Liputan6.com, Jakarta - Ada-ada saja yang dilakukan KAI Wisata, pengelola wisata edukasi sejarah Museum Lawang Sewu. Menyambut Hari Valentine yang jatuh pada Jumat, 14 Februari 2025, pengelola menggelar kontes foto melepas sepasang burung merpati bertajuk Romantic Couple Competition.
Kompetisi yang berlangsung pada 14--28 Februari 2025 itu mengajak pengunjung datang bersama pasangan masing-masing sambil membawa merpati putih. Nantinya, mereka diminta melepaskan burung tersebut sembari berfoto seunik dan romantis mungkin. Foto tersebut kemudian diunggah di akun Instagram masing-masing dengan mengikuti syarat dan ketentuan yang berlaku.
"Pemenang dipilih dari like terbanyak," bunyi pengumuman tersebut. Pemenang terpilih dijanjikan mendapatkan hadiah menarik.
Advertisement
Kompetisi tersebut merupakan bagian dari program Lawang Swe Peace & Love February. Dalam rilis yang diterima Lifestyle Liputan6.com, beberapa waktu lalu, program itu adalah kampanye tentang perdamaian di bumi dengan mengajak pengunjung membawa sepasang merpati putih yang merupakan simbol perdamaian.
Puncaknya dimulai pada 14 Februari 2025 pukul 14.14 WIB. Pengunjung diminta berbusana serba putih untuk memeriahkan acara pelepasan burung di Lawang Sewu itu.
Direktur Operasi Wawan Ariyanto mengatakan, Kegiatan baru di Lawang Sewu ini merupakan kegiatan yang baru pertama kali dilakukan untuk pengunjung dapat merasakan perdamaian di bumi dengan membawa sepasang burung merpati putih untuk dilepaskan bersama orang terkasih."
Mengutip laman chirpforbirds.com, asal-usul merpati putih menjadi simbol perdamaian tak lepas dari penyebutan merpati di Alkitab. Merpati disebutkan berkali-kali dalam kitab kuno, mulai dari pembaptisan Yesus hingga setelah air bah, ketika Nuh melepaskan seekor merpati dan burung itu kembali dengan ranting zaitun (tanda tanah kering di dekatnya). Sejak itu, seekor merpati melambangkan perdamaian dengan Tuhan, kepolosan, dan kemurnian.
Â
Asal-usul Merpati Jadi Simbol Perdamaian
Namun, umat Kristiani bukan satu-satunya yang memberi arti pada merpati. Banyak cerita penduduk asli Amerika menampilkan burung putih halus dalam cerita rakyat mereka.
Suku Blackfoot menugaskan merpati sebagai pelindung prajurit mereka, memastikan bahwa mereka akan kembali tanpa cedera setelah pertempuran. Sementara, suku Indian Aztec dan Meksiko menggunakan merpati dalam ritual pernikahan mereka, karena menganggap merpati sebagai simbol cinta.
Merpati tetap menjadi lambang perdamaian di zaman modern. Misalnya, selama bertahun-tahun mereka melepaskan merpati di Olimpiade untuk menandakan seruan perdamaian di antara negara-negara peserta. Selama bertahun-tahun, para pengunjuk rasa politik dan anti-perang memasang tanda-tanda dengan gambar merpati dan simbol perdamaian untuk menyoroti pesan mereka.
Saat ini, beberapa orang masih melepaskan merpati putih pada pesta pernikahan dan pemakaman sebagai doa akan perdamaian abadi pada kedua momen tersebut. Simbologi merpati begitu mengakar dalam budaya kolektif kita sehingga banyak organisasi yang menggunakannya dalam ikonografi mereka, termasuk logo merpati dengan ranting zaitun pada Hari Perdamaian Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Advertisement
Sejarah Hari Valentine
Mengutip Feeds Liputan6.com, sejarah Hari Valentine memiliki asal-usul yang kompleks dan menarik untuk ditelusuri. Ada yang mengaitkannya dengan Festival Lupercalia yang dirayakan setiap 15 Februari di zaman Romawi Kuno. Festival ini merupakan perayaan kesuburan yang melibatkan ritual pembersihan dan perjodohan. Para pria muda akan mengambil nama wanita dari sebuah guci dan berpasangan dengan mereka selama festival tersebut.
Namun, asal-usul Hari Valentine yang lebih dikenal saat ini berkaitan dengan sosok Santo Valentinus. Terdapat beberapa versi cerita tentang Santo Valentinus, namun yang paling populer adalah kisah seorang pendeta Kristen di abad ke-3 yang hidup pada masa pemerintahan Kaisar Claudius II.
Menurut legenda, Kaisar Claudius II melarang para pria muda untuk menikah karena ia percaya bahwa prajurit lajang lebih efektif dalam berperang. Santo Valentinus, yang tidak setuju dengan kebijakan ini, diam-diam menikahkan pasangan-pasangan muda. Ketika perbuatannya terungkap, ia ditangkap dan dijatuhi hukuman mati.
Selama masa tahanannya, Santo Valentinus konon jatuh cinta dengan putri sipir penjara yang buta. Sebelum eksekusinya pada tanggal 14 Februari, ia mengirimkan surat cinta terakhir kepada gadis tersebut dan menandatanganinya dengan "from your Valentine" (dari Valentinmu). Tindakan ini menginspirasi tradisi mengirim kartu Valentine.
Penetapan Hari Valentine oleh Paus
Pada abad ke-5, Paus Gelasius I secara resmi menetapkan 14 Februari sebagai hari peringatan Santo Valentinus, menggantikan festival Lupercalia yang dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai Kristen. Sejak saat itu, 14 Februari mulai diasosiasikan dengan cinta romantis.
Tradisi merayakan Hari Valentine sebagai hari kasih sayang mulai berkembang pada abad pertengahan. Penyair Inggris Geoffrey Chaucer dianggap sebagai orang pertama yang menghubungkan Santo Valentinus dengan cinta romantis dalam puisinya "Parlemen Burung-burung" pada 1382.
Sejak saat itu, Valentine's Day semakin populer dan menyebar ke berbagai negara di dunia. Pada abad ke-18 dan 19, pertukaran kartu Valentine menjadi tradisi yang umum di Inggris dan Amerika Serikat. Perkembangan teknologi cetak dan sistem pos yang lebih baik memungkinkan produksi massal kartu Valentine.
Seiring berjalannya waktu, Hari Valentine berkembang menjadi perayaan komersial yang kita kenal saat ini, dengan berbagai hadiah, bunga, cokelat, dan makan malam romantis menjadi bagian dari perayaan. Meskipun aspek komersialnya sering dikritik, esensi Hari Valentine sebagai hari untuk mengekspresikan kasih sayang tetap bertahan hingga kini.
Â
Advertisement