"Dengan begitu diharapkan dapat terwujud destinasi dan industri pariwisata yang bersih, sehat, dan aman sehingga tidak menimbulkan risiko kesehatan bagi wisatawan, pengelola, dan masyarakat," ujar Giri.

Mengapa Bali?

[Fimela] Bali
Ilustrasi traveling ke Bali | unsplash.com/@rubenhutabarat

Pada tahap awal, program ini akan coba diterapkan di Bali. Selain sebagai magnet utama wisatawan, baik domestik maupun mancanegara, Bali juga merupakan salah satu provinsi di Indonesia dengan penyebaran COVID-19 yang terkendali, serta penanganannya dinilai sangat bagus.

Meski Bali adalah pusat pariwisata dengan banyak kunjungan turis, provinsi itu bukanlah wilayah yang jadi episentrum pandemi COVID-19 di Indonesia. Tercatat hingga saat ini terdapat 332 kasus positif corona di Bali, 220 orang sembuh, dan empat orang meninggal.

"Penerapan pun akan dilakukan secara bertahap, untuk pertama direncanakan di kawasan Nusa Dua Bali," kata Giri.

Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati atau yang juga akrab disapa Cok Ace menyambut baik program yang sedang disiapkan Kemenparekraf. Menurutnya, Bali sebagai daerah pariwisata tidak bisa diam melihat situasi yang ada.

"Program ini tentu sangat baik dalam mempersiapkan Bali untuk kembali menerima wisatawan nantinya," kata Cok Ace.

Ia mengakui minat wisatawan untuk kembali berwisata ke Bali saat ini sangat tinggi, terutama dari wisatawan mancanegara. Namun sebelum itu, dibutuhkan penetapan protokol baru kepariwisataan yang menitikberatkan pada jaminan keamanan dan kesehatan bagi wisatawan sebagai prioritas.

Dengan penyusunan program dan pendampingan dari Kemenparekraf tentu akan membantu Bali menyiapkan langkah-langkah ke depan. Kawasan Nusa Dua yang dikelola ITDC dinilai cocok untuk penerapan program CHS sebagai tahap awal di Pulau Dewata.

"Tempatnya strategis dapat mengakomodasi segala minat dan kebutuhan wisatawan. Untuk social distancing juga baik karena jauh dari masyakat. Tinggal disiapkan protokol kesehatan, serta protokol lainnya secara ketat," kata Cok Ace.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya