Liputan6.com, Jakarta - Pada tahun 1950-an, Presiden Sukarno mengembangkan beberapa kawasan mewah di Jakarta menjadi pemukiman satelit, yang mana merupakan kompleks perumahan dengan fasilitas yang lengkap. Salah satu kawasan tersebut adalah Kebayoran Baru. Seiring berjalannya waktu, terdapat permintaan akan tempat ibadah bagi umat Muslim di wilayah tersebut. Sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut, Masjid Agung Kebayoran yang kini bernama Masjid Agung Al Azhar dibangun di atas tanah kosong yang tadinya penuh dengan ilalang.
Dalam acara Wisata Religi bersama Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi DKI Jakarta, Minggu, 16 April 2023, Soni, marbot Masjid Agung Al Azhar, menceritakan sejarah masjid tersebut. Berikut enam fakta menarik Masjid Agung Al Azhar yang dirangkum oleh Liputan6.com.
1. Dikategorikan sebagai Masjid Agung
Siapa sangka masjid yang diresmikan pada tahun 1958 itu menjadi Masjid Agung dan sekaligus masjid favorit di Jakarta Selatan, khususnya Kecamatan Kebayoran Baru.
Advertisement
“Masjid ini digagas oleh 14 tokoh terkemuka dari Masyumi,” ujar Soni. Termasuk di antaranya adalah Soedirjo, Tan In Hok, Ghozali Sjahlan dan H. Sju’aib Sastradiwirja, yang berusaha untuk membangun sebuah masjid utama di Kebayoran Baru. Sebelumnya, berdasarkan saran dari Menteri Sosial RI pada saat itu, yaitu Mr. Syamsudin, para tokoh tersebut mendirikan Yayasan Pendidikan Islam (YPI) pada tanggal 7 April 1953.
Bermula dari pendirian satu yayasan yang diberi nama Al Azhar pada tahun 1953, gagasan itu kini menjelma menjadi masjid berkapasitas 2500 orang sehingga layak menyandang Masjid Agung. Masjid dua lantai dengan kubah yang khas itu, di lantai bawahnya bisa diisi oleh 1000 orang, sedang di lantai atas 1500 orang bisa bersholat tanpa berdesak-desakan. Pada masa Presiden Sukarno kritik bernuansa agama selalu muncul dari sini.
2. Dulunya Bernama Masjid Kebayoran Baru
Ada 14 tokoh nasional dari Masyumi yang memprakarsai pendirian masjid ini. Sehingga walaupun menjalankan siar agama, masjid ini tidak bisa menghindar dari stigma politis yang melekat. Apalagi di masjid inilah beberapa ulama besar memegang peran penting, misalnya imam besar masjid agung ini.
“Imam besar masjid ini adalah KH Abdul Karim Malik yang lebih populer dipanggil Buya Hamka,” jelas Soni. Karena kritik-kritiknya yang pedas Buya Hamka pernah mendekam di penjara saat Bung Karno menjadi presiden. Kedekatannya dengan Imam Besar Masjid Al Azhar di Kairo mengilhami Imam Besar itu menamai Al Azhar untuk masjid tersebut.
Soni mengungkapkan “Masjid Agung Kebayoran Baru diubah namanya menjadi Masjid Agung Al Azhar setelah Dr. Mahmoud Syaltout, Rektor Universitas Al Azhar Kairo, memberikan ceramah umum di masjid ini.” Dr. Mahmoud Syaltout sangat terkesan dengan keindahan masjid tersebut di negara yang baru saja merdeka, sehingga memberikan nama baru "Masjid Agung Al Azhar" untuk masjid tersebut. Ketika Masjid Al Azhar diresmikan, tidak ada kegiatan formal yang akbar, tetapi momen itu merupakan pertama kali sholat jamaah diselenggarakan di masjid itu.
3. Menjalankan Kegiatan Dakwah dan Sosial
Hal ini seperti dituntut peran masjid yang tidak hanya menjalankan dakwah, di komplek Masjid Al Azhar juga didirikan lembaga dan prasarana pendidikan. “Di sini lengkap, dari tingkat Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan yang terbaru Universitas Al Azhar Indonesia yang didirikan pada 2000,” jelas Soni. Sekalipun kini Sekolah Al Azhar sudah menjadi sekolah ternama dan unggulan, di Masjid ini masih diselenggarakan pengajian rutin.
Perkembangan kegiatan pembinaan umat dan syiar Islam di Masjid Agung Al-Azhar tidak terlepas dari peran Imam Besar di masjid ini, yaitu Buya Hamka. Ceramah-ceramah Buya selalu disampaikan dengan bahasa yang sopan dan santun sehingga menarik perhatian umat di berbagai tempat, terutama melalui acara Kuliah Subuh yang disiarkan oleh RRI.
Selain membina berbagai kegiatan pengajian, majelis taklim, dan kursus agama Islam, Buya Hamka juga mempromosikan pertumbuhan dan perkembangan sekolah-sekolah Islam Al-Azhar yang berpusat di kompleks Masjid Agung Al-Azhar. Kegiatan dakwah dan pendidikan Islam tersebut semakin populer di kalangan masyarakat dan meningkatkan reputasi Al-Azhar di seluruh Indonesia, tidak hanya di Jakarta dan sekitarnya, tetapi juga di berbagai wilayah lainnya.
Advertisement
4. Arsitektur Masjid Terindah pada Zamannya
Masjid Agung Al Azhar menjadi masjid modern yang termegah dan terbesar di tanah air. Predikat ini menurun setelah Bung Karno membangun Masjid Istiqlal pada tahun 1978 sebagai masjid terbesar se-Asia Tenggara.
Di dalam masjid terdapat ruangan-ruangan yang menampung fungsinya untuk mendukung predikatnya dalam memadukan kegiatan dakwah dan sosial. Apalagi saat Masjid Al Azhar mendeklarasikan sebagai pusat keilmuan bernafaskan Islam di Indonesia. Tidaklah aneh jika di dalam masjid ini dibangun perpustakaan, ruang kelas, ruang kuliah, bahkan asrama layaknya seperti boarding school atau pesantren.
Arsitektur Masjid Al Azhar memperlihatkan adanya asimilasi antara Masjid Hij’ di Saudi Arabia dan Masjid Qibtiyah di Mesir. Pemilihan warna putih yang mendominasi eksterior bangunannya semata-mata ingin memaknai sifat kesucian dan keagungan dalam Islam. Sedangkan untuk menuangkan keanggunan sebagai tempat ibadah, tangga utama masjid dibuat berjenjang dan tidak seperti bangunan biasa.
5. Masjid Al Azhar sebagai Cagar Budaya
Adanya unsur-unsur sejarah dan historis yang kental sejak masjid ini didirikan, akhirnya mendorong Dinas Kebudayaan menetapkan Masjid Agung Al Azhar pada tahun 2021 sebagai Cagar Budaya. Sebagai Cagar Budaya, ada unsur-unsur bangunan yang harus dipertahankan misalnya disain dasar dan konstruksi utama bangunan tidak boleh diubah. Tetapi unsur dekoratif seperti keramik dan kaligrafi yang menempel di dinding tetap dipercantik secara periodik.
Dengan perkembangan zaman dan kebutuhan umat yang semakin meningkat, aktivitas di Masjid Agung Al-Azhar terus berkembang. Pada awalnya, kegiatan ibadah dan dakwah hanya diikuti oleh warga sekitar. Namun, saat ini jamaah Masjid Agung Al-Azhar berasal dari berbagai lapisan masyarakat, termasuk yang tinggal di daerah elit Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, serta dari luar daerah seperti Tangerang, Bekasi, Depok, Bogor, dan sekitarnya.
6. Program Menarik Selama Bulan Ramadhan
Selama Bulan Ramadhan, Masjid Al Azhar menyelenggarakan berbagai program yang menarik. “Ada santunan untuk anak yatim, kajian agama, dan sepuluh malam terakhir juga diselenggarakan itikaf,” jelas Soni. Khusus selama bulan puasa juga disediakan takjil sebanyak 700 bagi jemaah yang ingin berbuka puasa. Sedangkan untuk 10 malam terakhir, dibagikan kupon agar jemaah bisa menikmati hidangan saur yang disediakan pihak masjid. Kupon dapat ditukarkan untuk mengambil aneka makanan nusantara yang dijual di bazaar.
Masjid Al Azhar juga menggelar festival selama Ramadhan bertajuk “Saur” atau Semarak Antusiasme Ramadhan. Di dalamnya terdapat bazaar makanan hingga pakaian, festival musik, dan juga berbagai acara gelar wicara.
Yang menarik pada bulan Ramadhan ini juga diselenggarakan Zakat Day dan layanan wakaf berbentuk pop up booth yang bekerjasama dengan Tokopedia untuk konsultasi dan penerimaan wakaf dan zakat mal dari para jemaah. Jumlah zakat dan infaq yang diterima segera diumumkan sebelum salat.
Advertisement