Cerita Akhir Pekan: Menembuskan Tenun ke Pasar Dunia

Menembuskan tenun ke pasar global tampaknya masih menemui tantangan besar.

oleh Dyah Ayu Pamela diperbarui 25 Sep 2022, 10:59 WIB
Diterbitkan 25 Sep 2022, 10:30 WIB
Pertama Kalinya, Indonesia Modest Fashion Day Hadir di Dubai Expo 2020
Itang Yunasz, salah satu pelopor fashion islami yang terkenal. Itang memilih untuk mendedikasikan pertunjukannya pada kain tenun tradisional Sumba. Keindahan Sumba terlihat dari motif-motif yang terlihat dalam tradisi tekstil tenunan tangan.

Liputan6.com, Jakarta - Menembuskan tenun ke pasar global tampaknya masih menemui tantangan besar, sebab bangsa Indonesia harus kompak. Bahkan mengenai perkembangan tenun, Desainer Musa Widyatmodjo mengatakan hal itu belum bisa dilihat secara merata di seluruh daerah.

Ia mengatakan perkembangan tenun ada yang memang maju khususnya di daerah Jawa. Namun di luar Jawa masih hanya beberapa seperti Nusa Tenggara Timur (NTT) yang turut mengambil andil dari kegesitan upaya pemerintah daerah setempat hingga bisa kembali bangkit.

"Kalau di daerah terpencil misalnya Samarinda itu agak merosot, karena semua larinya ke batik. Jadi pemakaian batik meningkat, dibanding pemakaian tenun, karena tenun itu tidak bisa dibikin murah," ujar Musa saat ditemui di Jakarta, Jumat 23 September 2022. 

Tenun sendiri memang memiliki kelebihan yang bisa menarik masyarakat global. Ada permainan motif, benang, warna, dan semua elemen kain ini banyak yang bisa diolah dan dikembangkan.

Namun Musa mengatakan penerimaan tenun di pasar global masih agak sulit. "Pasar global itu mereka ingin modernity, luxury. Tenun-tenun kita belum bisa masuk ke kategori modernity dan luxury," sebut desainer senior ini.

Tenun dikatakan Musa sangat mungkin untuk mengglobal, tapi segmentasinya harus jelas karena tenun sangat beraneka ragam. Baik tenun maupun batik menurut Musa memiliki PR yang sama dan keduanya bisa mendunia. “Agar sampai ke sana kita sendiri harus kompak bangsa ini untuk memakai tenun, memproduksi tenun, mempromosikan tenun dan memasarkan tenun, itu dulu,” ucap Musa

Dari sisi pengakuan internasional, tambah Musa, hanya memerlukan bukti bahwa tenun itu dipakai dan pengrajinnya masih hidup. Sama dengan kebaya, semua kunci keberhasilan agar tenun mengglobal adalah harus kompak dulu.

Mulanya untuk Ceremonial Adat

FOTO: Tarian dan Fashion Show Kain Tenun Tradisional Memperingati Hari Ibu
Perempuan lintas komunitas membawakan tari Ja'i saat kegiatan Sapawastra memperingati Hari Ibu di pelataran Secret Garden Art Space, Depok, Jawa Barat, Rabu (22/12/2022). Kegiatan ini menampilkan tarian dan fashion show kain tenun tradisional asal Baduy dan Flores. (merdeka.com/Arie Basuki)

Mengenai tenun yang ingin diperkenalkan ke pasar dunia, tentu harus menilik dulu dari mana kain tenun berasal dan dipakai sehari-hari. Sebab asal usul ini akan membuka tabir bagaimana kain yang amat berharga ini patut dikenal hingga ke penjuru dunia.

Desainer Edward Hutabarat, telah berkeliling Indonesia hingga 20 tahun lebih lamanya untuk mempelajari ragam tenun di seluruh Nusantara. Kecintaannya akan tenun telah dimulai sejak 1985, ketika ia pergi ke kampung halaman ibunya.

Sejak itu Edwad mengaku juga merekam bagaimana tradisi masyarakat mengenakan tenun dalam banyak foto dan video. Bagaimana keindahan tenun menginspirasinya pada banyak potongan baju yang diperagakan di atas catwalk.

Menurutnya mengembangkan tenun bukan hanya di sebuah pameran, sebab tenun adalah kain peradaban, merupakan lifestyle, bahkan akan lain motif dan gayanya di zaman Mesopotania, hingga Cina peranakan. “Jadi sebenarnya yang harus dikokohkan selain pameran adalah kegiatan-kegiatan tradisi dan ceremonial,” ungkap Edward saat menjadi pembicara di acara talkshow Tenun Nusantara Lestari Kini dan Nanti, Jumat 23 September 2022.

