Bisakah Mengolah Minyak Jelantah Jadi Bahan Bakar Ramah Lingkungan di Rumah?

Minyak jelantah bisa diolah menjadi biofuel yang ramah lingkungan. Namun, bagaimana prosesnya? Apakah bisa kita lakukan di rumah?

oleh Rusmia Nely diperbarui 10 Jun 2024, 06:30 WIB
Diterbitkan 10 Jun 2024, 06:30 WIB
Ilustrasi gambar minyak goreng bekas
Ilustrasi gambar minyak goreng bekas atau jelantah (dok congerdesign/pixabay.com)

Liputan6.com, Jakarta - Kampanye soal penggunaan bahan bakar kendaraan yang ramah lingkungan atau biofuel sudah lama dijalankan. Salah satunya bahan yang dipakai sebagai biofuel berasal dari barang dapur yang sering kali dipakai yaitu minyak jelantah atau used cooking oil. Namun, pernah kamu bertanya-tanya bagaimana bisa minyak jelantah yang notabene merupakan limbah bekas makanan bisa digunakan untuk menggerakkan mesin bermotor?

"Biasanya hal-hal yang dipakai untuk bahan bakar itu memiliki unsur karbon, jadi pembakaran, seperti batubara, itu dia punya kandungan karbon yang sangat tinggi, nah minyak juga. Makanya, jenis minyak itu dipakai untuk pembakaran dalam mesin yang dikenal sebagai ICE atau Internal Combustion Engine," sebut Aulia Qisthi, Dosen Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Indonesia, ketika ditemui di acara Media Briefing Cinema XXI di Jakarta Pusat, Rabu, 5 Juni 2024.

Aulia yang juga merupakan Sustainability Specialist menambahkan bahwa setidaknya tiga proses yang harus dilewati minyak jelantah hingga bisa dikatakan layak menjadi bahan bakar. Pertama, karena jelantah adalah bahan yang sudah dipakai sebelumnya atau secondary raw material, ia perlu difiltrasi terlebih dahulu.

"Lalu, dilakukan stabilisasi tentunya. Setelah itu, dia akan melalui proses yang disebut transesterifikasi menggunakan katalis," kata Aulia.

Tak berhenti di sana, terakhir rantai karbonnya harus dicek untuk memastikan sudah memenuhi standar yang disesuaikan untuk mesin kendaraan. Apakah kita bisa membuatnya sendiri di rumah?

Hal ini tidak disarankan karena ada standar yang harus diujikan pada biofuel agar bisa benar-benar bisa menjadi bahan bakar tanpa merusak mesin. Aulia mengatakan bahwa ada sekitar 15 sifat yang dimiliki oleh biofuel supaya tidak menyumbat mesin kendaraan. 

Pencemaran Lingkungan yang Bisa Kita Cegah dengan Membuang Jelantah Secara Cermat

Tong sampah yang dipilah antara sampah organik, anorganik dan limbah B3. (Liputan6.com/ Novia Harlina)
Tong sampah yang dipilah antara sampah organik, anorganik dan limbah B3. (Liputan6.com/ Novia Harlina)

Namun, tak perlu khawatir sebab kita tetap bisa membuang minyak jelantah secara bersih dan mengubahnya menjadi biofuel. Salah satu perusahaan lingkungan yang bergerak pada bidang ini adalah TUKR. Head of Brand & Partnership TUKR, Adhi Putra Tawakal mengatakan bahwa perusahaannya bisa mengumpulkan hingga 50-an ribu ton minyak jelantah setiap tahunnya dari seluruh Indonesia, yang terdiri dari gerai-gerai makanan dan produsen besar.

Limbah yang luar biasa banyak ini bisa menyebabkan pencemaran jika tidak dikelola dengan baik. TUKR berfungsi sebagai penyedia bahan mentah minyak jelantah yang biasanya diambil oleh para distributor dan produsen biofuel di seluruh dunia, sebut Adi.

"Alasan kenapa sebaiknya kita gak buang hanya satu yaitu merusak. Baik kita buang ke tanah, ke air, apa pun ke tempat sampah itu akan merusak, akan bau, akan jadi bakteri, tanah jadi keras, dan terlebih ke air," sebut Adi, menjelaskan mengapa perlu untuk menyimpan sampah minyak jelantah dan tidak membuangnya layak sampah jenis lain.

Adi juga mengatakan bahwa Indonesia secara angka menghasilkan sangat banyak limbah minyak jelantah. Dari data Survei Ekonomi Nasional, diketahui bahwa rata-rata masyarakat Indonesia mengonsumsi 12 liter minyak goreng per tahun, atau sekitar 1 liter per orang per bulan. "Kalau misal disetarakan, 1 liter minyak jelantah bisa mencemari 1 juta liter air," sebut Adi.

Minyak Jelantah dan Suhu Dunia yang Semakin Naik

Ilustrasi biofuel atau bahan bakar hayati
Ilustrasi biofuel atau bahan bakar hayati. Kredit: Chokniti Khongchum from Pixabay

Selain mencegah pencemaran air, penggunaan minyak jelantah sebagai biofuel nyatanya bisa membantu mengurangi emisi gas karbon yang dihasilkan dari pertambangan. Artinya, mengumpulkan minyak jelantah secara cermat bisa jadi salah satu solusi kita membantu melawan perubahan iklim.

Selain itu, pemanfaatan dan pencegahan pencemaran karena minyak jelantah ini bisa dimasukkan ke dalam upaya praktik keberlanjutan. Aulia menyatakan bahwa ada tiga pilar keberlanjutan yang harus dipenuhi untuk memastikan gerakan tersebut bermanfaat.

"People, Profit, dan Planet. Kita lihat di poin planet sudah ada pencegahan emisi karbon berarti ini sudah bagus. Kedua, melindungi kesehatan masyarakat sudah masuk dalam poin people. Ketiga, sudah bisa menghasilkan profit secara ekonomis dan memenuhi pilar ketiga," sebut Aulia.

Aulia juga mengingatkan bahwa penyebab emisi karbon terbesar hingga saat ini berasal dari sektor pemanfaatan energi seperti batu bara dan minyak bumi, sehingga sektor inilah yang paling gencar gerakan pencarian energi alternatifnya. "Untuk energi ramah lingkungan, greenhouse emission itu paling besar dari energi, makanya tadi yang dari energi tidak terbarukan seperti avtur mulai diganti jadi biofuel," sebutnya.

Tanggung Jawab Cinema XXI Soal Limbah Jelantah Restonya

Bagaimana Caranya Minyak Jelantah Bisa Jadi Bahan Bakar?
Sustainability Specialist Aulia Qisthi, Head of Brand & Partnership TUKR, Adhi Putra Tawakal, dan Ricky Samsoedin, Head of Cinema Operations Cinema XXI dalam acara Media Briefing "Inisiatif Keberlanjutan Cinema XXI untuk Lingkungan" di Jakarta Pusat, Rabu (05/06/2024). (dok. liputan6.com/Rusmia Nely)

Ia juga menambahkan bahwa gerakan untuk mereduksi efek rumah kaca tersebut harus dimulai dari hotspot dan energi merupakan penyumbang hingga 50 persen efek rumah kaca. "Jadi memang energi ramah lingkungan adalah target yang dicanangkan oleh pemerintah karena kontribusinya yang paling besar dalam mengatasi kenaikan suhu akibat emisi karbon," tutupnya.

Cinema XXI sebagai jaringan bioskop terbesar di Indonesia juga bekerja sama dengan TUKR, sebagai upaya cermat membuang minyak jelantah yang bertanggung jawab dan bermanfaat. "Meskipun kegiatan usaha Cinema XXI tidak terkait langsung dengan aktivitas yang berdampak pada lingkungan hidup, perusahaan tetap berkomitmen untuk berperan serta dalam menjaga dan melindungi lingkungan," kata Ricky Samsoedin, Head of Cinema Operations Cinema XXI.

Ricky mengatakan sejak November 2023, Cinema XXI sudah mengumpulkan minyak jelantah dari 209 bioskopnya yang di seluruh Indonesia, dengan kontribusi terbesar di Pulau Jawa. Berdasarkan hasil data, setidaknya 52 ton minyak jelantah dari Cinema XXI yang terkumpul dari jangka waktu tersebut secara nasional.

"Limbah minyak jelantah dari proses produksi dan bisnis Cinema XXI, oleh TUKR dikumpulkan sebagai pasokan bahan baku produksi biofuel yang lebih ramah lingkungan jika dibandingkan fossil fuel. Secara bertahap, ke depannya seluruh lokasi Cinema XXI akan berpartisipasi untuk pengumpulan minyak jelantah," ujarnya. 

Infografis Menerapkan Gaya Hidup Ramah Lingkungan
Infografis Menerapkan Gaya Hidup Ramah Lingkungan. (Liputan6.com/Triiyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya