Jakarta Bisa Contoh Seoul Tangani Polusi, Bikin Koridor Angin untuk Tingkatkan Kualitas Udara di Kota Besar

Pemerintah Seoul berencana meningkatkan luas area hutan di kota besar dalam upaya meningkatkan kualitas udara di kota besar.

oleh Farel Gerald diperbarui 18 Agu 2023, 07:30 WIB
Diterbitkan 18 Agu 2023, 07:30 WIB
Jalan Angin
Pada Oktober 2017, para pendaki menaiki Gunung Bukan di Seoul dengan latar belakang pemandangan kota. (sumber: Korea Times file)

Liputan6.com, Jakarta - Polusi udara di Jakarta telah mencapai tingkat yang sangat memprihatinkan. Bukan hanya masyarakat umum yang menyadari dampaknya, tapi juga berbagai tokoh terkenal dan bahkan Presiden Joko Widodo. Masalah ini juga telah menjadi begitu kritis sehingga tidak hanya menjadi perhatian lokal, namun juga menarik mata dunia.

Beberapa media asing ternama seperti South China Morning Post, Mashable SEA, AFP, dan AP telah memberitakan kondisi tersebut, menyoroti dampak buruk polusi udara bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup di Jakarta. Kondisi ini menegaskan urgensi perubahan dan tindakan nyata dari semua pihak untuk mengatasi masalah polusi di ibu kota.

Masalah itu juga jadi perhatian Pemerintah Kota Seoul. Karena itu, mereka berencana untuk meningkatkan luas area hutan di kota besar hingga 2025. Ini merupakan langkah kedua yang diambil oleh pemerintah kota dalam upaya meningkatkan kualitas udara dan suhu di kota besar dengan menambah kawasan berhutan.

Fase pertama dari inisiatif ini telah rampung pada 2021. Melansir The Korea Times pada Selasa, 15 Agustus 2023, inti dari proyek ini adalah menciptakan sebuah koridor angin yang penuh dengan pohon-pohon, menghubungkan pegunungan di luar Seoul ke bagian kota yang penuh gedung-gedung. Pemerintah kota percaya bahwa udara bersih dari pegunungan dapat mengalir ke bagian tengah kota yang biasanya panas, sehingga mampu menurunkan suhu serta polusi udara.

Dalam tahap kedua proyek ini, jumlah pohon yang ditanam akan ditingkatkan dari fase sebelumnya di dua wilayah kota, yang menghubungkan Gunung Gwanak menuju Anyang Stream di bagian selatan Seoul, serta dari Gunung Bukan menuju Ui Stream di bagian utara. Proses perencanaan tahap kedua telah dimulai bulan ini dan akan diikuti dengan penanaman pohon sepanjang 2024--2025.

3 Tipe Jalan Angin

Ilustrasi angin, inspirasi.
Ilustrasi angin. (Photo by Katarzyna Kos on Unsplash)

Dengan kombinasi dana sebesar 5 miliar won atau yang setara dengan Rp57 miliar dari pemerintah pusat dan 5 miliar won tambahan dari Pemerintah Kota Metropolitan Seoul, tahap kedua ini akan menambahkan pohon-pohon di 11 daerah kota dengan total luas sekitar 7,3 hektare. Dalam tahap awal, ada sekitar 540.000 pohon yang telah ditanam di enam wilayah kota, menciptakan koridor angin yang melintasi lebih dari 189 hektare lahan di kota tersebut.

Berdasarkan informasi dari Biro Perencanaan Lingkungan yang berada di bawah naungan Kantor Pusat Iklim dan Lingkungan pemerintah kota, terdapat tiga varian jalur angin. Pertama adalah "Hutan penghasil angin", mengacu pada pegunungan yang menjadi sumber udara segar.

Kedua adalah "Jalan hutan", yang berfungsi sebagai koridor yang berisi pohon-pohon, seperti di sepanjang sungai, yang menghubungkan pegunungan dengan area kota. Terakhir adalah "Hutan ekspansi" yang bertugas mendistribusikan udara segar dari pegunungan ke berbagai bagian kota melalui area hijau seperti taman, gedung berhutan, dan vegetasi lain di fasilitas publik termasuk sekolah.

Berkat keunikan geografis Seoul yang dikelilingi gunung, Gunung Gwanak di bagian selatan dan Gunung Bukan serta Gunung Dobong di bagian utara, serta keberadaan Sungai Han, kota ini menjadi tempat ideal untuk pembentukan jalur angin hutan. Menurut pemerintah kota, saat malam tiba, udara dingin dari pegunungan menyebar melalui jalur angin ini dan menyejukkan area perkotaan.