Bahkan diakuinya untuk bisa mengenali tenun itu sendiri, dia datang ke desa-desa dan berbaur dengan masyarakatnya. Dalam istilah yang dinamakan kulonuwon, sebab tak sembarangan orang luar bisa masuk dan mengenali tenun di suatu daerah. “Dari tenun itu sendiri, yang saya dapat adalah the woman empowerment, kekuatan tangan perempuan Indonesia,” tuturnya lagi.

Edward mengaku baru menemui karya tenun terbaik dengan ukuran bermeter-meter panjangnya di kegiatan ceremonial. Para penduduk asli desa pemilik kain tenun akan mengenakan pakaian terbaik mereka di acara besar, perkawinan, penobatan raja, bahkan untuk upacara kematian.

Sebab tenun awalnya diciptakan untuk melengkapi sebuah ceremonial untuk leluhur, sehingga memang sejak zaman nenek moyang harus dibuat dengan cara yang terbaik. “Artisan penenun itu membuat tenun untuk acara babtis anaknya, pernikahan, bahkan kematian suaminya,” cerita Edward.

Bisa Mengglobal

Founder Rasa Wastra, Monique Hardjoko bersama pecinta kain lainnya saat kunjungan ke beberapa daerah penghasil tenun.
Founder Rasa Wastra, Monique Hardjoko bersama pecinta kain lainnya saat kunjungan ke beberapa daerah penghasil tenun. (Dok: Instagram https://www.instagram.com/p/CWFp1k3PoqG/?igshid=YmMyMTA2M2Y= Liputan6.com dyah pamela)

Mengenai tenun, dengan segala keindahan bahan, motif dan warnanya makin banyak komunitas maupun pecinta dan pegiat tenun yang mempopulerkannya. Tentunya ini menjadi satu jalan menuju global, karena masyarakat Indonesia sendiri harus mengenal dan mencintai dulu produknya.

Pendiri Rasa Wastra Indonesia, Monique Hardjoko mengatakan tenun tersebar di seluruh wilayah Indonesia, bahkan di tiap desa bisa jadi  memiliki motifnya sendiri. Perkembangan tenun sendiri selama 5 tahun cukup signifikan, dari segi inovasi, desain, pewarnaan kombinasi motif bahan tenun-tenun sekarang pun sudah tidak sekaku dulu. 

Dulu tenun yang relatif tebal sekarang oleh artisan prosesnya dilakukan dengan menggunakan bahan yang lebih halus dan lebih tipis. Hal inilah yang membuatnya optimis bahwa tenun makin bisa diaplikasikan untuk dipakai sehari-hari dan mengglobal. 

"Lima tahun terakhir proses pewarnaan yang ramah lingkungan, banyak di encourage pewarnaan alam. Ikut membantu dalam hal sustainable fashion atau eco fashion," kata Monique saat ditemui Liputan6.com, Jumat 23 September 2022. 

Kreasi produk tenun oleh para desainer juga lebih mengikuti tren. Sementara itu produk tenun tak hanya diaplikasikan untuk busana saja, tapi menjadi tas hingga sepatu yang akhirnya memang lebih kreatif dan bisa diterima semua kalangan. 

Inovasi

masyarkat badui
Seorang perempuan suku Baduy sedang menenun kain, dalam perayaan Hari Internsional Masyarakat Adat Sedunia (8/8/2016)

Mengenai inovasi tenun, menurut Monique ada peran dari regenerasi artisan penenun yang memang saat ini belum terjadi di semua daerah penghasil. "Saya mengamati dari perjalanan ke Bajawa dan Sikka, dua tempat itu bagaimana para artisan di sana sudah melakukan pemberdayaan agar anak-anak daerah ikut meneruskan membuat tenun," sebut Monique.

Anak mudah di sana didorong para orangtua artisan penenun untuk berkarya sebagai artisan dan mengembangkan desanya, dibanding pergi ke kota mencari pekerjaan. Meski, katanya para orangtua di sana juga memberikan kebebasan anak-anaknya untuk memilih tapi mereka tetap mengajarkan cara menenun.

Karena itu tenun di Sikka sudah lebih berkreasi lagi dengan tenunnya, tidak melulu memiliki bahan yang kaku. Mereka mengkreasikan tenun menjadi lebih kontemporer dalam bahan yang lebih tipis dan colourful. Meski ada beberapa daerah juga mengembangkan desain yang mengambil warna alam sesuai dengan ketersediaan sumber alam dari jenis tanaman dan ekosistem laut sekitar daerah penghasil tenun.

Kini tenun yang dulunya identik dengan kesan hanya cocok "dipakai ibu-ibu" juga sudah berganti image karena inovasi yang dilakukan para penenun dan generasinya. Akan tetapi tentu inovasi lainnya agar tenun bisa diterima secara global masih menemui pekerjaan rumah yang panjang. 

Infografis Penyebaran Tenun Nusantara
Infografis Penyebaran Tenun Nusantara. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya