6 Fakta Menarik tentang Pulau Sumba, Tempat Kuda Poni Terbaik di Indonesia Berasal

Pulau Sumba memiliki banyak pesona yang tidak hanya melulu soal alam, tetapi juga adat istiadat yang unik.

oleh Liputan6.com diperbarui 05 Mei 2021, 11:24 WIB
Diterbitkan 16 Feb 2021, 09:01 WIB
Sumba, negeri seribu savana
Warga Sumba menunggang kuda tiba bersama anaknya di Desa Ratenggaro sebelum Festival Pasola tahunan, sebuah ritual pertempuran menunggang kuda di Pulau Sumba. (AFP Photo/Romeo Gacad)

Liputan6.com, Jakarta - Sumba merupakan salah satu pulau yang terletak di bagian selatan Indonesia yang sangat terkenal akan keindahan alam, adat istiadat serta budayanya. Namanya mencuat menjadi salah satu destinasi favorit bagi wisatawan domestik dan mancanegara.

Sebagian besar lansekap Sumba didominasi padang rumput. Sebagai pulau yang masuk dalam kawasan Wallacea, Sumba kaya akan keragaman hayati. Tak hanya itu, pulau di Nusa Tenggara Timur seluas 10.854 km persegi ini juga merupakan satu dari 23 daerah burung endemik yang ada di Indonesia, dengan sembilan jenis endemik Sumba.

Namun, hal-hal menarik tentang Sumba tak hanya itu. Liputan6.com merangkum enam fakta di antaranya yang dikutip dari berbagai sumber, Kamis, 11 Februari 2021.

Pulau sumba dengan ekstis keindahan alam dan rumah adat di pinggir pantai.(Liputan6,com)
Pulau sumba dengan ekstis keindahan alam dan rumah adat di pinggir pantai.(Liputan6,com)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Tradisi Unik

1. Tradisi Cium Hidung

Tradisi unik yang bisa ditemukan ketika berkunjung ke Pulau Sumba adalah tradisi cium hidung atau "pudduk" (dalam bahasa Sumba Timur). Tradisi ini diwariskan secara  turun temurun oleh leluhur orang Sumba.

Tradisi cium hidung bagi Orang Sumba merupakan simbol kekeluargaan dan persahabatan yang sangat dekat. Cium hidung juga merupakan simbol perdamaian bila ada pihak yang berseteru dan ingin berdamai.

Tradisi cium hidung dilakukan dengan cara menempelkan dua hidung yang mengisyaratkan bahwa dua individu seakan sangat dekat dan tidak ada jarak. Sepintas, mirip dengan cium hidung ala Suku Eskimo di Kutub Utara.

Walaupun sudah menjadi adat istiadat dan kebiasaan bagi Orang Sumba, tradisi ini tidak dapat dilakukan di sembarang tempat dan waktu, melainkan hanya dalam acara-acara tertentu. Di antaranya, saat prosesi perkawinan, pesta pernikahan, ulang tahun, hari raya besar keagamaan, pesta adat, kedukaan, dan acara perdamaian.

Di samping itu juga saat penerimaan tamu-tamu yang dianggap terhormat atau agung yang berasal dari wilayah Sumba. Lantas, bagaimana dengan tamu-tamu yang berasal dari luar Pulau Sumba? Tentunya boleh dilakukan tradisi ini, asalkan ada pemberitahuan terlebih dahulu.

 

 

2. Makna Kuda Bagi Masyarakat Sumba

Di Sumba, Nusa Tenggara Timur, tidak ada kuda yang dinamai. Alasannya karena kuda dipandang hampir sejajar dengan arwah nenek moyang.

Bagi masyarakat Sumba, ndara, nama setempat untuk kuda, bukan sekadar tunggangan. Kuda adalah kendaraan hidup yang tak bisa dipisahkan dari kehidupan pribadi orang Sumba. Selain sebagai alat bantu transportasi, kuda juga digunakan sebagai syarat mas kawin pernikahan adat Sumba.

Kuda Sumba adalah berjenis kuda sandel wood atau sandel-hout, yang sebetulnya adalah Kuda Sandelwood Pony. Nama sandelwood sering dikaitkan dengan cendana yang pada masa lampau merupakan komoditas ekspor dari Pulau Sumba dan pulau-pulau Nusa Tenggara lainnya. Konon, hewan ini memiliki moyang kuda arab yang disilangkan dengan kuda poni lokal untuk memperbaiki penampilannya.

Kuda sandelwod mempunyai ciri-ciri tinggi 110-130 cm, bentuk tubuh yang cukup serasi, tubuh bagian tengah agak pendek, dada cukup besar dan dalam, telinga agak kecil, suri dan kumba agak tebal, dan tipe kuda penarik ringan. Keistimewaan dari kuda ini terletak pada kecepatan dan daya tahannya sehingga menjadikannya salah satu kuda poni terbaik di Indonesia.

3. Perang Pasola, Atraksi Budaya Warisan Leluhur Sumba

Perang Pasola merupakan ritual adat yang selalu diadakan setiap Februari atau Maret di Indonesia Timur, tepatnya di Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT). Tanggal pastinya ditentukan oleh seorang Rato (tokoh adat). Tujuannya untuk merayakan musim panen serta memohon pengampunan.

Dalam tradisi ini, wisatawan bisa menyaksikan langsung atraksi perang tombak antarsuku dengan menunggang kuda. Tombak yang digunakan juga bukan tombak yang tajam, namun tetap saja akan ada yang terluka, entah Kuda tunggangan ataupun para peserta Pasola.

Setiap tetes darah yang jatuh akibat peperangan ini justru dianggap bisa membawa berkah. Semakin banyak darah yang jatuh ke tanah, semakin subur pula tanah mereka. Suara teriakan dan semangat dari peserta bagaikan musik yang mengiringi jalannya tradisi ini.

Konon, korban jiwa yang jatuh dalam tradisi ini ialah mereka yang mendapatkan hukuman dari Dewa karena melakukan suatu pelanggaran atau kesalahan. Kuda yang digunakan dalam tradisi ini juga bukan kuda sembarangan, melainkan kuda Sandalwood yang asli dari Sumba.

 

 

Gaya 10 Selebriti saat Liburan di Sumba, Dari Berkuda Hingga Melamar
Selebriti liburan di Sumba (sumber: Instagram/mrsayudewi)

4. Kain Tenun Sumba Penuh Makna

Melihat Pembuatan Kain Tenun Sumba Timur
Mama Adriana Rambuadji membuat kain tenun di Desa Adat Prailiu, Sumba Timur, NTT, Sabtu (15/12). Harga kain tenun Sumba tergantung tingkat kesulitan, waktu pembuatan, dan sejarahnya. (Liputan6.com/JohanTallo)

Kain tenun sumba lahir dari kekayaan alam Sumba. Pewarnaannya menggunakan bahan alami seperti akar mengkudu, untuk mendapatkan warna merah, biru dari nila, cokelat dari lumpur, dan kuning dari kayu.

Proses pembuatannya bisa memakan waktu enam bulan hingga tiga tahun tergantung kerumitan motif. Tak heran bila kain tenun ini bisa dibanderol dengan harga yang mahal.

Mengutip Indonesia.go.id, Kamis, 11 Februari 2021, setiap motif yang terdapat pada kain tenun ini juga memiliki maknanya masing-masing. Motif kuda pada kain tenun Sumba, misalnya, melambangkan kepahlawanan, keagungan dan kebangsawanan karena kuda merupakan simbol harga diri bagi masyarakat Sumba. Motif yang lazim dijumpai lainnya seperti motif burung kakatua melambangkan persatuan.

Motif lainnya, seperti motif buaya dan naga, bermakna kekuatan dan kekuasaan raja, motif ayam melambangkan kehidupan wanita, serta motif burung, umumnya kakatua, melambangkan persatuan. Biasanya hanya raja dan ratu serta kalangan terdekatnya yang memakai motif ini. 

5. Manu Pata'u Ni

Manu Pata'u Ni merupakan masakan yang terbuat dari ayam kampung yang dimasak dengan campuran santan. Disajikan secara terpisah, daging ayam kampunya dimasak hingga empuk dan bumbunya meresap hingga ke dalam.

Sajian ayam ini menjadi salah satu menu khas yang sering disuguhkan untuk tamu yang datang. Masyarakat Sumba biasanya menyajikan hidangan ini dengan dua cara. Pertama, ayam bisa diberikan pada tamu, kemudian tamu akan merobek salah satu bagian ayam misalnya paha. Bagian inilah yang akan dikembalikan oleh tamu kepada tuan rumah.

Sisanya untuk tamu dan jika tak habis, tamu harus membawa pulang sisa makanan tersebut. Cara ini berasal dari filosofi budaya zaman dulu yang bermaksud saling menghargai dan tidak menyisakan makanan agar rezekinya terus lancar.

 

6. Sumba dan Sumbawa adalah Pulau yang Berbeda

Pulau Sumba Diguncang 2 Kali Gempa, Rabu (5/8/2020). (Foto: Liputan6.com/BMKG)
Pulau Sumba Diguncang 2 Kali Gempa, Rabu (5/8/2020). (Foto: Liputan6.com/BMKG)

Karena namanya yang mirip, banyak orang yang menyangka Sumba dan Sumbawa merujuk tempat yang sama. Padahal, Sumba termasuk golongan pulau besar yang secara administrasi terdata sebagai bagian dari Provinsi Nusa Tenggara Timur atau NTT. Sementara, Sumbawa adalah pulau yang tercatat sebagai bagian wilayah Nusa Tenggara Barat atau NTB.

Keduanya ada di pulau yang berbeda. Sumbawa lebih dekat dengan Lombok, sedangkan Sumba, berada di bagian bawah Pulau Flores atau berada di bagian selatannya.

Selain itu, sama-sama identik dengan keindahan alamnya, seperti Sumba memiliki destinasi wisata unggulan yang belakangan sangat kesohor. Namanya Bukit Wairinding. Bukit itu terdiri atas lapisan hamparan padang rumput yang luas. Biasanya, orang yang datang akan berfoto saat matahari terbit atau terbenam.

Bentang alam yang eksotis ini mampu mengangkat Sumba ke layar lebar. Beberapa sineas sempat membingkainya dalam film yang diputar di layar lebar. Seperti dalam film "Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak", "Pendekat Tongkat Emas", dan "Susah Sinyal".

Sementara, Sumbawa memiliki pulau tak berpenghuni bernama Kenawa yang tak kalah kesohor. Pulau ini sepi dan sama sekali tak ditempati penduduk. Namun, pemandangannya sangat indah. Ada bukit kecil di tengah pulau. Bukit ini menjadi ikon Kenawa. (Melia Setiawati)

Strategi Tekan Kasus Covid-19

Infografis Strategi Khusus Tekan Kasus Covid-19 Saat Libur Imlek. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Strategi Khusus Tekan Kasus Covid-19 Saat Libur Imlek. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya