Liputan6.com, Jakarta - Parlemen Portugal resmi mengesahkan undang-undang perburuhan baru. Kebijakan ini bermaksud memberi keseimbangan kehidupan kerja yang lebih sehat, selain untuk menarik digital nomad ke negara itu, lapor VICE World News, Rabu (10/11/2021).
Bos akan terancam menghadapi hukuman jika menghubungi karyawan mereka di luar jam kerja, menurut undang-undang baru. Aturan yang disetujui pada Jumat, 5 November 2021 itu muncul setelah perluasan bekerja dari rumah (WFH) selama pandemi, menurut pemerintah Partai Sosialis Portugal.
Di bawah kebijakan baru, bila menghubungi karyawan setelah jam kerja, bos akan dipaksa membayar biaya yang meningkat akibat bekerja dari rumah, seperti tagihan gas dan listrik. Aturan lebih lanjut akan diterapkan untuk membantu karyawan WFH.
Advertisement
Baca Juga
Ini termasuk kewajiban perusahaan memantau pekerja mereka, kendati bekerja dari rumah, dan memastikan pekerja harus bertemu dengan bos mereka setiap dua bulan untuk menghentikan isolasi. Namun, tidak semua undang-undang yang dirancang untuk membantu pekerja WFH disahkan melalui parlemen.
Apa yang disebut "Hak untuk Memutuskan Sambungan," undang-undang yang memberi pekerja hak untuk mematikan perangkat kerja, tidak disetujui. "Pandemi telah mempercepat kebutuhan untuk mengatur apa yang perlu diatur," kata Menteri Tenaga Kerja dan Jaminan Sosial Portugal Ana Mendes Godinho.
"Telework bisa jadi 'game changer' jika kami mengambil keuntungan dari kelebihan dan mengurangi kekurangannya," tuturnya. "Kami menganggap Portugal sebagai salah satu tempat terbaik di dunia bagi para nomaden digital dan pekerja jarak jauh untuk memilih tempat tinggal, kami ingin menarik mereka ke Portugal."
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Waktu Kerja Lebih Lama Selama WFH
Sebelumnya, Guardian melaporkan, karyawan yang bekerja dari rumah tercatat menghabiskan waktu lebih lama di meja mereka. Juga, menghadapi beban kerja lebih besar daripada sebelum pandemi COVID-19, menurut dua set penelitian.
Durasi rata-rata seorang karyawan yang bekerja dari rumah di Inggris, Austria, Kanada, dan Amerika Serikat (AS) meningkat lebih dari dua jam sehari sejak krisis virus corona baru, menurut data dari perusahaan dukungan bisnis NordVPN Teams. Pekerja Inggris telah meningkatkan minggu kerja mereka hampir 25 persen dan karyawan di Belanda rata-rata selesai bekerja pukul 8 malam.
Penelitian terpisah oleh perusahaan pembangun tim jarak jauh Wildgoose menunjukkan pekerja WFH mengambil istirahat makan siang lebih pendek. Mereka juga bekerja walau sakit, dan lebih banyak pekerja yang "selalu aktif" karena pemisahan antara waktu kerja dan istirahat jadi kabur.
Ketika ditanya apa yang bisa dilakukan perusahaan untuk mengatasi kelelahan atau stres saat WFH, 55 persen responden mengatakan, akan sangat membantu jika bos mereka menjaga komunikasi dan harapan kerja dalam jam kerja. Pemilik perusahaan juga berjuang, dengan hampir dua dari lima mengaku menderita depresi, kecemasan, atau kelelahan selama setahun terakhir.
Advertisement
Berdampak pada Kesehatan Mental
Emma Stewart, salah satu pendiri konsultan kerja fleksibel Timewise, mengatakan bahwa selama lockdown, bentuk kerja fleksibel, khususnya pekerjaan paruh waktu, dilupakan. "Hari kerja berisiko hilang dan akan ada dampak nyata pada kesehatan mental dan kesejahteraan," katanya.
Survei ketiga, kali ini pekerja lepas, oleh situs rekrutmen Worksome menemukan, karyawan juga melaporkan hari kerja yang lebih lama sejak krisis COVID-19. Kepala eksekutif Worksome Morten Petersen mengatakan, bagi banyak orang, "mematikan 'mode kerja' ketika kami bekerja dan tinggal di rumah, flat, bahkan kamar yang sama, telah jadi sangat sulit."
Godaan untuk menjawab email hingga larut malam jadi semakin besar. Ceri-Jane Hackling, direktur pelaksana Hubungan Masyarakat Cerub, mengatakan ia dan rekannya umumnya bekerja setidaknya satu jam hingga satu setengah jam ekstra sehari.
Infografis 8 Gerakan Bikin Rileks Tubuh Saat WFH atau WFO di Masa Pandemi COVID-19
Advertisement