Mantan Petinggi Thai Airways Dibui akibat Bawa 300 Kg Bagasi Ekstra Tanpa Bayar

Kasus mantan petinggi Thai Airways mengakali kelebihan bagasi itu terjadi pada November 2009. Sebelas tahun kemudian, kasus disidangkan.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 26 Nov 2020, 20:33 WIB
Diterbitkan 26 Nov 2020, 20:33 WIB
Ilustrasi Bagasi Pesawat
Ilustrasi Bagasi Pesawat (pixabay.com)

Liputan6.com, Jakarta - Jangan coba-coba mengakali peraturan walau menjabat posisi strategis di sebuah institusi. Akibatnya bisa fatal seperti yang dialami seorang mantan ketua maskapai Thai Airways Internasional. Ia dijebloskan ke bui akibat membawa bagasi ekstra seberat 300 kilogram.

Dikutip dari Bangkok Post, Kamis (26/11/2020), mantan petinggi itu bernama Wallop Bhukkanasut. Ia dituntut bersalah oleh Komisi Anti-Korupsi Nasional Thailand (NAAC).

Kasus korupsi yang menjerat mantan petinggi maskapai Thai Airways itu terjadi pada 2009 lalu. Saat itu, ia baru saja tiba dari perjalanan bersama istrinya ke Jepang.

Ia lalu memerintahkan staf penerbangan untuk mengubah berat koper bawaannya yang mencapai lebih dari 300 kilogram. Ia pun lolos dari kewajiban membayar kelebihan bagasi di Bandara Suvarnabhumi, tempat pesawatnya mendarat.

Ternyata, kasus tersebut berkembang. Pada awal 2010, Wallop diminta untuk membayar kelebihan bagasi tersebut setelah menjalani investigasi. Ia pun mundur dari posisinya sebagai kepala eksekutif maskapai.

Sepuluh tahun berselang, Komisi Anti-Korupsi Nasional Thailand (NAAC) mendakwanya bersalah karena melanggar pasal 11 Undang-Undang Pelanggaran yang Dilakukan oleh Pejabat Organisasi atau Instansi Negara. NAAC juga menuduh Wallop menerima hadiah dari perusahaan swasta, di antaranya berupa daging sapi Kobe dan buah mahal, yang harganya diduga lebih dari 3.000 Baht atau sekitar Rp1,4 juta.

Akibat perbuatannya mengakali kelebihan bagasi, eks petinggi Thai Airways itu harus dipenjara selama dua tahun tanpa masa penangguhan penahanan.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Thai Airways Bangkrut

Thai Airways Nyatakan Bangkrut, Bagaimana Nasib Tiket Penumpang yang Nilainya Capai Rp11 Triliun?
Ilustrasi Thai Airways. (dok. Foto Vivek PRAKASH/AFP)

Terlepas dari kasus korupsi yang membelit mantan petingginya, Thai Airways menyatakan bangkrut dan butuh rehabilitasi utang. Hal itu membuat para pemegang tiket gigit jari karena tiket mereka tak bisa digunakan. 

Dikutip dari The Thaiger, Selasa, 2 Juni 2020, maskapai nasional Thailand itu menghentikan layanannya pada awal April karena krisis Covid-19. Sejak itu, maskapai tersebut tidak lagi bisa mengembalikan uang konsumen yang kepalang memberi tiket.

Departemen Humas Thai Airways mengatakan tidak bisa menawarkan refund saat ini seiring Pengadilan Kebangkrutan Pusat menerima permintaan maskapai ini untuk menjalani rehabilitasi di bawah hukum kebangkrutan Thailand pada Rabu, 27 Mei 2020. Nilai tiket yang tidak bisa di-refund diperkirakan mencapai 24 miliar Baht atau nyaris Rp11 triliun.

Akibatnya, maskapai tersebut memutar otak agar bisa mendapat pemasukan. Masa pandemi makin memperumit situasi karena industri penerbangan harus menghentikan operasi. Thai Airways diketahui banting setir menjual roti goreng hingga membuka restoran di dalam pesawat untuk mendapat uang.

Infografis Perjalanan di Masa Pandemi Covid-19

Infografis 5 Tips Liburan Aman Saat Pandemi. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis 5 Tips Liburan Aman Saat Pandemi. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya