Liputan6.com, Jakarta - Idulfitri, yang harusnya jadi momen istimewa untuk dirayakan bersama keluarga dan sahabat, datang dengan "wajah asing" di Palestina. Bagaimana tidak, warga Gaza dan wilayah pendudukan lain menyambut Lebaran dengan kelaparan, bom, dan peluru serangan militer Israel yang bertubi-tubi.
Melansir Financial Times, Selasa (9/4/2024), membentang di sepanjang jalan gurun terpencil pada akhir Maret 2024 adalah barisan truk yang hampir tidak bergerak. Ini menggambarkan perjuangan sehari-hari untuk memberi makan warga Gaza selama serangan Israel. Pun sudah melalui penyeberangan, sebagian besar bantuan masih tertahan di sisi perbatasan yang berlawanan dengan posisi warga Palestina yang berada di ambang kelaparan.
Antrean truk sepanjang empat km, yang membawa 14 ribu ton barang, setara dengan 19 juta makanan siap saji, akan membutuhkan waktu lebih dari tiga hari untuk diselesaikan jika dibandingkan dengan laju penyeberangan yang biasa terjadi pada Maret dan April 2024. Pada hari-hari buruk, pekerja bantuan mengatakan antrean truk dapat meregang hingga ke bandara El Arish Mesir, 50 km dari perbatasan.
Advertisement
Truk juga terlihat menunggu di perbatasan selatan Gaza dengan Israel di penyeberangan Kerem Shalom. Namun, lebih banyak bantuan menunggu di depot-depot di Mesir, kata lembaga-lembaga kemanusiaan. Alhasil, hanya sedikit bantuan kemanusiaan yang bisa masuk atau didistribusikan di Gaza setiap hari, jauh di bawah perkiraan yang dibutuhkan warga di wilayah kantong tersebut.
Hambatannya sangat banyak, mulai dari pemboman pasukan Israel, ketidakamanan di Gaza, kurangnya staf keamanan, pemeriksaan Israel yang tidak dapat diprediksi, hanya segelintir titik masuk yang ditunjuk, kekurangan kendaraan pengiriman, korupsi, hingga penderitaan perang yang tidak terhitung jumlahnya.
Â
Jangan Halangi Masuknya Bantuan Kemanusiaan
Janji Israel baru-baru ini untuk membuka titik penyeberangan tambahan, yang sudah lama diminta komunitas internasional dan belum dilaksanakan sepenuhnya, hanya akan menyelesaikan beberapa masalah. Sejauh ini, jalur darat masih jadi sarana penyaluran bantuan yang paling efisien dan hemat biaya.
Israel mengumumkan bahwa 322 truk memasuki Gaza pada Minggu, 7 April 2024, jumlah harian tertinggi sejak perang dimulai. Meski kelompok-kelompok bantuan menyambut baik peningkatan tersebut, menyusul peringatan Joe Biden bahwa kelanjutan dukungan AS bergantung pada upaya meringankan penderitaan kemanusiaan di Gaza, jumlah tersebut masih jauh dari rata-rata harian yang dibutuhkan Gaza, menurut PBB.
Rata-rata hanya 130 truk per hari yang memasuki Gaza antara bulan Desember 2023 dan Maret 2924, menurut angka PBB. Akumulasi kekurangan tersebut begitu besar sehingga Magnus Corfixen, pimpinan kemanusiaan di Oxfam GB, menyarankan setidaknya 1.500 truk diperlukan untuk membalikkan keadaan.
Gaza selama berbulan-bulan bergantung pada dua penyeberangan utama: penyeberangan Rafah dengan Mesir dan pos pemeriksaan Kerem Shalom Israel di selatan. Keduanya dicapai melalui jalan gurun terpencil yang sama dalam satu arah, sementara truk juga mendekati Kerem Shalom dari selatan.
Advertisement
Krisis Kelaparan Saat Idulfitri
Di bawah tekanan Gedung Putih, pekan lalu Israel setuju membuka sementara penyeberangan Erez di utara Jalur Gaza, dan mengizinkan bantuan masuk ke Israel melalui pelabuhan di Ashdod. Erez masih tetap ditutup, empat hari kemudian, namun Israel telah mengizinkan lebih banyak bantuan Yordania untuk dikirim melalui Kerem Shalom dalam beberapa hari terakhir.
Saat ini, bantuan PBB, sumber utama pangan Gaza, sebagian besar disalurkan melalui satu pintu masuk utama: Kerem Shalom. Masalah logistik kecil dapat menyebabkan penundaan besar, kata Scott Anderson, wakil direktur UNRWA, badan PBB untuk pengungsi Palestina dan badan utama yang bertanggung jawab memasok pasokan ke daerah kantong tersebut. "Anda tidak bisa mendapatkan skala yang Anda butuhkan."
Enam bulan setelah perang, situasi kemanusiaan sangat buruk. Umat ​​Muslim di Gaza akan segera merayakan Idul Fitri. Namun hal ini akan terjadi ketika wilayah kantong yang terkepung menghadapi tingkat krisis kelaparan, menurut Klasifikasi Fase Ketahanan Pangan Terpadu (IPC), sebuah badan penasihat PBB.
Sebagian besar dari 2,3 juta penduduk di Jalur Gaza terpaksa meninggalkan rumah mereka. Mahkamah Internasional telah memperingatkan bahwa kelaparan sudah teridentifikasi di beberapa daerah dan telah memerintahkan Israel memastikan aliran bantuan segera "tanpa hambatan."
Bantahan Israel
Sejauh ini, setidaknya 28 anak meninggal karena kekurangan gizi dan dehidrasi, menurut badan kemanusiaan PBB, OCHA. Satu dari tiga anak di bawah usia dua tahun kini mengalami kekurangan gizi akut, menurut Program Pangan Dunia.
Israel membantah pihaknya memblokir bantuan dan menolak keputusan pengadilan PBB. Sebaliknya, mereka menuduh Hamas mengambil pasokan dan menyalahkan lembaga bantuan atas distribusi yang buruk. Mereka juga menolak penilaian IPC mengenai tingkat kelaparan, dengan dalih bahwa penilaian tersebut didasarkan pada data yang terbatas dan tidak dapat diandalkan.
Pihaknya mengklaim bekerja sama dengan mitra internasional untuk "memfasilitasi masuknya bantuan kemanusiaan" ke Gaza. Lebih dari 20.742 truk telah masuk melalui penyeberangan Rafah dan Kerem Shalom, membawa lebih dari 272 ribu ton makanan dan 29.260 ton air, katanya.
"Israel terus melakukan upaya signifikan untuk menemukan solusi yang akan memudahkan aliran bantuan ke Jalur Gaza dan khususnya ke utara, dengan cara mengoordinasikan pengiriman bantuan kemanusiaan melalui udara ke Jalur Gaza utara," klaim mereka.
Advertisement