Liputan6.com, Jakarta - Bank sampah berperan penting dalam rantai ekonomi sirkular. Namun, kuantitasnya belum diiringi dengan kualitasnya. Contoh kasus di Solo, lebih dari setengah bank sampah yang terdata tidak aktif beroperasi.
"Ada 131 di Kota Solo, tapi yang aktif kalau menurut data kami, belum ada 50 persennya," ujar Arthaty Mulatsih, Kepala Bidang PSLB3, Dinas Lingkungan Hidup Kota Surakarta, dalam jumpa pers virtual Peluncuran Dropbox Sampah Kemasan Solo, Jumat, 25 Februari 2022.
Banyak alasan yang melatarbelakanginya. Salah satunya soal pasokan sampah dari warga. Pemilahan sampah di rumah tangga yang belum menjadi kebiasaan membuat bank sampah tak memiliki banyak stok untuk diolah.
Advertisement
Baca Juga
Berdasarkan data Dinas DLH Surakarta, jumlah sampah yang dihasilkan di Kota Solo pada 2021 mencapai 299 ton per hari. Mayoritas, atau sekitar 61,95 persen, adalah sampah organik. Dari total sampah yang dihasilkan, 84,94 persennya diangkut ke TPA Putri Cempo, Solo. Sekitar 14,87 persen dijual ke pengepul sampah atau pengelolaan di sekolah Adiwiyata, sedangkan sisanya ada yang dibakar atau dibuang sembarangan.
Angka itu menggambarkan beratnya beban TPA Putri Cempo, padahal tidak semua sampah tidak berguna. Sampah organik masih bisa dikomposkan atau untuk pertumbuhan magot, sementara sampah anorganik bisa didaur ulang untuk banyak produk. Semua itu bisa berjalan dengan syarat pemilahan dari rumah dilakukan dengan baik.
"Awal tahun ini, kami mulai komunikasi lagi dengan bank sampah untuk menggeliatkan lagi bank sampah. Kalau memang pemilahan berjalan, teman-teman bank sampah perlu andilnya bank sampah untuk terima hasil pemilahan dari masyarakat," kata dia.
Upaya lain adalah mempersuasi sebanyak mungkin masyarakat agar terlibat dalam pemilahan itu. Dengan menggandeng mahasiswa desain komunikasi visual dan jurusan komunikasi, pemerintah berharap bisa mendapatkan model edukasi yang tepat tanpa membuat warga tersinggung atau malu.
"Supaya mereka sadar sampah itu tanggung jawab saya, bukan dibuang sembarangan. Pemerintah jelas tidak bisa sendiri menangani masalah sampah ini, apalagi edukasinya. Kita kolaborasi dengan semua pihak supaya edukasi mencapai ke seluruh sasaran," Thaty menerangkan.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Butuh Pendampingan
Senada dengan Thaty, pendiri Bank Sampah Bina Usaha Mandiri Solo, Siti Aminah mengingatkan pentingnya pemilahan sampah dari rumah agar bank sampah bisa berkembang. Namun, itu saja tidak cukup. Bank sampah perlu didampingi dan membuat usaha sendiri agar memiliki penghasilan.
"Kalau hanya didirikan, diresmikan, setelah itu ditinggalkan, ya bubar. Itu yang terjadi di Indonesia," ujarnya.
Berkaca dari pengalamannya sendiri, bank sampah yang didirikannya sejak 2014 bisa bertahan karena memiliki usaha pembuatan papan daur ulang Prokafs. Ia memanfaatkan sampah sachet atau aluminium foil yang selama ini dianggap sebagai residu sebagai bahan baku. Alasannya, sampah aluminium foil tidak bisa terurai selama ribuan tahun ditanah dan tidak bisa hancur di bawah suhu 1.000 derajat celcius.
"Mesin kami bikin sendiri. Untuk buat satu dropbox, butuh 10 kilogram sampah sachet. Kalau kami bisa bikin triplek, berapa ton yang bisa diserap habis-habisan?" kata Siti.
Advertisement
Penyebaran Dropbox
Dropbox dimaksud merupakan program kolaborasi lintas sektor untuk mendukung Indonesia bebas sampah pada 2030. Angelique Dewi, Head of Corporate Communication Nutrifood, menerangkan selain pihaknya, ada Superindo selaku penjual makanan minuman, Tetrapak selaku produsen kemasan, dan Green Movement Indonesia sebagai perwakilan LSM lingkungan, yang bergabung.
"Tapi ini bukan kolaborasi eksklusif, ini kolaborasi inklusif, kalau ada yang mau bergabung lainnya silakan," ujar Angelique.
Dropbox itu dimaksudkan untuk menampung sampah-sampah kemasan yang diproduksi di rumah tangga. Sampah tersebut dibagi dua kategori, yakni sampah kertas dan sampah non-kertas. Sampah kerta meliputi dus kertas, kotak makanan kertas, dan gelas kertas. Sementara, sampah non-kertas meliputi sampah plastik, botol kaca, kaleng, dan sachet.
"Konsumen adalah sumbernya, jadi pilah sampah ini harus dari sumbernya. Superindo memberikan tempatnya untuk jadi pick up point. Konsumen bisa kembalikan sampah kemasan ke sana," kata dia.
Total ada enam titik pengumpulan yang seluruhnya berlokasi di dalam toko Superindo. Sampah yang diterima adalah yang kering dan bersih. Konsumen diminta untuk meremukannya dan menaruh ke lubang yang sesuai agar bisa menampung sampah lebih banyak serta mempermudah kerja para petugas pengangkut, yakni tim Bank Sampah Bina Usaha Mandiri.
"Kalau sampai konsumen (taruh) tidak sesuai jenisnya ke dropbox sampah, timnya Ibu Siti akan direpotkan," ucap Angelique.
Kurangi Sejak Awal
Sampah organik juga tak kalah pelik. Menurut Thaty, ini sebenarnya bisa ditekan bila konsumen tidak membuang-buang makanan.
"Sangat disayangkan banyak sekali yang terbuang yang sebetulnya bisa kita manfaatkan lagi," kata dia.
Warga, sambung dia, perlu diedukasi untuk mencegah bahan pangan terbuang tanpa dimanfaatkan. Alih-alih didiamkan saja hingga membusuk, warga bisa membagikan stok makanan mereka ke masyarakat yang membutuhkan.
"Ini perlu kerja sama dari berbagai pihak agar sampah organik, terutama sampah makanan semakin sedikit yang masuk ke tempat sampah," ujar Thaty.
Advertisement