Liputan6.com, Jakarta - Kontroversi pengajuan kebaya sebagai warisan budaya takbenda ke UNESCO masih terus menjadi perdebatan. Pada 23 November 2022 lalu, Dewan Warisan Nasional (NHB) mengumumkan bahwa Brunei, Malaysia, Thailand, dan Singapura akan bersama-sama menominasikan kebaya untuk status warisan budaya takbenda UNESCO dalam joint nomination.
"Kebaya telah, dan terus menjadi, aspek sentral dalam representasi dan tampilan warisan budaya dan identitas Melayu, Peranakan, dan komunitas lainnya di Singapura,” kata Chang Hwee Nee, CEO NHB dikutip dari Asia One, Kamis (15/12/2022).
Advertisement
Keempat negara tersebut ingin menyerahkan berkas nominasi ke UNESCO pada Maret 2023. Hasilnya diperkirakan akan diumumkan pada akhir 2024.
Advertisement
Baca Juga
Adapun tawaran bersama untuk kebaya yang akan datang ini, NHB mencatat bahwa ini akan memberikan kesempatan kepada negara-negara untuk merayakan warisan budaya bersama mereka dan mempromosikan saling pengertian. Indonesia absen dalam pengajuan kebaya secara joint nomination dan secara resmi mengakui kebaya sebagai kostum nasionalnya.
Ada komunitas di Kepulauan Melayu yang sangat mengidentifikasi dengan kebaya dan beberapa melihat tawaran warisan UNESCO ini sebagai apropriasi budaya. Adapun Indonesia hingga saat ini tetap akan mengajukan proposal serupa melalui jalur mandiri, meskipun sempat ditawarkan untuk bergabung dalam joint nomination.
Menurut Dictionary.com definisi dari apropriasi budaya merupakan adopsi, biasanya tanpa pengakuan, dari "penanda identitas budaya dari komunitas minoritas ke dalam budaya arus utama".
“Pertanyaan besarnya di sini adalah dari empat negara ini, berapa banyak dan seberapa sering mereka memakai kebaya? Tidak ada,” tulis salah satu pengguna Instagram.
Warganet lain menyebutkan keberanian tindakan tersebut dan menyatakan bahwa kebaya "hanya milik Indonesia". Namun, masih ada peluang bagi Indonesia untuk menjadi bagian dari pengajuan joint nomination UNESCO. "Empat negara peserta menyambut negara lain untuk bergabung dalam nominasi multinasional ini," kata NHB menambahkan.
Saling Klaim Budaya
Meskipun ada kegemparan di dunia maya, pendukung kebaya Indonesia mendesak negara mereka untuk bergabung dalam penawaran tersebut, demikian laporan media Malaysia The Star. "Langkah ini akan sejalan dengan kebijakan luar negeri Indonesia untuk mengejar "kolaborasi bukan kompetisi", jelas Lia Nathalia, ketua Komunitas Perempuan Berkebaya.
Beberapa komunitas di Indonesia juga mengambil tindakan sendiri dengan memulai kampanye "Kebaya goes to UNESCO". Kebaya sendiri diklaim memiliki sejarah yang panjang dan mendalam dalam warisan budaya Melayu dan kota pelabuhan Singapura, dan segudang desain menunjukkan perpaduan budaya yang sering terlihat di sini.
Kebaya ini bisa berupa motif atau bunga tradisional Jawa, hewan, dan makhluk mitos dari banyak komunitas yang telah tiba di pantai selama berabad-abad. Bagi warga Singapura kebaya juga ditampilkan dalam bentuk seni pertunjukan tradisional seperti Dondang Sayang dan Wayang Peranakan serta produksi yang lebih kontemporer seperti Little Nyonya dan Emily of Emerald Hill.
Advertisement
Diputuskan Single Nomination
Sebelumnya, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia (Menparekraf RI), Sandiaga Salahuddin Uno ikut buka suara soal kisruh Singapura yang berencana daftarkan kebaya sebagai salah satu daftar warisan budaya takbenda UNESCO secara multinasional dengan Brunei, Malaysia dan Thailand.
Tetapi Sandiaga Uno menilai, hal tersebut sebenarnya tak perlu diperdebatkan masyarakat Indonesia. Dia justru ingin kebaya turut serta dalam upaya multinasional bersama negara tetangga tersebut. Meski demikian, rapat Kemendikbud Ristek dan DPR RI pada 16 November 2022 resmi memutuskan untuk mendaftarkan kebaya lewat jalur single nomination.
Lantaran hal itu tak lain agar mempercepat proses agar kebaya bisa diakui UNESCO. Mengingat, Indonesia sendiri memiliki tiga dari ribuan warisan budaya takbenda yang tengah mengantre untuk didaftarkan ke UNESCO, seperti reog, tenun, dan tempe.
Di samping itu ada satu lagi yang tengah dalam proses pendaftaran, yaitu jamu. "Jadi, kebaya tidak lagi perlu kita perdebatkan, ini tentunya budaya luhur milik anak bangsa, yang telah diputuskan menjadi single nomination," sebut Sandiaga dalam The Weekly Brief with Sandi Uno di Gedung Sapta Pesona, Jakarta Pusat, Senin 28 November 2022.
Terlambat Mendaftar
Di sisi lain, Rahmi Hidayati, pendiri Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI), mengatakan jika Singapura dkk telah mendaftarkan kebaya ke UNESCO secara resmi, Indonesia akan berada di urutan ke-5 lantaran telat mendaftar. Rahmi mengatakan, Singapura dkk lebih siap dibandingkan Indonesia dalam hal penyiapan dokumen (dosier) maupun dokumentasi pendukung berupa foto dan video.
"Aturannya UNESCO soal pendaftaran ini bahwa negara-negara ini sudah melestarikan budaya itu selama 25 tahun terakhir. Kalau Singapura bisa buktikan 25 tahun lalu sudah pakai kebaya, mereka berhak mendaftarkan budaya takbenda asal Singapura," papar Rahmi kepada wartawan, Jumat, 25 November 2022.
Apabila merujuk pada sejarah, asal-usul kebaya bermula dari Indonesia dengan bukti sejumlah relief pada candi. Dari Indonesia, sejumlah orang yang beremigrasi ke negara-negara tetangga, misalnya Malaysia dan Singapura, turut membawa budaya nenek moyang, termasuk kebaya.
"Kalau lihat sejarah yang memang dari Indonesia, sudah ada dari ratusan tahun. Tapi, bukan itu concern UNESCO... Di UNESCO bukan dilihat dari sejarah asal-usul kebaya, tapi sudah lestarikan dalam 25 tahun," sambung Rahmi.
Di sisi lain, proses seleksi proposal ke UNESCO tak sederhana. Banyak dokumen dan data pendukung yang perlu disiapkan, termasuk tahapan pengakuan warisan budaya dari tingkat daerah. Sebab itu, keputusan untuk mengajukan sendiri kebaya ke UNESCO dapat dipandang merugikan Indonesia saat ini.
Advertisement