Manfaat Keberadaan Pohon dan Hutan

Ilustrasi hutan Indonesia
Ilustrasi hutan (Dok.Unsplash/ Imat Bagja Gumilar)

Dalam menentukan posisi terbaik untuk jalur angin, Seoul memanfaatkan model simulasi KLAM_21, ciptaan Layanan Meteorologi Jerman, yang dirancang untuk mengukur sebaran udara dingin di kawasan pegunungan. Ketika merencanakan fase awal proyek hutan jalur angin, model tersebut digunakan oleh pemerintah kota untuk menentukan lokasi optimal jalur pohon.

Manfaat pohon dalam mitigasi suhu dan penyaringan udara telah diakui oleh lembaga penelitian hutan nasional. National Institute of Forest Science (NIFS) menyebutkan bahwa hutan seluas satu hektare yang dihuni oleh pohon-pohon berusia 10 tahun atau lebih mampu mengurangi sekitar 7 ton karbon dioksida dan menyerap kurang lebih 170 kilogram polutan tiap tahun.

Keberadaan hutan tersebut dapat mengurangi suhu puncak di siang hari selama musim panas antara tiga hingga tujuh derajat Celcius dan meningkatkan kelembapan antara 9 hingga 23 persen, sehingga membantu mengatasi efek kubah panas di area perkotaan. Penelitian oleh NIFS pada 2021 menunjukkan bahwa Hutan Hongneung di daerah Dongdaemun, Seoul bagian timur laut, berhasil mengurangi kadar PM10 (partikel dengan diameter kurang dari 10 mikrometer) di area tersebut sekitar 26 persen dan PM2.5 sekitar 41 persen.

Pemerintah kota berpendapat bahwa inisiatif lingkungan terkini ini akan mendukung pencapaian tujuan Perjanjian Paris 2015, yang menyerukan 195 negara anggota PBB untuk memulai langkah-langkah lingkungan demi mengurangi emisi gas rumah kaca dan membatasi pemanasan global. Pemerintah Seoul menegaskan bahwa penghijauan perkotaan merupakan salah satu taktik utama dalam mengatasi masalah tersebut.

Upaya Tekan Polusi Udara

120 Bus Listrik Transjakarta Ditambah untuk Atasi Kemacetan
Warga turun dari bus listrik Transjakarta di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Senin (20/2/2023). Transjakarta diketahui telah melakukan pengadaan 100 unit bus listrik pada 2022. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Sementara itu, mengutip kanal Bisnis Liputan6.com, upaya yang dilakukan untuk meminimalisir polusi udara di Jakarta adalah dengan menargetkan operasi 100 bus listrik di jalanan ibu kota pada 2023 oleh PT Transportasi Jakarta (TransJakarta). Kebijakan ini dibuat untuk menekan tingginya polusi udara yang dihasilkan transportasi berbahan bakar minyak, serta upaya efisiensi biaya operasional.

Kepala Departemen Humas dan CSR Transjakarta Wibowo mengatakan, pengoperasian bus listrik itu untuk pengalihan kendaraan dari BBM ke listrik untuk mengurangi polusi udara. "Bus ini ramah lingkungan sesuai dengan komitmen untuk menekan biaya transportasi serta pengendalian polusi udara," katanya, Selasa 15 Agustus 2023.

Menurut dia, saat ini TransJakarta sudah mengoperasikan 52 bus listrik dari 100 yang ditarget beroperasi pada tahun ini. Pengoperasian bus listrik berkapasitas 50 pelanggan dengan 33 kursi itu, ditujukan untuk mengurangi emisi pembuangan gas kendaraan.

Seluruh bus listrik baru tersebut disediakan oleh mitra operator PT Transportasi Jakarta, PT Mayasari Bakti. Bus-bus listrik itu banyak dioperasikan di rute tengah. Di antaranya rute nonBRT 1P Pasar Senen-Blok M ataupun 1R Pasar Senen-Tanah Abang.

Saat ini, bus-bus listrik tersebut lebih banyak melayani wilayah selatan Jakarta. Di antaranya rute D21 Lebak Bulus-Universitas Indonesia, rute 4B Stasiun Manggarai-Universitas Indonesia, ataupun 1E Pondok Labu-Blok M.

Infografis 10 Kota Dunia dengan Kualitas Udara yang Buruk akibat Polusi
Infografis 10 Kota Dunia dengan Kualitas Udara yang Buruk akibat Polusi
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya