Liputan6.com, Jakarta - Mewaspadai varian baru COVID-19, India mengambil langkah-langkah pengamanan yang dianggap perlu. Salah satunya, otoritas setempat akan menguji secara acak dua persen penumpang internasional yang tiba di bandaranya untuk COVID-19, menurut menteri kesehatan negara itu, Mansukh Mandaviya.
"Pandemi global belum berakhir. Virus mengubah wajahnya dari waktu ke waktu," kata Mandaviya, dikutip dari Euro News, Jumat (23/12/2022).
Advertisement
Baca Juga
Perdana Menteri (PM) India Narendra Modi telah mengadakan pertemuan dengan para pejabat tinggi kemarin, Kamis, 22 Desember 2022, untuk meninjau situasi COVID-19 di negara tersebut. "Mengingat musim liburan dan Tahun Baru yang akan datang, negara bagian disarankan menjaga kesadaran akan kebersihan tangan dan pentingnya (memakai) masker," kata Mandaviya.
Dalam perpanjangan kebijakan itu, ikon wisata India, Taj Mahal, yang menarik ribuan turis setiap hari, akan mengharuskan pengunjung menjalani tes COVID-19 sebelum masuk ke sana, lapor Asian News International. India melaporkan rata-rata 153 kasus COVID-19 setiap hari, kata Mandaviya.
Pihaknya saat ini memiliki 3.402 kasus aktif, menurut data Kementerian Kesehatan India. Pemerintahnya awal pekan ini meminta negara bagian untuk terus mencari kemungkinan masuknya varian baru. Ini mendesak orang untuk memakai masker di daerah ramai, merujuk pada peningkatan kasus COVID-19 di China dan bagian lain dunia.
Dengan lebih dari 44 juta kasus COVID-19 hingga saat ini, India telah melaporkan kasus terbanyak di dunia setelah Amerika Serikat. Namun, jumlah infeksi yang dikonfirmasi telah turun tajam dalam beberapa bulan terakhir.
Kasus COVID-19 Naik di China
Pada Rabu, 21 Desember 2022, Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus menyatakan keprihatinan atas meningkatnya kasus COVID-19 di China, lapor CNN. Tedros menekankan bahwa ia khawatir tentang "meningkatnya laporan penyakit parah."
"Demi membuat penilaian risiko yang komprehensif dari situasi di lapangan, WHO membutuhkan informasi lebih rinci tentang tingkat keparahan penyakit, rawat inap, dan persyaratan untuk dukungan ICU," katanya.
Lonjakan tersebut dapat menyebabkan hampir satu juta kematian di China, menurut sebuah penelitian yang dirilis minggu lalu, yang menambahkan hal itu juga kemungkinan akan membebani banyak sistem kesehatan lokal di negara tersebut.
Sementara itu, para ahli China telah memperingatkan bahwa yang terburuk mungkin belum datang. Wu Zunyou, kepala ahli epidemiologi di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China (CDC), mengatakan pekan lalu bahwa China sedang dilanda gelombang pertama dari tiga gelombang infeksi yang diperkirakan terjadi pada musim dingin ini.
Tahun lalu, India "dihancurkan" gelombang kedua COVID-19, yang menewaskan puluhan ribu orang dan membuat sistem kesehatan negara itu kewalahan. Sejak itu, India telah memberikan lebih dari dua miliar vaksin COVID-19 dan hampir 75 persen populasinya telah menerima setidaknya satu dosis, menurut data dari Universitas Johns Hopkins.
Â
Advertisement
Kasus Omicron BF.7
Menurut Kementerian Kesehatan India, negara itu telah melihat "penurunan yang stabil" dalam kasus COVOD-19, dengan rata-rata sekitar 150 infeksi per hari secara nasional pada 19 Desember 2022. "Kami siap menghadapi situasi apa pun," kata Menteri Kesehatan Mandaviya dalam unggahan Twitter, Rabu, 21 Desember 2022.
Melansir Hindustan Times, tiga kasus strain Omicron BF.7, yang mendorong gelombang infeksi COVID-19 saat ini di China, sejauh ini telah terdeteksi di India. Kasus pertama dari varian dengan tingkat penularan yang lebih tinggi ini terdeteksi di Gujarat pada awal Oktober 2022.
Dengan dua kasus di Gujarat dan satu kasus di Odisha, jumlah kasus Omicron BF.7 di India sekarang mencapai tiga kasus. Meski sejauh ini belum menimbulkan kepanikan besar, varian baru Omicron diketahui menyebar sangat cepat dan memiliki masa inkubasi lebih singkat.
Dilaporkan bahwa itu akan menginfeksi 60 persen orang di China dalam tiga bulan mendatang. Dr Ravindra Gupta, Dept of Internal Medicine di CK Birla Hospital (R), Gurugram mengatakan bahwa dengan orang-orang yang bepergian ke seluruh dunia pada saat ini, kemungkinan penyebaran COVID-19 ke seluruh dunia tinggi.
Skenario Mengerikan
Dr Gupta berkata, "Saat ini virus corona sedang mengalami mutasi baru berupa COVIDÂ BF.7 yang merupakan varian dari Omicron. Varian ini ditemukan menginfeksi China dan memiliki kemampuan penularan yang tinggi. Sangat cepat menular ke orang lain dan memiliki masa inkubasi yang singkat juga."
Dengan prediksi 60 persen orang di China akan terinfeksi oleh varian ini dalam tiga bulan ke depan, Dr Gupta menyebutnya sebagai "skenario mengerikan yang bisa terjadi, dengan orang-orang yang bepergian ke seluruh dunia, penyakit ini mungkin menyebar ke seluruh dunia melalui perjalanan udara."
Dr Charu Dutt Arora, Dokter Konsultan dan Kepala Spesialis Penyakit Menular, Kesehatan Ameri, Rumah Sakit Asia, Faridabad mengatakan berita lonjakan kasus positif COVID-19 baru-baru ini di China, Jepang, Hong Kong, Brasil, dan AS telah menyebabkan keadaan penderitaan di seluruh dunia
Ia mengatakan bahwa tweet Eric Dengi, seorang ahli epidemiologi dari China yang menyatakan bahwa "virus ini dapat menyebabkan kematian jutaan orang di seluruh China dalam beberapa bulan ke depan" sangat memprihatinkan.
Advertisement