Liputan6.com, Jakarta - Setelah naik haji lewat jalur influencer, kini muncul fenomena sejumlah universitas swasta memberikan beasiswa bagi mahasiswa menurut jumlah follower di media sosial populer, termasuk Instagram, TikTok, dan YouTube. Mengutip South China Morning Post pada Sabtu, 15 Juni 2024, salah satu kampus yang menyediakan beasiswa bagi influencer ini adalah Universitas Ciputra.
Universitas swasta di Surabaya itu mensyaratkan mahasiswa yang memiliki lebih dari 12 ribu pengikut Instagram atau 15 ribu pengikut TikTok, untuk terbebas biaya kuliah 100 persen. Mereka juga harus lolos tes seleksi jurusan dan FGD
Demikian pula di Universitas Muhammadiyah Malang, mahasiswa yang memiliki setidaknya lima ribu subscriber YouTube atau 10 ribu pengikut di Instagram, dapat memenuhi syarat untuk mendapatkan bantuan keuangan. Pihak kampus juga mensyaratkan uji keterampilan bagi calon mahasiswa jalur influencer itu, meski tak didetailkan lebih lanjut.
Advertisement
Para pengamat mengatakan bahwa beasiswa ini menyoroti keunikan Indonesia terhadap media sosial (medsos) yang dapat berfungsi sebagai alat pemasaran yang efektif bagi sejumlah kampus. "Ada sesuatu yang sangat unik di Indonesia… Hal ini tidak seperti yang kita lihat di negara lain," kata pakar komunikasi di Universitas Airlangga di Surabaya, Angga Prawadika Aji.
"Ada daya tarik yang kuat terhadap media sosial dan budaya selebriti di Indonesia… dan hal ini sangat penting," katanya. "Anda melihat kasus di mana anak-anak ditanya ingin menjadi apa mereka ketika besar nanti, dan mereka mengatakan ingin menjadi seorang influencer."
Namun, beasiswa ini juga menimbulkan kekhawatiran mengenai 'bagaimana dengan mahasiswa yang secara akademik layak dan lebih membutuhkan dukungan finansial, apakah kuota untuk mereka akan jadi lebih sedikit karena adanya beasiswa ini?'
Timbul Kekhawatiran di Kalangan Pelajar dan Pendidik
Beasiswa ini telah memicu timbulnya perasaan campur aduk di kalangan pelajar dan pendidik. Beberapa di antaranya mengungkapkan kekhawatiran mereka melalui media sosial terhadap skema tersebut.
Siswa SMA bernama Devina (19) sangat senang ketika mendapatkan beasiswa berdasarkan prestasi untuk mengejar gelar sains di sebuah universitas negeri di Purwakarta. Sebagai anak sulung dari empat bersaudara, ia mengetahui bahwa bantuan keuangan dari universitas akan mengurangi beban orangtuanya.
"Tidak mudah untuk mendapatkan beasiswa karena begitu banyak siswa yang memperjuangkannya, dan beasiswa yang tersedia terbatas," katanya kepada This Week in Asia.
"Saya bekerja sangat keras untuk mendapatkan nilai bagus. Tentu saja ini membuat frustasi karena (beasiswa influencer tersebut) sebenarnya bisa membantu siswa lain yang membutuhkan uang," katanya. "Banyak influencer sudah menghasilkan uang melalui iklan dan kesepakatan merek… jadi apakah mereka membutuhkannya?"
Pengguna media sosial yang lain pun menganggap beasiswa influencer bertentangan dengan apa yang seharusnya dipromosikan oleh universitas. "Hal ini tanpa malu-malu mengatakan kepada dunia bahwa universitas ini bertujuan untuk ketenaran dan uang, bukan untuk mahasiswa yang benar-benar terpelajar dan berkompeten," tulis salah satu pengguna di Reddit, sementara beberapa pengguna lainnya membandingkan beasiswa ini dengan salah satu episode serial TV fiksi ilmiah distopia, Black Mirror.
Advertisement
Disebut Sebagai Strategi yang Dangkal
Pada Mei 2024, pemerintah membatalkan rencana menaikkan biaya uang kuliah tunggal (UKT) di kampus negeri. Menteri Pendidikan Nadiem Anwar Makarim mengatakan biaya tidak akan dinaikkan pada tahun ajaran 2024-2025 mendatang, menyusul protes dari siswa di seluruh negeri.
Peraturan di universitas negeri menyatakan bahwa biaya harus ditetapkan berdasarkan tolak ukur pemerintah dan ditentukan melalui pengujian kemampuan, untuk memastikan siswa dari keluarga yang kurang mampu, paling tidak bisa membayar dengan tarif terendah.
Aturan yang sama tidak berlaku untuk institusi swasta. Menurut Angga, yang berarti terdapat hambatan masuk yang lebih tinggi bagi siswa yang membutuhkan secara finansial.
"Banyak dari kita para akademisi melihat (beasiswa influencer) sebagai strategi dangkal atau dangkal yang dilakukan universitas swasta untuk menarik siswa. Karena di Indonesia, sekolah swasta kesulitan mendapatkan pelamar dan sebagian besar siswa ingin masuk ke universitas negeri, yang dianggap lebih bergengsi dan seringkali lebih terjangkau."
Berfungsi Sebagai Alat “Pemasaran Gratis”
Beasiswa influencer juga dapat berfungsi sebagai alat 'pemasaran gratis' untuk meningkatkan visibilitas sekolah swasta tersebut, kata Angga. "Para siswa yang memiliki banyak pengikut di media sosial dapat berbagi cerita positif tentang sekolah yang mereka hadiri dan mendorong pengikutnya untuk juga bersekolah di sekolah yang sama," ujarnya.
Namun, mahasiswa yang tertarik pada bidang seperti pemasaran, atau yang melihat menjadi influencer sebagai "pekerjaan sampingan", dapat memanfaatkan beasiswa tersebut untuk mencapai tujuan akademis mereka, kata Angga. Tahun lalu, influencer bernama Satria Rizki Safiri, yang memiliki lebih dari 200 ribu pengikut di TikTok, menerima beasiswa senilai Rp66 juta dari Institut Teknologi Telkom Purwokerto di Purwokerto, Jawa Tengah, untuk mempelajari teknik logistik.
"Menurut saya, di satu sisi, hal ini menunjukkan para siswa memiliki kreativitas dan kepercayaan diri. Namun percaya diri tidak selalu sama dengan kompetensi, apalagi jika mahasiswa tersebut diterima di jenjang kompetitif," kata Angga.
"Mungkin universitas-universitas ini harus memprioritaskan pemberian beasiswa kepada mahasiswa yang tidak mampu secara finansial atau berasal dari kalangan berpenghasilan rendah, karena mahasiswa itulah yang mungkin sangat membutuhkannya," tambahnya.
Advertisement