Kisah Remaja Palestina yang Harus Diamputasi karena Serangan Israel Selama Perang Gaza

Remaja bernama Diaa al Adini itu adalah salah satu dari sedikit warga Palestina yang menemukan rumah sakit yang berfungsi di Gaza yang dilanda perang setelah ia terluka oleh serangan Israel.

oleh Dyah Ayu Pamela diperbarui 29 Agu 2024, 19:00 WIB
Diterbitkan 29 Agu 2024, 19:00 WIB
Aksi Damai Bela Palestina
Selain itu, sekitar 240 sandera dibawa dari Israel ke Gaza oleh kelompok militan tersebut. Salah satu tawanan, seorang tentara wanita Israel, berhasil diselamatkan dalam operasi pasukan khusus. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Seorang remaja Palestina yang diamputasi mengenang kengerian kehilangan kedua lengannya dalam serangan Israel. Remaja itu, yang menghabiskan 12 hari di rumah sakit sebelum ia mengungsi, juga kehilangan bibinya serta anggota keluarganya yang lain dalam perang di Gaza.

"Mengenai lengan saya, saya bisa menggantikannya, tetapi saya tidak bisa menggantikan bibi saya," kata remaja itu seperti dikutip dari laman TRT World, Kamis (29/8/2024).

Remaja bernama Diaa al Adini itu adalah salah satu dari sedikit warga Palestina yang menemukan rumah sakit yang berfungsi di Gaza yang dilanda perang setelah ia terluka oleh serangan Israel. Tetapi ia tidak punya banyak waktu untuk memulihkan diri setelah dokter mengamputasi kedua lengannya.

Adini (15), tiba-tiba harus melarikan diri dari fasilitas medis yang kewalahan setelah militer Israel memerintahkan warga sipil untuk melarikan diri sebelum serangan dalam perangnya di Gaza. Ia berhasil sampai di rumah sakit lapangan Amerika.

Banyak warga Palestina telah mengungsi akibat serangan gencar Israel selama konflik, berpindah-pindah dan melintasi Gaza untuk mencari tempat berlindung yang aman. Kehidupan mereka sangatlah jauh dari beruntung.

Berjuang untuk menyelamatkan hidup adalah hal yang sangat sulit bagi warga Palestina seperti Adini, yang membutuhkan perawatan medis yang mendesak tetapi terjebak dalam kekacauan perang. Namun ia bercerita, kenangan akan hari-hari yang lebih baik memberikan sedikit kelegaan dari kenyataan di Gaza. 

 

Bakal Jalani Perawatan di Rumah Sakit Amerika

Rindu ke Sekolah, Anak-anak Palestina Desak Perang Segera Dihentikan
Sejumlah pelajar didampingi para aktivis Palestina mengangkat plakat saat berunjuk rasa menyerukan diakhirinya situasi perang di Gaza, di samping gedung sekolah yang rusak di Khan Yunis di Jalur Gaza selatan pada 28 Agustus 2024. (Bashar TALEB/AFP)

Serangan Israel telah menghancurkan sebagian besar salah satu tempat terpadat di dunia menjadi puing-puing karena deretan demi deretan rumah hancur. "Kami biasa berenang, bermain, dan tidur, saya dan teman saya Mohammed al Serei. Kami biasa melompat ke dalam air dan mengapung di atasnya," kata Adini, mengingat momen sebelum perang. 

Saudara perempuannya meletakkan handuk di atas tempat lengannya dulu berada dan menyeka mulutnya. Serangan itu terjadi ketika dia berada di kedai kopi darurat.

Setelah serangan yang dipimpin Hamas pada 7 Oktober 2023, Israel melancarkan serangan militer yang telah menewaskan sedikitnya 40.500 orang dan melukai 93.778 lainnya. Penderitaan tersebut sepertinya tidak akan berakhir dalam waktu dekat kecuali mediasi oleh Amerika Serikat, Mesir, dan Qatar mengamankan gencatan senjata.

Dan bahkan saat itu, ada kemungkinan permusuhan akan berlanjut. Jadi, yang dapat dilakukan warga Palestina hanyalah berharap mendapatkan perawatan di beberapa rumah sakit yang berfungsi saat mereka menghadapi krisis kemanusiaan.

