Kuil-Kuil Kuno Ayutthaya Terendam Banjir Terburuk di Thailand dalam 10 Tahun Terakhir

Lebih dari 40 kuil di Ayutthaya terdampak banjir terburuk di Thailand dalam satu dekade ke belakang itu.

oleh Asnida Riani diperbarui 07 Okt 2021, 20:03 WIB
Diterbitkan 07 Okt 2021, 20:03 WIB
Pariwisata Ayutthaya
Phra Nakhon Si Ayutthaya, Thailand. (dok. unsplash @thewonderalice)

Liputan6.com, Jakarta - Banjir parah di Thailand telah menenggelamkan kuil-kuil kuno. Banjir tercatat memengaruhi lebih dari 40 kuil dan hampir 15,7 ribu rumah di kota Ayutthaya, lapor Independent, Kamis (7/10/2021).

Sebuah kuil Buddha bersejarah yang dibangun pada abad ke-18 di kota itu terendam setelah tembok yang dibangun untuk mencegah banjir runtuh, akhir pekan lalu. Empat distrik, yakni Phak Hai, Sena, Bang Ban, dan Bang Sai, jadi yang paling parah dilanda banjir di wilayah hilir.

Para biksu di Kuil Wat Satur terlihat mendayung perahu kecil di atas air setinggi hampir leher orang dewasa. Phra Kru Pariyat Yathikhun, yang mengepalai sebuah biara, mengatakan bahwa ini adalah banjir terburuk dalam 10 tahun terakhir.

Peringatan banjir dikirim pihak berwenang dalam dua minggu terakhir setelah badai tropis Dianmu memicu banjir bandang yang meluas di 32 dari total 76 provinsi di Negeri Gajah Putih. Sedikitnya sembilan orang tewas dan hampir 300 ribu rumah terdampak badai, menurut data resmi pemerintah Thailand.

Para pejabat memperingatkan potensi badai tropis lain yang diperkirakan akan mencapai wilayah timur laut Thailand minggu depan. Ini mungkin membalikkan prediksi para ahli yang semula memperkirakan Thailand tidak akan terdampak badai besar seperti pada 2011.

10 tahun lalu, ratusan orang tewas dan ribuan lainnya mengungsi akibat banjir terburuk dalam lima dekade. Direktur Jenderal Departemen Meteorologi Thailand Nattapon Nattasomboon mengatakan, "Jika tidak lagi hujan lebat dalam seminggu mendatang, kami akan aman."

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Tidak Hanya Thailand

Curah Hujan Tinggi, Jalanan Bangkok Banjir
Seorang warga memandangi sebuah jalan yang terendam banjir pascahujan lebat di Bangkok, Thailand (31/8/2020). (Xinhua/Rachen Sageamsak)

Dua badai, satu diperkirakan akan menghantam Vietnam utara akhir pekan ini dan satu lagi di sekitar Filipina, berada di bawah pengawasan ahli meteorologi. Indikasi krisis iklim kuat disuarakan, mengingat banjir di Thailand tahun ini terutama berdampak pada daerah pertanian, bukan kawasan industri seperti yang terlihat pada banjir tahun 2011. 

Meningkatnya suhu global dikatakan menyebabkan badai yang lebih ganas. Karena itu, ada kebutuhan untuk "kewaspadaan dan perencanaan," kata Pakorn Apaphant, direktur eksekutif Badan Pengembangan Teknologi Geo-Informatika dan Antariksa di Thailand.

Thailand tentu bukan satu-satunya negara yang terdampak "penanganan krisis iklim yang buruk." Sebelumnya, fenomena serupa telah terlihat di banyak wilayah di Bumi, termasuk sejumlah negara di Eropa. Maka itu, tindakan mengatasi perubahan iklim terus didesak banyak pihak.


Bukan Dampak Terparah

Perubahan iklim
Ilustrasi: akibat perubahan iklim dan pemanasan global (sumber: wisdominnature.org)

Penanganannya jadi kian urgen, mengingat apa yang dilihat sekarang bukanlah dampak terburuk krisis iklim, jika tidak ada tindakan konkret yang diambil. Berdasarkan laporan USA Today, di bawah kebijakan iklim global saat ini, anak-anak yang lahir pada 2021 di seluruh dunia akan menghadapi bencana iklim yang mengerikan di masa depan.

Ini termasuk tingkat banjir, gelombang panas, kekeringan, kebakaran hutan, dan gagal panen yang tidak proporsional, menurut sebuah penelitian yang diterbitkan, bulan lalu.

Studi yang diterbitkan dalam jurnal Science ini menemukan bahwa anak-anak yang lahir tahun ini rata-rata akan hidup di Bumi dengan tujuh kali lebih banyak gelombang panas, dua kali lebih banyak kebakaran hutan, serta hampir tiga kali lebih banyak kekeringan, banjir, dan gagal panen.

"Ini pada dasarnya berarti bahwa orang berusia kurang dari 40 tahun hari ini akan menjalani kehidupan yang belum pernah terjadi sebelumnya, bahkan di bawah skenario mitigasi perubahan iklim yang paling ketat," kata penulis utama Wim Thiery. "Hasil (studi) kami menyoroti ancaman berat terhadap keselamatan generasi muda dan menyerukan pengurangan emisi drastis untuk melindungi masa depan mereka."


Infografis Sampah Kemasan Produk Kecantikan

Infografis Sampah Kemasan Produk Kecantikan
Infografis Sampah Kemasan Produk Kecantikan. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya