Liputan6.com, Jakarta - Pada 31 Maret 2021, nimfa kecoa hijau kecil pertama kali tertangkap merangkak di tiang kayu pagar tali di taman hutan Singapura. Sementara sebagian orang biasanya mundur saat melihat kecoa, serangga hijau berpola oranye dan putih di punggungnya ini disebut malah bikin penasaran.
Melansir Mothership, Kamis, 2 September 2021, kecoak hijau terlihat di Thomson Nature Park oleh Law Jia Bao dan Triston Yeo. Dengan antena sepanjang tubuhnya, panjang serangga dengan sisi yang sedikit tembus pandang ini hanya sekitar 1 sentimeter.
Ini adalah pertama kalinya seekor kecoak hijau diamati di Singapura, dan jadi catatan perdana mereka tentang serangga dalam genus Sorineuchora. Temuan ini pun diterbitkan Museum Sejarah Alam Lee Kong Chian (LKCNHM) pada 30 Juni 2021.
Advertisement
Baca Juga
Sementara, Jaringan Entomologi Singapura membagikan pengamatan baru di Facebook pada Selasa, 31 Agustus 2021. Dijelaskan bahwa hanya ada dua taksa kecoak berwarna hijau terang, dan salah satunya adalah genus Sorineuchora.
Kecoa hijau lain adalah kecoak Kuba yang hanya ditemukan di Amerika. Sayangnya, dari 11 spesies Sorineuchora yang tercatat di seluruh dunia, spesies pasti dari nimfa ini tidak dapat ditentukan karena jantan dewasa yang harusnya mengidentifikasi spesies.
 Secara global, serangga menghadapi tingkat kepunahan sekitar delapan kali lebih cepat daripada hewan lain, seperti burung dan mamalia, menurut ahli entomologi LKCNHM Foo Maosheng. Populasi serangga runtuh sebagian besar karena dugaan hilangnya habitat, polusi kimia, polusi cahaya, dan perubahan iklim. Ini memengaruhi segala hal lain di rantai makanan dan merusak seluruh ekosistem dengan cara yang tidak sepenuhnya dipahami manusia.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Ancaman Kepunahan Serangga
Para ilmuwan telah menggambarkan lebih dari 1 juta spesies serangga, tapi memperkirakan bahwa ada antara 10 dan 30 juta spesies di luar sana. Sebagian besar serangga yang hilang, bahkan belum pernah tercatat.Â
"Tidak memiliki informasi ekologi dasar ini telah membuat orang mendasarkan segalanya pada lalat buah atau kupu-kupu," kata Jessica Ware, ahli entomologi dan kurator di American Museum of Natural History.
Karena itu, ada kebutuhan mendesak untuk penelitian lebih lanjut tentang serangga, katanya. Sulit mempelajari langkah apa yang harus diambil untuk menyelamatkan serangga ketika hanya tahu sedikit tentang mereka.
"Kami juga membutuhkan lebih banyak pendidikan publik tentang risiko serangga dan ekosistem tempat mereka berada. Itu berarti fokusnya tidak hanya pada lebah madu dan kupu-kupu raja," ucapnya.
Advertisement
Tidak Hanya Serangga yang Terancam Punah
Berbicara ancaman kepunahan, menurut studi terbaru, setidaknya 30 persen spesies pohon dunia terancam punah di alam liar. Kategorinya mulai dari pohon ek dan magnolia yang terkenal, hingga pohon kayu tropis, melansir laman BBC.
Para ahli mengatakan, ekistensi 17,5 ribu spesies pohon terancam. Ini merupakan dua kali lipat gabungan jumlah mamalia, burung, amfibi, dan reptil yang berisiko punah. Kelompok konservasi pun menyerukan upaya perlindungan mendesak di tengah ancaman seperti deforestasi, penebangan, dan perubahan iklim.
"Kita memiliki hampir 60 ribu spesies pohon di planet ini, dan untuk pertama kalinya kami sekarang tahu spesies mana yang membutuhkan tindakan konservasi, apa ancaman terbesar bagi mereka, dan di mana mereka berada," kata Dr Malin Rivers dari badan amal Botanic Gardens Conservation International.
Infografis Timbulan Sampah Sebelum dan Sesudah Pandemi
Advertisement