Liputan6.com, Jakarta - Bodyguard atau pengawal pribadi Taylor Swift dilaporkan telah kembali ke tanah kelahirannya, Israel, untuk bergabung ke dalam Pasukan Pertahanan Israel. Dia sempat disorot publik saat mengawal penyanyi terkenal tersebut dalam "Eras Tour" Taylor Swift yang digelar di musim panas, beberapa waktu lalu.
Melansir NY Post pada Senin, 16 Oktober 2023, pengawal tersebut membuat kejutan ketika mengunggah foto dirinya mengenakan seragam militer Israel di halaman Facebook-nya @Talmor Morgan, mengisyaratkan dukungannya pada Pasukan Pertahanan Israel di tengah ketegangan dengan Hamas.
Baca Juga
Taylor Swift Pakai Gaun Kristal Mini Senilai Rp70 Jutaan di Pesta Ulang Tahun ke-35, Cincinnya Bikin Penasaran
Taylor Swift Tumbangkan Pencapaian Drake sebagai Artis Peraih Penghargaan Terbanyak dari Billboard Music Awards
VIDEO: Taylor Swift Lakukan Kunjungan Kejutan ke Rumah Sakit Anak di Kansas City
Dalam unggahannya, ia menulis, "Saya mendukung Israel. Ini bukan hanya soal mendukung seseorang. Ini tentang berdiri bersama negara Yahudi satu-satunya di dunia. Tapi, pada intinya, seharusnya 'Saya mendukung kemanusiaan!!!'".
Advertisement
Ia kemudian menyoroti perbedaan pendekatan yang diambil oleh kedua belah pihak dalam konflik tersebut, dengan menuduh satu pihak menggunakan warga sipil sebagai perisai. Unggahannya pun mencerminkan emosi mendalam tentang kekerasan yang terjadi.
"Sementara ada pihak yang menjaga bayi, anak muda, dan lansia, ada pihak lain yang mengeksploitasi mereka sebagai tameng. Menyebut mereka sebagai 'hewan' adalah sebuah penghinaan bagi satwa di seluruh planet, karena tindakan mereka sangat tidak manusiawi. Mereka merenggut nyawa keluarga di tempat tidur mereka, termasuk hewan peliharaan, lalu menghancurkan rumah mereka. Bayangkan jika ini terjadi di dekat rumah Anda, pada tetangga Anda, atau pada orang yang Anda kenali," lanjutnya.
Eran Swissa, seorang jurnalis dari "Israel Today", memberikan sedikit informasi tentang latar belakang pengawal tersebut.
Mengaku Mendukung Kemanusiaan
Menurut Swissa, pengawal tersebut lahir di sebuah kibbutz (pemukiman kolektif) di Israel sebelum akhirnya pindah dan membangun karier di Amerika. Swissa berbicara kepada Variety, mengungkapkan informasi ini.
Dalam lanjutan unggahan Facebook-nya, pengawal tersebut mengungkapkan betapa dia menikmati hidupnya di Amerika, "Saya memiliki kehidupan yang luar biasa di AS. Saya beruntung bisa mendapatkan pekerjaan yang saya cintai, dikelilingi oleh teman-teman yang saya anggap sebagai keluarga, dan hidup di sebuah rumah yang begitu nyaman."
Bodyguard tersebut selanjutnya menyatakan kegundahannya terhadap situasi yang terjadi di Israel. "Saya tidak punya kewajiban untuk datang ke sini, namun, bagaimana saya bisa berdiam diri saat mengetahui ada keluarga-keluarga yang menjadi korban pembunuhan dan kekerasan hanya karena latar belakang etnis atau kewarganegaraannya sebagai orang Israel atau Yahudi?"
Dia menambahkan, "Keberadaan saya di sini bukan semata-mata sebagai bentuk dukungan pada Israel. Lebih dari itu, saya berdiri di sini mewakili suara kemanusiaan. Kita semua harus berhati-hati dalam menentukan pilihan kita dalam sejarah. Kita tidak boleh hanya menjadi penonton yang pasif. Mari bersatu mendukung Israel dan lebih penting lagi, mendukung nilai-nilai kemanusiaan!"
Meskipun penjaga pribadi Taylor Swift menyuarakan pendapatnya dengan lantang, penyanyi pop terkenal tersebut masih memilih untuk tidak berkomentar mengenai konflik yang sedang berlangsung di Israel.
Advertisement
Israel Naikkan Jumlah Sandera Hamas Jadi 199 Orang
Sementara itu, mengutip kanal Global Liputan6.com pada Senin, 16 Oktober 2023, militer Israel kembali memperbarui informasi soal jumlah orang yang disandera Hamas. Terbaru, setidaknya ada 199 orang yang menurut mereka disandera di Gaza.
Jumlah terbaru ini merupakan peningkatan tajam dari sebelumnya yang dikonfirmasi militer Israel, yakni 126 orang. Kabar awal menyebutkan terdapat sekitar 150 orang yang disandera di Gaza. Juru bicara Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Laksamana Muda Daniel Hagari pada Senin, 16 Oktober 2023 menyatakan bahwa mereka telah berkomunikasi dengan keluarga dari 199 sandera. Demikian seperti dilansir CNN.
Dalam pernyataan terbarunya, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan di Knesset bahwa bangsa Israel bersatu untuk meraih kemenangan. Dia mengakui akan ada penyelidikan terhadap kegagalan intelijen dan keamanan yang memungkinkan Hamas melancarkan serangan pada Sabtu, 7 Oktober 2023.
Lebih dari 1.400 orang di Israel tewas dalam serangan Hamas tersebut. "Banyak pertanyaan seputar musibah yang menimpa kita 10 hari yang lalu. Kami akan menyelidiki setiap aspek secara keseluruhan," kata Netanyahu, seperti dikutip dari The Guardian.
"Bangsa ini bersatu menuju satu tujuan, kemenangan. Kita akan menang karena ini tentang keberadaan kita di wilayah ini, yang penuh dengan kekuatan gelap. Hamas adalah bagian dari poros jahat Iran dan Hezbollah. Mereka bertujuan menjerumuskan Timur Tengah ke dalam jurang kekacauan."
Inggris Dukung Israel tapi...
Netanyahu menambahkan, "Kini seluruh dunia memahami siapa yang dihadapi Israel. Mereka memahami bahwa Hamas mewakili Nazisme versi baru. Sama seperti dunia yang bersatu untuk mengalahkan Nazi dan ISIS, dunia juga harus bersatu untuk mengalahkan Hamas."
"Kami berkomitmen kepada seluruh keluarga. Kami tidak akan menyerah untuk membawa pulang saudara-saudara kami."
Di Inggris, Perdana Menteri Rishi Sunak yang berpidato di hadapan Dewan Rakyat atau House of Commons menyerukan pembebasan segera semua sandera. Dia mengonfirmasi bahwa setidaknya enam warga negara Inggris tewas dalam serangan Hamas dan 10 orang lainnya hilang.
Dalam kesempatan yang sama, Sunak menyatakan bahwa Inggris mendukung hak Israel untuk mempertahankan diri dan mencegah serangan lebih lanjut. Namun, kata dia, hal tersebut harus dilakukan sejalan dengan hukum kemanusiaan internasional.
"Sebagai seorang teman, kami akan terus menyerukan Israel untuk mengambil segala tindakan pencegahan agar tidak merugikan warga sipil," ungkap PM Sunak, seperti dikutip dari BBC.
Sunak memastikan bahwa Inggris akan melakukan semua yang bisa dilakukan untuk menjaga stabilitas di kawasan dengan menggunakan semua alat diplomasi.
Advertisement