Liputan6.com, Jakarta - Monyet di Bali terkenal dengan kejahilannya suka mengambil barang-barang milik turis serta atraksi lucu lainnya. Namun karena pandemi Covid-19 terutama di masa PPKM ini, mereka ‘kesepian’ dan mulai memasuki desa penduduk.
Melansir AFAR Magazine, Minggu (12/9/2021), sejak pandemi melanda, para monyet kehilangan pilihan makanan yang dibawa oleh turis, seperti kacang tanah dan pisang, serta barang-barang lainnya yang dibawa oleh turis. Akibatnya, para monyet di pulau resor Bali mulai mendatangi rumah penduduk untuk mencari makan.
Penduduk desa di Sangeh mengatakan kera abu ekor panjang telah berkeliaran di luar habitatnya sekitar 500 meter. Mereka bertengger di atap rumah-rumah warga sembari menunggu kesempatan untuk mengambil makanan ringan.
Advertisement
Baca Juga
Khawatir para monyet akan menyerang penduduk, akhirnya mereka membawa buah-buahan, kacang, dan makanan lainnya ke Sangeh Monkey Forest, Ubud, Bali untuk memberi makan para monyet. "Kami khawatir kalau monyet-monyet lapar itu menjadi liar dan ganas," ujar seorang warga Desa Saskara, Gustu Alit.
Sekitar 600 ekor kera ekor panjang tinggal di hutan cagar alam, berayun dari dari satu pohon ke pohon lainnya dan melompat-lompat ke Pura Bukit Sari yang dikenal keramat. Biasanya, kawasan ini dipadati oleh turis, baik turis lokal maupun mancanegara.
Lokasi hutan lindung yang terkenal ini, terkadang digunakan warga setempat sebagai lokasi foto pernikahan. Monyet yang cenderung jinak, akan mudah dibujuk dengan memberikan kacang, agar mereka mau duduk di bahu atau pangkuan pengunjung.
Pariwisata merupakan sumber pendapatan utama Pulau Dewata. Mereka bisa menerima lebih dari lima juta pengunjung asing setiap tahunnya. Sangeh Monkey Forest sendiri, biasanya menerima 6.000 pengunjung per bulannya. Sejak pandemi, jumlah pengunjung asing menurun hingga sekitar 500 pengunjung.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pandemi Berkepanjangan
Menurut Made Mohon, Manajer Operasional Objek Wisata Sangeh Monkey Forest, pelarangan kunjungan wisata mengakibatkan para monyet kehilangan makanan tambahan mereka. Selain itu, tempat wisata ini pun kehilangan pemasukan dan kehabisan dana untuk membeli pakan para monyet.
Made menambahkan, donasi yang diberikan oleh warga desa dapat membantu operasional mereka, tetapi warga desa pun merasakan kesulitan ekonomi sehingga semakin lama donasi yang diberikan berkurang. "Pandemi yang berkepanjangan ini di luar dugaan kami. Makanan untuk para monyet yang kini menjadi permasalahan," ujar Made
Biaya makanan untuk para monyet dapat mencapai Rp 850 ribu per harinya. Makanan yang mereka makan seperti 200 kilogram singkong, makanan pokok kera, dan sepuluh kilogram pisang.
Sebenarnya, monyet merupakan binatang omnivora yang dapat memakan berbagai hewan dan tumbuhan yang ada di hutan. Namun, monyet di Sangeh Monkey Forest sudah terbiasa berinteraksi dengan manusia sehingga, mereka lebih menyukai makanan lain.
Advertisement
Biasa Berinteraksi dengan Manusia
Menurut Gustu Alit, para monyet tidak takut untuk mengambil tindakan sendiri. Para monyet sudah sering berkeliaran dan duduk di atap rumah warga. Mereka akan mencabut genting rumah warga dan melemparkannya ke bawah.
Ketika warga menaruh sesajen di depan rumah sebagai persembahan keagamaan, para monyet akan melompat turun dan pergi mengambil sesajen. Gusti menduga kalau para monyet tersebut tidak hanya lapar, tetap juga bosan karena biasanya mereka menghabiskan waktu dengan berinteraksi manusia sepanjang hari.
"Makanya saya mengajak warga desa di sini untuk datang ke hutan, bermain dengan kera dan menawarkan mereka makanan," ucapnya. "Saya pikir mereka perlu berinteraksi dengan manusia sesering mungkin agar mereka tidak menjadi liar," tambah Gusti. (Gabriella Ajeng Larasati)
Aturan Pembatasan PPKM Darurat Jawa Bali
Advertisement