Mereka kekurangan makanan, bahan bakar, listrik, dan obat-obatan yang parah, karena limbah mentah meningkatkan kemungkinan penyakit. "Insya Allah, saya akan melanjutkan perawatan di rumah sakit Amerika, dan mendapatkan anggota tubuh," kata Adini.

Ia bermimpi untuk menjadi seperti anak-anak lainnya suatu hari nanti; menjalani kehidupan yang baik, mendapatkan pendidikan, mengendarai mobil, dan bersenang-senang. Kakaknya, Aya, berharap ia dapat kembali menggunakan kamera dan iPad-nya.

Bayi Kembar Meninggal Usai Kena Bom

Kisah Pilu Bayi Kembar Gaza Palestina, Tewas Dibunuh Israel Saat Baru 5 Menit Dapat Akta Kelahiran
Muhammad Abu al-Qumsan menjelaskan kematian tragis bayi kembarnya akibat dibunuh Israel. (dok. Instagram @translatingpalestine/https://www.instagram.com/translating_falasteen/reel/C-pthc2tCjw/Dinny Mutiah)

Kisah pilu warga Palestina di Gaza terus berlanjut. Serangan membabi-buta tentara Israel membuat Muhammad Abu al-Qumsan kehilangan bayi kembar lelaki dan perempuannya sekaligus.

Serangan mematikan itu terjadi saat ia baru lima menit mendapatkan akta kelahiran anak kembarnya yang dinamainya Aser dan Aseel. Pria berusia 33 tahun itu baru saja meninggalkan Rumah Sakit Martir Al-Aqsa di Deir al-Balah, Gaza tengah, ketika dia menerima telepon yang menyuruhnya untuk kembali ke rumah sakit.

"Saya mendapat telepon dari orang-orang di lingkungan tempat saya tinggal," katanya, dikutip dari Middle East Eye, Kamis, 15 Agustus 2024.

"'Muhammad, kamu baik-baik saja? Di mana kamu?' Saya bertanya kepada mereka apa yang terjadi. Mereka berkata, 'Tidak ada, datang saja ke Jalan Al-Aqsa... mereka mengebom rumah'."

Penyelamatan tentang varises! Hasil dalam 3 hariSelengkapnya Qumsan yang berada tidak jauh dari rumah sakit, menggambarkan saat dia menerima berita tersebut. "Saya mencoba masuk ke dalam mobil dan segera kembali dan menemukan mereka di lemari es, mati syahid. Lima menit setelah mendapatkan akta kelahiran, saya mendapatkan akta kematian mereka."

Bayi Kembar Baru Berusia 3 Hari

Doa Ibu untuk Bayi Baru Lahir
Ilustrasi Bayi Baru Lahir Credit: pexels.com/Kristina

Si kembar baru berusia tiga hari ketika mereka dibunuh. Selain buah hatinya, Jumana Abu al-Qumsan sang istri dan ibu mertuanya juga tewas diterjang peluru artileri Israel pada Selasa pagi, 13 Agustus 2024. Keluarga itu tinggal di lantai lima gedung Qastal, sebelah timur Deir al-Balah. 

Qumsan yang berada tidak jauh dari rumah sakit, menggambarkan saat dia menerima berita tersebut. "Saya mencoba masuk ke dalam mobil dan segera kembali dan menemukan mereka di lemari es, mati syahid. Lima menit usai mendapatkan akta kelahiran, saya mendapatkan akta kematian mereka."

Saat serangan terjadi, ayah baru itu membawa surat akta kelahiran di tangannya dan bersemangat untuk pulang dan menunjukkannya kepada istrinya. "Mereka masih di tangan saya," sebutnya. "Jadi saya pergi ke lemari es [kamar mayat] untuk menunjukkannya padanya."

Keluarga Qusam telah mengungsi tiga kali sejak Israel mengagresi Gaza, Palestina, pada 7 Oktober 2023. Ia mengingat bahwa keluarganya pertama kali diusir secara paksa dari Kamp Pengungsi Jabalia di Gaza utara pada 13 Oktober 2024, ke Khan Younis di Gaza selatan. Mereka kemudian terpaksa mengungsi ke dekat Rafah, sebelum kembali mengungsi ke Deir al-Balah.

 

Infografis Tragedi Kemanusiaan 3.000 Lebih Anak Meninggal di Gaza. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Tragedi Kemanusiaan 3.000 Lebih Anak Meninggal di Gaza. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya