Liputan6.com, Jakarta - Ada protes lain yang menyeruak seiring riuhnya ungkapan "All Eyes on Rafah" di media sosial. Salah satu ilustrasi yang viral dibagikan untuk menuntut pembebasan Palestina dari serangan militer Israel itu diharapkan tidak lagi dipakai.
Pasalnya, sejumlah warganet menyoroti bahwa itu merupakan gambar berbasis kecerdasan buatan alias AI. "Orang-orang mulai bersuara dengan mengunggah ulang gambar ini dengan mengatakan 'ALL EYES ON RAFAH.' Saya harap mereka tahu bahwa ini adalah gerakan jangka panjang, bukan hanya mengunggah ulang satu gambar AI tanpa konteks, lalu selesai," kata seorang pengguna X, dulunya Twitter.
Alih-alih berbagi gambar berbasis AI, ia menyarankan, "TOLONG BERBAGI KONTEKS TENTANG RAFAH GAZA. Anda dapat memulainya dengan mengunggah ulang berbagai infografis yang bermanfaat." "Mau mengingatkan lagi, template yang banyak dipake itu AI :(( ada baiknya kita pakai template dengan gambar-gambar design grafis atau seni, bukan AI ya," yang lain menimpali.
Advertisement
"Saya mendorong semua orang untuk membagikan FOTO ASLI daripada versi AI 'All Eyes on Rafah.' Gambar-gambar AI tidak diperlukan lagi ketika ada gambaran nyata di lapangan mengenai kengerian yang terjadi di Palestina," pengguna lain menambahkan.
"GUYS INI BEBERAPA TEMPLATE YANG HARUS KALIAN SEBAR DI WEVERSE YA, DIINGATKAN LAGI TOLONG JANGAN SEBAR ALL EYES ON RAFAH YANG ADA AI NYA (karna lagi ada gerakan #TolakGambarAI)‼️" warganet lain mengingatkan, seraya menyertakan beberapa gambar alternatif.
Tren yang Mengkhawatirkan
Pengguna lain menulis, "Ilustrasi AI 'All Eyes on Rafah' yang viral menenggelamkan gambaran nyata kekejaman yang membuat banyak orang kehilangan nyawa mereka. Itu semua karena platform sekarang lebih menyukai AI yang 'bersih' daripada kenyataan."
Sepakat dengan itu, warganet menulis, "Foto AI Rafah adalah salah satu isyarat paling buruk. Gambar yang viral di Vietnam adalah seorang anak yang dagingnya terbakar karena napalm, dan hal ini menimbulkan kemarahan cukup besar hingga menimbulkan protes secara luas. Kita punya ribuan gambar BURUK dari Palestina. Kita tidak membutuhkan foto Ai itu."
Deborah Brown, peneliti senior dan advokat hak digital untuk kelompok Human Rights Watch, mengatakan, foto AI Rafah yang viral itu mengkhawatirkan. Pasalnya, itu menunjukkan besarnya daya tarik yang didapat "foto palsu" dibandingkan gambar asli Rafah yang dilanda perang.
"Orang-orang mengunggah konten yang sangat gamblang dan meresahkan untuk meningkatkan kesadaran dan konten tersebut disensor, sementara media sintetik jadi viral, itu meresahkan," kata Brown pada Los Angeles Times, dikutip dari NY Post, Jumat (31/5/2024).
Advertisement
Slacktivism
Foto AI Farah juga disamakan dengan kotak hitam yang diunggah orang di media sosial selama protes Black Lives Matter. Gambar itu dikritik karena gagal menunjukkan realita kesenjangan ras di Amerika.
Citra palsu Rafah pada akhirnya dikecam sebagai bagian terbaru dari "slacktivism," sebuah ungkapan yang diciptakan untuk menggambarkan mereka yang ingin mendukung suatu tujuan melalui media sosial dengan sedikit usaha. Josh Kaplan dari Jewish Chronicle mengecam "Alll Eyes on Rafah" sebagai tren yang diikuti banyak orang tanpa melangkah lebih jauh.
"Apa sebenarnya manfaat berbagi gambar AI yang tidak mirip dengan Gaza?" Kaplan bertanya. "Unggahan 'All Eyes on Rafah' adalah cara hambar dan malas untuk mengatakan, 'Saya peduli', bukan 'Saya peduli untuk mengakhiri konflik dengan penderitaan manusia sesedikit mungkin,' bahkan, 'Saya peduli dengan semua warga sipil yang terbunuh.'"
"Tidak ada yang produktif (dari konten tersebut). 'All Eyes on Rafah' telah jadi seruan bagi pengunjuk rasa anti-Israel setelah Rik Peeperkorn, yang memimpin kantor Organisasi Kesehatan Dunia di Gaza, menggunakan ungkapan tersebut pada Februari (2024) ketika ia memperingatkan akan adanya operasi IDF di kota selatan wilayah kantong itu yang menampung lebih dari satu juta pengungsi."
Tidak Menunjukkan Situasi Sebenarnya
Slogan dan gambar tersebut muncul di media sosial setelah serangan udara Israel pada Minggu, 26 Mei 2024, di dekat kamp pengungsi. Serangan itu diikuti kebakaran besar yang menewaskan 45 orang dan melukai sekitar 200 lainnya.
Namun, gambar yang dihasilkan AI tidak menunjukkan dampak apapun yang ditanggung warga sipil Gaza dan jurnalis di lapangan. Sementara itu, gambar asli menunjukkan perkemahan yang hangus, warga sipil terluka, dan tumpukan kantong mayat yang diangkut.
Di Instagram, gambar "All Eyes on Rafah" tidak diberi label sebagai foto buatan AI dan dibiarkan menjamur. Di sisi lain, lebih dari seribu gambar realitas suram di Gaza telah berulang kali disensor di platform tersebut, menurut laporan Human Rights Watch pada Desember 2023.
Itu termuat dalam laporan setebal 51 halaman, berjudul, "Janji Meta yang Dilanggar: Sensor Sistemik Konten Palestina di Instagram dan Facebook." Pihaknya menuduh bahwa perusahaan tersebut telah menghapus 1.050 foto dan video yang diunggah aktivis Palestina dan pendukung mereka.
Advertisement