Survei P&G: 85 Persen Orangtua dan Anak Indonesia Terkendala dalam Pembelajaran Daring

Pembelajaran daring membuat perubahan signifikan dalam pola belajar yang selama ini diterapkan orangtua, anak, dan guru. Namun, tak semua orang siap dengan konsekuensinya.

oleh Liputan6.com diperbarui 11 Nov 2020, 15:21 WIB
Diterbitkan 11 Nov 2020, 15:21 WIB
FOTO: Perbaikan Sistem Pembelajaran Jarak Jauh
Seorang siswi memperhatikan ponsel saat belajar secara daring di Jakarta, Rabu (4/11/2020). Usulan perubahan sistem Pembelajaran Jarak Jauh dari Federasi Serikat Guru Indonesia kepada Kemendikbud terkait adanya tiga siswa yang mengakhiri hidupnya diduga lantaran depresi. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Sejak merebaknya pandemi Covid-19 di Indonesia pada awal Maret lalu, berbagai aktivitas masyarakat yang bersingggungan dengan kontak fisik intens pun terpaksa dihentikan sementara dan beralih ke ranah virtual. Semua orang dari segala kalangan dipaksa untuk beradaptasi dengan teknologi dan dunia digital untuk melanjutkan aktivitasnya, termasuk pembelajaran daring.

Sementara itu, proses adaptasi ini tidaklah mudah, tak hanya bagi anak-anak, tetapi jugai para guru sekolah dan orangtua murid. Berdasarkan survei yang digelar P&G, sebanyak 85 persen orangtua dan anak Indonesia mengaku mengalami kendala dalam pembelajaran virtual. Sedangkan, satu dari lima orangtua mengatakan tidak memiliki cukup fasilitas pendukung, seperti perangkat telepon pintar, laptop, dan internet untuk memfasilitasi kegiatan belajar sang anak.

Tak hanya itu, tak sedikit pula guru yang tidak memiliki akses pada aplikasi pembelajaran daring yang dibutuhkan. Hal-hal demikian akhirnya menimbulkan tekanan psikologis, yang jika tidak ditangani dengan baik akan berpotensi menumbuhkan kasus kekerasan pada anak oleh orangtua yang tak memahami cara mendampingi proses belajar anak selama di rumah.

Berangkat dari kekhawatiran tersebut, Procter & Gamble (P&G) Indonesia bersama Save The Children Indonesia berinisiatif menyelenggarakan program Indonesia Volunteers Community Impact (CommPact). Kegiatannya berupa pelatihan virtual yang diberikan 90 karyawan P&G dan partner distributor P&G Indonesia, sebagai sukarelawan, yang akan berbagi kisah inspiratif dan kiat-kiat penanganan anak saat belajar dari rumah kepada lebih dari 300 guru dan orangtua, khususnya di Kabupaten Bandung dan Cianjur, Jawa Barat.

"Keadaan pandemi ini telah memengaruhi masyarakat dalam banyak aspek, dan yang paling mengkhawatirkan adalah ada banyak anak yang terpaksa keluar dari sekolah, terlebih anak-anak perempuan. Itulah isu utama yang ingin kami angkat dalam kegiatan sosial kali ini," ungkap LV Vaidyanathan, President Director P&G Indonesia pada acara Kick Off Virtual Mentoring CommPact, Selasa, 10 November 2020.

Kegiatan ini merupakan perpanjangan program kerja sama P&G Global bersama Save The Children International dalam kampanye #WeSeeEqual yang dimulai pada 2018 lalu. Tujuannya adalah untuk mempromosikan kesetaraan gender di lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat. Pada tahun ini, kegiatan difokuskan di wilayah Jawa Barat melalui empat minggu sesi pelatihan virtual bagi guru dan orangtua.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Bangun Komunikasi dan Bersinergi

Kick Off Virtual Mentoring CommPact
Kick Off Virtual Mentoring CommPact, Selasa, 10 November 2020. (dok. BBDO Indonesia/Brigitta Bellion)

Perwakilan Komite Guru, Tuti Sopiah Susilawati mengungkapkan bahwa  pandemi telah mengubah ritme dan dinamika kegiatan di sekolah, sekaligus menghadirkan masalah baru. "Misalnya, tidak semua sekolah mampu melakukan pembelajaran daring, kemampuan orangtua, sarana-prasanara yang tidak memadai, atau juga kejenuhan para guru dan siswa. Bahkan, kalau saya katakan secara ekstrem kami sudah hampir berputus asa menunggu kapan semua ini normal kembali," ujarnya.

Ia mengatakan ketidakmampuan dan kurangnya wawasan orangtua dalam membimbing anak saat pembelajaran daring dapat memicu tindakan kekerasan kepada anak. Menurutnya tidak sedikit kasus kekerasan yang dilakukan orangtua semasa pandemi ini merupakan imbas ketidaksabaran mereka saat menghadapi kegiatan belajar daring sang anak. Pihak sekolah juga kesulitan mengamati perilaku dan perkembangan karakter anak didik.

Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung,  Juhana, berharap agar seluruh komponen pembelajaran, baik siswa, guru, dan orangtua, memiliki ketahanan. "Siswa harus memiliki ketahanan untuk belajar, bagi guru harus punya ketahanan untuk mengajar, dan bagi orang tua harus ada ketahanan untuk mendampinginya,” ungkapnya.

Ada empat komponen penting yang disampaikannya dalam memperoleh ketahanan tersebut, yakni komunikasi antar-ketiga komponen agar proses pendidikan berjalan lancar. Kemudian sekolah juga harus bersinergi dengan orangtua dan lembaga sosial lainnya dalam proses pembinaan anak didik karena proses pembelajaran yang tidak lagi inklusif.

Selain itu, para orangtua, guru, dan anak tidak perlu ketakutan berlebihan dan terus berjuang bersama melawan pandemi dengan penerapan protokol kesehatan. Sekolah juga harus memberi solusi efektif untuk meningkatkan kreativitas belajar anak dan orangtua memastikan anak terlindungi dari tindak kekerasan di lingkungan rumah.

"Fungsi rumah harus ditingkatkan sebagai pusat pendidikan yang utama, pusat penerapan pola hidup sehat dan bersih, pendidikan karakter dan literasi, serta sebagai sarana pembelajaran efektif," tambahnya. (Brigitta Valencia Bellion)

Infografis Pro Kontra Sekolah Dibuka di Luar Zona Hijau. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Pro Kontra Sekolah Dibuka di Luar Zona Hijau. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya