Di Balik Fenomena Fesyen Virtual, Mengapa Orang Berani Bayar Mahal untuk Tampilan Avatar?

Fesyen virtual ini bahkan sudah dilirik merek-merek raksasa, seperti Gucci dan Louis Vuitton.

oleh Asnida Riani diperbarui 20 Agu 2021, 21:02 WIB
Diterbitkan 20 Agu 2021, 21:02 WIB
Ilustrasi
Ilustrasi produk Gucci. (dok. unsplash/Flow Clark)

Liputan6.com, Jakarta - Tas Gucci dijual seharga ribuan dolar Amerika Serikat (AS) bukanlah berita baru. Tapi, tas Gucci yang hanya bisa dikenakan secara virtual dengan harga tidak kalah tinggi tentu menarik. Mei lalu, melansir PACMag.com, Jumat (20/8/2021), rumah mode Italia ini menyambut musim semi di dunia maya ketika meresmikan Gucci Garden di gim Roblox.

Tas Dionysus adalah salah satu barang yang bisa dibeli. Item itu dibanderol 475 robux (mata uang dalam gim), yang kira-kira senilai enam dolar AS (Rp86 ribu). Tapi seperti dalam kehidupan nyata, pasar penjualan kembali di dunia maya juga bisa "menggila."

Tas itu akhirnya laku seharga 350 ribu robux atau 4.115 dolar AS (Rp59 juta) saat dijual kembali. Barang eksklusif yang hanya tersedia secara virtual akhirnya jadi tren yang "dilahap" merek fesyen dari semua kalangan, tidak terkecuali rumah mode dunia.

Pendiri merek streetwear mewah Off-White Virgil Abloh juga tidak kalah gesit. Inovasinya di Louis Vuitton sebagai direktur artistik koleksi pakaian pria sebagiannya berlangsung di metaverse.

"Lucunya adalah dunia nyata hanyalah metaverse paruh waktu," tulis Abloh dalam sebuah unggahan Instagram, Februari lalu, ketika berbicara peleburan hal-hal fisik dan digital. "Sekarang kembali ke 'think-tank' Ready Player-esque One milik saya ini."

Abloh kemudian memberi tahu pemodal ventura Matthew Ball, "Saya ingin membuat pakaian virtual untuk melukis gambar yang tidak bisa dilakukan pakaian fisik, dan membiarkan pembeli mengakses dimensi baru gaya pribadi mereka. Tidak peduli siapa mereka, di mana mereka tinggal, dan dunia virtual jenis apa yang mereka cintai."

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Demi Audiens Digital

Louis Vuitton
Tas Crafty Collection dari Louis Vuitton yang dinilai mengadopsi motif batik. (dok. Instagram @louisvuitton/https://www.instagram.com/p/CDB3XevnqdM/)

Vogue melaporkan, fesyen virtual merupakan kelanjutan tren yang dipercepat pandemi COVID-19. Sebagian besar merek fesyen telah menghentikan presentasi catwalk dan sebagai gantinya menggunakan film pendek atau kunjungan showroom virtual untuk menyampaikan visi musiman mereka.

Tapi bahkan sebelum pandemi, petunjuk bagaimana fesyen bisa eksis murni di internet sudah terlihat. Semua ini dimungkinkan karena media sosial telah mempersiapkan publik berpakaian untuk audiens digital daripada yang fisik.

Cengkeraman pandemi, PCMag.com mencatat, membuat banyak orang belum bisa beraktivitas di luar layar. Jika pakaian adalah tentang melihat dan dilihat, tempat mereka terlihat telah berubah secara radikal.

Michaela Larosse, yang bekerja pada strategi kreatif dan komunikasi di The Fabricant, mengatakan bahwa mode digital adalah evolusi dari gim video. "Merek fesyen fisik mulai beralih di ruang ini karena pendapatan global untuk pembelian gim sudah sangat besar dan fesyen digital akan jadi bagian dari itu," katanya.

"Awalnya pekerjaan kami dipandang sebagai sesuatu yang menarik, tapi bukan sesuatu yang merek fisik merasa perlu berpartisipasi," kata Larosse. "Pandemi secara dramatis mengubah perspektif tentang apa yang kami lakukan dan membuat manfaat dari pekerjaan kami sangat nyata."

 

Perpanjangan Tangan Fesyen Berkelanjutan

Ilustrasi gamer  (sumber: Unsplash)
Ilustrasi gamer (sumber: Unsplash)

Mengutip VOA, seorang seniman digital bernama Hiroto Kai berbasis di New Hampshire Amerika bercerita ia mulai mendesain pakaian virtual ala Jepang. Kai mengatakan, ia menjual kimono seharga 140 dolar AS (Rp2 juta) dan menghasilkan sekitar 15 ribu dolar AS (Rp217 juta) dalam tiga minggu.

Setelah menghasilkan banyak uang dengan membuat pakaian Jepang virtual, ia berhenti dari pekerjaannya di toko musik untuk mendesain secara penuh waktu.

"Itu adalah cara baru untuk mengekspresikan diri Anda dan itu adalah seni berjalan, itulah yang sangat keren tentang itu. Ketika Anda memiliki sepotong pakaian, Anda bisa pergi ke pesta di dalamnya, Anda bisa menari di dalamnya, Anda bisa pamer, dan itu adalah simbol status," katanya.

Sementara, bagi pasar mode digital DressX, fesyen virtual juga tentang busana ramah lingkungan. "Jangan berbelanja lebih sedikit, beli fesyen digital," katanya.

"The Fabricant diciptakan untuk menciptakan pakaian indah yang memungkinkan kita untuk mengeksplorasi identitas kita dengan cara yang inovatif tanpa mengorbankan planet dalam mengekspresikan diri," kata Larosse. "Kenyataannya adalah, kita tidak membutuhkan barang fisik lagi atau membuang sumber daya alam kita yang berharga hanya untuk menyimpan pakaian di lemari atau berakhir di TPA."

Infografis Sampah Kemasan Produk Kecantikan

Infografis Sampah Kemasan Produk Kecantikan
Infografis Sampah Kemasan Produk Kecantikan. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya