Peran Perempuan Indonesia dalam Melestarikan Jamu Disorot Vogue AS

Secara khusus, Vogue AS menyoroti bagaimana perempuan Indonesia mengambil peran sebagai penjual jamu gendong.

oleh Asnida Riani diperbarui 10 Mar 2023, 05:01 WIB
Diterbitkan 10 Mar 2023, 05:01 WIB
Jamu Gerobak di Jakarta
Ilustrasi perempuan Indonesia sebagai penjual jamu gerobak. (Liputan6.com/Elly Purnama)

Liputan6.com, Jakarta - Ragam peran wanita diulas berbagai publikasi di peringatan Hari Perempuan Internasional pada 8 Maret 2023. Di antaranya, media asing Vogue AS memilih menyoroti peran perempuan Indonesia dalam melestarikan jamu.

Dalam ulasannya, dikutip dari situs web publikasi itu, Kamis, 9 Maret 2023, pihaknya menulis, "Saat itu pukul 04.30 pagi yang tenang di Sugihan, sebuah desa kecil di Solo, Pulau Jawa, Indonesia. Sebelum ketiga anaknya bangun untuk sekolah, Mulatsih (40) berjongkok di bangku di atas lesung kayu dan alu batu, sementara air dan gula mendidih di panci di sampingnya."

Ia menggiling nasi dan kencur untuk membuat jamu beras kencur, "ramuan yang menyembuhkan segala penyakit mulai dari sakit tenggorokan hingga sakit perut," catat outlet itu. "Jamu adalah tentang kesehatan yang dapat diakses, dan itulah yang membuatnya begitu kuat. Itu bukan hanya minuman, namun konsep merawat diri sendiri," kata Metta Murdaya, pendiri lini kecantikan berbasis jamu, Juara, sekaligus penulis buku Jamu Lifestyle: Indonesian Herbal Wellness Tradition.

Mulatsih bercerita, "Saya suka membuat jamu karena membantu orang, dan membuat saya terhubung dengan masyarakat." Setiap hari sebelum fajar, ia menyeduh ramuan jamu yang berbeda, menuangkannya ke dalam botol kaca, dan saat ayam jantan mulai berkokok dan matahari mulai terbit, berangkat untuk berjualan hari itu.

Perempuan-perempuan ini telah lama dikenal sebagai penjual jamu gendong. Secara historis, rangkum Vogue AS, wanita penjual jamu gendong membawa sebanyak 12 botol kaca sekaligus dalam keranjang bambu yang diikatkan ke punggung dengan selendang saat berjalan berkilometer jauhnya. 

Resep Warisan

Jamu Gerobak di Jakarta
Ilustrasi perempuan Indonesia sebagai penjual jamu gerobak. (Liputan6.com/Elly Purnama)

Selama beberapa dekade terakhir, penjual jamu gendong yang lebih modern, seperti Mulatsih, telah beralih ke sepeda motor untuk memaksimalkan mobilitas dan jangkauan jarak. Namun, jamu-jamu dagangannya tetap merujuk pada resep warisan yang diturunkan dari generasi ke generasi yang diajarkan di rumah.

"Kebersamaan itu sangat penting, dan tradisi (membuat jamu) itu sendiri diturunkan melalui perempuan," kata Metta. Seperti kebanyakan perempuan penjual jamu gendong, Mulatsih belajar membuat jamu dari ibunya, Giyem. Ia jadi janda di usia muda dan membutuhkan pekerjaan untuk menghidupi keluarga dan menyekolahkan dua anaknya, termasuk Mulatsih.

Saat berkabung, seorang teman menyarankan agar Giyem jadi penjual jamu gendong. "Ia berkata, 'Bu, kamu harus ikut denganku dan menjual jamu. Aku akan mengajarimu!'" kenang Giyem. "Saya melawan patah hati, tapi berkata, 'Oke, saya ingin membuat jamu dan mencoba melupakan (sakit hati saya.)' Hati saya tersiksa, tapi saya terus bergerak."

Baginya, gerakan ini mengubah hidup dan sangat berarti. "Itulah kisah komunitas, bagaimana kami percaya dan mendukung satu sama lain," katanya.

Sumber Pendapatan Penting bagi Perempuan Indonesia

Ilustrasi
Ilustrasi bahan-bahan pembuat jamu. (dok. pexels/Glaucio Guerra)

Di usianya yang ke-66 tahun, Giyem mengenang betapa senang putrinya, Mulatsih, membantunya membuat dan menjual jamu semasa kecil. "Melihatnya bekerja sendirian untuk kami, saat kami masih sangat kecil, merupakan inspirasi besar bagi saya," kata Mulatsih, yang bangga bisa membantu menghidupi keluarganya secara finansial seperti yang dilakukan ibunya.

Seperti kisah Giyem, jamu telah dan terus jadi sumber pendapatan penting bagi banyak perempuan Indonesia. "Ini bukan hanya hitungan ekonomi; ini pemberdayaan ekonomi bagi pengusaha perempuan khususnya," kata Metta. "Mereka adalah tulang punggung."

Hubungan sosial disoroti sebagai salah satu cara jamu bermanfaat bagi kehidupan masyarakat Indonesia. "Jamu menciptakan komunitas," sebut Metta. "Ini memberikan makanan tidak hanya dalam arti finansial, tapi juga secara sosial."

Baik sedang bekerja atau berbelanja kebutuhan, menjadi penjual jamu gendong adalah kegiatan sosial yang inheren. "Saya senang pergi ke pasar dan memetik bahan-bahannya," kata Mulatsih. "Saya bertemu banyak teman. Itu membuat saya bahagia."

Melestarikan Sejarah dan Kontribusi Jamu

Ilustrasi membuat minuman, jamu tradisional
Ilustrasi membuat jamu tradisional. (Photo by Katherine Hanlon on Unsplash)

Bahkan, ada kedekatan hubungan antar pengusaha jamu, seperti yang ditunjukkan persahabatan Mulatsih dengan Sri Utami (37), sesama penjual jamu gendong. "Saya suka bertemu dengan wanita lain yang menjual jamu. Kami terhubung dan berteman," kata Utami, penjual jamu generasi ketiga di keluarganya.

Meski secara teknis mereka adalah pesaing dalam berjualan jamu, ada rasa persahabatan yang nyata antara mereka dan penjual jamu gendong lain di lingkaran mereka. "Kami membicarakan kenaikan harga, bahkan memutuskan penggunaannya bersama," katanya.

Meski jamu perlu dirangkul dengan cara baru untuk terus memperkaya kehidupan sebanyak mungkin orang, melestarikan sejarah dan kontribusinya terhadap budaya Indonesia sangatlah penting. Sebagai pengakuan, jamu telah dinominasikan masuk Daftar Warisan Budaya Takbenda UNESCO, yang membantu melindungi sejarah sosial dan dampak budaya dari tradisi yang terancam punah.

Vogue AS mencatat bahwa hal ini penting untuk ekosistem jamu gendong, termasuk bisnis lokal yang jadi sumber bahan baku minuman tradisional tersebut.

 

Disclaimer: Jamu adalah ramuan tradional berbahan alami yang bisa membantu kesehatan tubuh. Bila ada keluhan kesehatan, sebaiknya dikonsultasikan kepada dokter.

Infografis Jamu Populer di Indonesia
Infografis jamu populer di Indonesia. (Dok: Liputan6.com Tim Grafis)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya