Seberapa Sering Kita Harus Mengganti Seprai dan Sarung Bantal? Begini Saran Ahli

Frekuensi penggantian sarung bantal dan seprai didasarkan pada faktor-faktor seperti cuaca, kondisi kulit, gaya hidup, kesehatan, dan penggunaan kasur.

oleh Farel Gerald diperbarui 21 Agu 2023, 04:02 WIB
Diterbitkan 21 Agu 2023, 04:02 WIB
Seprei/Tempat Tidur
Seprei/Tempat Tidur. (Photo by Anastasia Dulgier on Unsplash)

Liputan6.com, Jakarta - Seberapa sering seharusnya kita mengganti seprai, sarung bantal, dan duvet? Apakah ada anjuran dari para ahli mengenai frekuensi penggantian, sehingga kita dapat tidur lebih nyaman, mengetahui bahwa kita sudah berupaya meminimalisir tungau dan kotoran lainnya? Namun sebelumnya, apa sebenarnya yang bersembunyi di dalam seprai kita?

Banyak pertanyaan muncul hanya dari masalah tempat tidur kita. Dilansir dari CNA pada Jumat, 18 Agustus 2023, sebuah penelitian yang dilakukan oleh seorang peneliti bernama McKenzie Hyde untuk Amerisleep, sebuah perusahaan ranjang dan kasur di Amerika, mengambil sampel bakteri dari seprai yang tidak dicuci selama empat minggu dan mengukurnya dalam satuan unit pembentuk koloni (CFU) per inci persegi.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, secara garis besar, bakteri terbagi menjadi empat bentuk, yaitu Spherical (bola), batang (basil), spiral (spirilla), dan koma (vibrios) atau bentuk panjang melingkar. Hyde menemukan bahwa jenis bakteri yang paling sering ditemukan di ranjang kita adalah batang gram-negatif (41 persen), yang seringkali menjadi penyebab pneumonia, infeksi, dan ketahanan terhadap antibiotik.

Meskipun kita mungkin merawat wajah kita lebih baik dibandingkan bagian tubuh lainnya, ternyata seprai kita memiliki lebih banyak bakteri. Tidak terkecuali sarung bantal kita, yang bahkan menjadi tempat utama untuk bakteri jenis batang dan bola, yang dapat menyebabkan infeksi kulit, radang tenggorokan, pneumonia, dan keracunan makanan.

"Setiap hari, Anda mengeluarkan sekitar 500 juta sel kulit mati yang akhirnya berkumpul di seprai Anda antara waktu pencucian. Tungau debu mengonsumsi sel-sel mati ini," ujar Malini Thyagesan, seorang dosen senior di Sekolah Ilmu Terapan Politeknik Republik. "Kehadiran makhluk ini dan sisa-sisa mereka bisa menyebabkan alergi, asma, dan memperburuk eksim."

Banyak Faktor Penyebab Seprai Kotor

Seprei/Tempat Tidur
Seprei/Tempat Tidur. (Photo by Tracey Hocking on Unsplash)

Selain itu, tubuh kita memberikan kontribusi lain yang kurang menyenangkan ke tempat tidur. "Tempat tidur yang nyaman bisa berubah menjadi sarang kuman akibat keringat dan air liur," ujar Thyagesan, mengutip artikel Hyde. Sebagai contoh, ia menambahkan bahwa sarung bantal yang dibiarkan tanpa dicuci selama sepekan memiliki jumlah koloni bakteri 17.000 kali lebih banyak dari dudukan toilet.

Namun, keringat tidak semata-mata terdiri dari air, menurut Dr Derek Li dari Raffles Medical. "Dalam keringat terdapat sedikit garam dan minyak. Campuran dari keringat, garam, minyak, dan sel kulit mati inilah yang menyebabkan bau pada seprai Anda," ungkap Dr Li.

Ia juga menjelaskan bahwa bagi mereka yang berkulit sensitif, kontak berkepanjangan dengan konsentrasi tinggi sel kulit mati, garam, dan minyak tubuh bisa menyebabkan iritasi, ruam, atau bahkan jerawat tubuh karena pori-pori yang tersumbat. Tidak hanya itu, dengan kondisi lingkungan yang lembab, sprei yang tidak sering dicuci dapat menjadi sarang pertumbuhan jamur.

"Ini bisa berisiko menyebabkan infeksi jamur pada kulit," tutur Dr Li.

Lebih lanjut, Thyagesan menjelaskan bahwa di tubuh kita, terdapat sekitar 2 sampai 4 juta kelenjar keringat yang mengarah ke permukaan kulit. Kelenjar ini berfungsi terus-menerus, bahkan saat tidur malam. Meskipun kita berupaya keras mencegah keringat mengenai seprai dan bantal, keringat dari tubuh kita pasti akan tetap menempel.

"Ini menciptakan kondisi yang ideal untuk pertumbuhan jamur, sebab kelembapan tinggi merupakan tempat yang ideal bagi jamur untuk berkembang biak," katanya.

Perhatikan Usia Sarung Bantal

Bantal - Vania
Ilustrasi Bantal/https://unsplash.com/Designecologist

Thyagesan merujuk pada penelitian pada 2006 yang memeriksa tingkat cemaran jamur pada tempat tidur. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa bantal, baik yang terbuat dari bulu maupun sintetis, dengan umur 1,5 hingga 20 tahun bisa memiliki empat hingga 17 jenis jamur yang berbeda.

"Setiap bantal mengandung jejak jamur seperti Aspergillus fumigatus, Aspergillus pullulans, Penicillium, dan lain-lain. Beberapa dari mikroba ini bersifat alergenik dan bisa mengakibatkan gangguan pernapasan," katanya.

Di sisi lain, dalam teori, mandi dapat mengurangi jumlah sel kulit mati yang menempel pada seprai Anda, menurut Dr. Li. Akan tetapi, sulit untuk menentukan seberapa efektifnya karena kita terus melepaskan sel kulit mati sepanjang waktu, termasuk saat tidur. Thyagesan juga menegaskan bahwa meskipun mandi bermanfaat, ini tidak akan mengeliminasi jumlah sel kulit yang terlepas saat tidur.

Walaupun begitu, disarankan untuk mandi sebelum tidur untuk menghilangkan racun, keringat, dan bakteri dari kulit sebelum bersentuhan dengan seprai". Hindari tidur dengan rambut yang masih basah karena ini memungkinkan kelembapan menyerap ke dalam bantal, menjadi lingkungan ideal bagi pertumbuhan jamur dan bakteri yang tidak diinginkan.

Thyagesan menyatakan bahwa produk tertentu dirancang untuk menciptakan kondisi yang kurang mendukung bagi alergen untuk berkembang biak, seperti contohnya yang seprai dan sarung bantal berbahan baku material anti-alergi.

Tergantung Lingkungan

kepribadian
ilustrasi bantal/Photo by Anastasia Dulgier on Unsplash

Material anti-alergi ini meliputi busa memori, lateks, dan penutup yang tahan terhadap debu yang secara natural mencegah keberadaan mikroorganisme seperti serbuk sari, debu, kutu, dan tungau debu. Bahan lainnya, seperti kain tenunan berfungsi sebagai penghalang bagi tungau debu di kasur kita. Bahan lainnya, yang menahan kelembapan, dirancang untuk menghilangkan kondisi lembap dan hangat yang disukai oleh tungau debu dan jamur.

Namun, Thyagesan menekankan bahwa meskipun menggunakan bahan-bahan demikian, seprai dan sarung bantal tetap perlu dicuci secara rutin. “Meski disebut anti-alergi, mereka bukanlah solusi lengkap tanpa perawatan yang benar,” ujarnya. "Seberapa sering Anda mencuci bergantung pada seberapa intens reaksi alergi Anda."

Dr. Li mengatakan bahwa tidak ada standar khusus seberapa sering kita harus mengganti sarung dan seprai. itu semua tergantung pada pilihan pribadi seseorang.

Thyagesan menambahkan bahwa di Singapura, rekomendasi umum adalah mengganti seprai setiap satu hingga dua minggu. "Orang-orang dengan alergi berat mungkin perlu melakukannya setiap tiga hingga empat hari," katanya. Penentuan frekuensi ini didasarkan pada faktor-faktor seperti cuaca, kondisi kulit, gaya hidup, kesehatan, dan penggunaan kasur.

"Jika Anda sering makan di tempat tidur, meletakkan barang-barang seperti ponsel atau handuk basah di atasnya, tidur siang ketika cuaca panas, atau memiliki hewan peliharaan yang suka tidur di tempat tidur, Anda sebaiknya mengganti seprai dengan lebih sering. Hal yang sama berlaku jika Anda tidur bersama orang yang sedang sakit atau anak yang belum bisa menahan buang air kecil," tambah Thyagesan.

Infografis 8 Benda di Rumah Wajib Dibersihkan Cegah Penyebaran Covid-19. (Liputan6.com/Niman)
Infografis 8 Benda di Rumah Wajib Dibersihkan Cegah Penyebaran Covid-19. (Liputan6.com/Niman)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya