Liputan6.com, Jakarta - Di tengah ragam kritik, bahkan sebelum terselenggara, Piala Dunia Qatar 2022 justru membuat para suporter perempuan merasa aman selama turnamen. Selain utas di Twitter, topik ini juga dilaporkan Al Jazeera.
Salah satunya, dilansir dari situs web publikasi, Selasa (6/12/2022), adalah cerita Andrea M. Ia berangkat dari New York, Amerika Serikat (AS) untuk mendukung timnas AS berlaga di Piala Dunia 2022.
Advertisement
Baca Juga
Ia meyakinkan teman dan keluarganya bahwa ia tidak akan melakukan apapun yang berisiko selama turnamen berlangsung. Apa yang Andrea baca tentang Qatar disebut "melukiskan gambaran yang mengkhawatirkan" tentang negara tuan rumah.
"Penggambaran media AS tentang Timur Tengah sangat berbeda dari apa yang saya alami di sini," kata perempuan berusia 29 tahun itu.
Sementara teman-temannya memutuskan tidak pergi ke Qatar, Andrea mengatakan, ia senang bisa datang langsung. "Hal-hal sederhana seperti berjalan-jalan di sekitar kota larut malam, itu adalah sesuatu yang tidak bisa saya lakukan di rumah (AS)," tuturnya.
Waktu kickoff pukul 22.00, waktu setempat, untuk sebagian besar pertandingan penyisihan grup dan pertandingan sistem gugur membuat para penggemar keluar dari stadion, menggunakan transportasi umum, dan merayakan kemenangan di zona penggemar hingga lewat tengah malam.
Dalam hal ini, suporter perempuan, dalam kelompok atau sendiri, bisa bernyanyi, menari, dan bergerak tanpa mengkhawatirkan keselamatan mereka. Menurut Indeks Kejahatan Numbeo, Doha secara rutin mendapat peringkat sebagai kota teraman, atau teraman kedua di dunia.
Pengalaman Kontras
Bagi Joy Nkuna, pengalaman tersebut sangat kontras dengan negara asalnya, Afrika Selatan, yang menempati peringkat sebagai salah satu negara paling berbahaya bagi pelancong wanita. "Kami memiliki tingkat kejahatan yang sangat tinggi di negara saya, terutama terhadap perempuan," katanya.
Menurut angka rilisan pemerintah negara itu, baru-baru ini, lebih dari 1.000 wanita dibunuh di Afrika Selatan dalam periode tiga bulan antara awal Juli dan akhir September 2022. Perempuan berusia 39 tahun itu mengatakan, ia tidak berani keluar sendirian saat matahari terbenam di negaranya.
"Sejak hari mulai gelap, wanita tidak bisa keluar sendirian atau mereka akan berada dalam bahaya," katanya. "Di sini, saya dan putri saya berjalan-jalan pukul 3 pagi dan tidak ada yang mengintimidasi kami, menggoda kami, atau melihat kami dengan cara yang akan membuat kami merasa tidak aman."
Ini adalah pengalaman yang juga terasa relevan bagi Tatiana Lopez. Penggemar timnas Brasil berusia 33 tahun ini telah melakukan perjalanan dari Kolombia dengan dua teman wanitanya, mengatakan pria di tempat umum sangat sopan.
"Meski aneh melihat lebih banyak pria di tempat umum (dibandingkan dengan wanita) daripada yang biasa saya lihat di Kolombia, mereka semua sangat hormat," tuturnya.
Advertisement
Bukan Fenomena Baru di Qatar
Lopez mengatakan, ia telah menikmati Piala Dunia 2022 tanpa mengkhawatirkan barang-barangnya, yang merupakan sesuatu yang tidak biasa ia lakukan di rumah. "Saya benar-benar dapat membawa ransel di punggung, dan menyimpan ponsel di saku karena saya tahu tidak ada yang akan mengambilnya dari saya," ia mengatakan.
Perempuan yang pernah tinggal di Qatar mengatakan, keamanan bukanlah fenomena baru terkait Piala Dunia. Khadija Suleiman, seorang warga Ethiopia berusia 32 tahun yang telah tinggal di Qatar selama 10 tahun, berada di Stadion Lusail untuk kickoff pukul 10 malam, baru-baru ini, bersama tiga anak dan dua keponakannya.
"Saya tidak merasa perlu didampingi pria untuk merasa aman," katanya.
Yang pasti, kehadiran petugas keamanan meningkat di Qatar karena Piala Dunia. Namun Suleiman mengatakan, keselamatan perempuan dan anak-anak di tempat umum tidak pernah jadi perhatiannya selama berada di negara itu.
"Jika perlu, anak-anak saya akan berangkat sekolah naik taksi dan tidak mengkhawatirkan keselamatan mereka," ia menyambung.
Dalia Abushullaih telah melakukan perjalanan ke Qatar dari Arab Saudi dan mengatakan ia sangat senang melihat wanita ikut merayakan momen di ruang publik. "Qatar telah memastikan bahwa wanita merasa aman dan nyaman jadi bagian aktif turnamen dan menikmatinya dengan bebas," kata perempuan berusia 29 tahun itu.
"Dunia akhirnya menyaksikan budaya Arab kita yang indah, dan sangat indah melihat orang-orang mengambil semuanya dan pulang dengan sebagian darinya," tuturnya.
Tidak Hanya di Stadion
Selain stadion, wanita dan anak-anak memadati kawasan wisata, seperti Souq Waqif Doha dan zona penggemar yang tersebar di seluruh kota. Beberapa datang pada siang hari saat perayaan dimulai, sementara yang lain mendorong kerumunan dengan kereta bayi untuk bergabung dalam perayaan pascapertandingan.
Keputusan penyelenggara melarang penjualan alkohol di dalam atau di dekat tempat pertandingan juga menambah kepercayaan banyak wanita bahwa menghadiri pertandingan tidak akan membahayakan keselamatan mereka.
Camilla Ferrierra, seorang sukarelawan turnamen dari Brasil, mengatakan, mengetahui bahwa ia tidak akan dikelilingi oleh penggemar mabuk di stadion membuatnya merasa lebih aman. "Saya tidak pernah membayangkan pergi ke pertandingan sepak bola sendirian (di Brasil)," katanya.
Ia menyambung, "Saya tidak bisa membayangkan berada di luar larut malam, menggunakan ponsel saya di depan umum tanpa rasa takut dan hanya bisa menikmati jalan-jalan atau pertandingan sepak bola. Di sini, saya merasa 100 persen aman dan itu hal yang luar biasa bagi kami para wanita."
Hanoof Abdullah, seorang suporter sepak bola Kuwait, duduk sendirian di tengah ribuan suporter Brasil di Stadion Lusail. Ia mengatakan, keluarga Arab akan merasa sulit untuk keluar di malam hari jika mereka tahu alkohol disajikan.
"Qatar telah menunjukkan pada dunia bahwa sepak bola dapat dinikmati tanpa alkohol, dan wanita dapat menikmatinya tanpa mengkhawatirkan keselamatan mereka," ujarnya. "Standar telah ditetapkan sangat tinggi, dan sekarang dunia harus bekerja sangat keras untuk menyamainya."
Advertisement